Mohon tunggu...
Kimi Raikko
Kimi Raikko Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Just Another Days In Paradise \r\n\r\n \r\n\r\n\r\n \r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Si Burung Biru Lahir dari Cinta Kasih Seorang Ibu

13 Juni 2012   05:45 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:02 1338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1339565781644174992

[caption id="attachment_182397" align="aligncenter" width="600" caption="Buku Sang Burung Biru, dengan tanda tangan Alberthiene Endah"][/caption]

Sesungguhnyalah kita tidak bisa meremehkan kemampuan perempuan, dari segi manapun. Jika ada yang mengatakan usaha sukses umumnya didirikan oleh laki-laki, pernyataan tersebut perlu ditinjau kembali. Ada banyak usaha sukses dirintis oleh perempuan. Salah satunya adalah Taksi Blue Bird.

Tahukah Anda taksi Blue Bird didirikan oleh orang tua tunggal, seorang ibu yang sangat inspiratif?

Kisah perjalanan Taksi Blue Bird selama 40 tahun dituliskan dengan sangat baik oleh Alberthiene Endah dalam buku  Sang Burung Biru, Perjalanan Inspiratif Blue Bird Grup. Buku ini sebuah kisah, banyak sedih dan banyak pula bahagia dalam membawa bahtera keluarga dan perusahaaan Blue Bird Grup.

Hal yangmenjadikan buku ini sebagai inspirasi adalah bahwa Alberthiene Endah tidak terjebak untuk membahas keberhasilan Blue Bird Grup dari segi sukses manajemen. Buku ini dibuat sedemikian rupa sehingga berupa sebuah cerita yang disampaikan oleh sebuah Taksi Tua kepada Taksi Muda. Di dalamnya jika anda berharap menemukan formula sukses yang baku dari Bue Bird, pastilah anda kecewa. Akan tetapi jika Anda ingin inspirasi, bagaimana kejujuran, keteguhan idealisme, pelayanan, serta kesungguhan dan usaha tanpa henti untuk memberikan yang terbaik, Anda akan menemukan mata airnya.

Tidak mengherankan sebenarnya, Blue Bird didirikan oleh seorang Ibu, dengan demikian kasih sayang Ibu mewarnai perjalanan Blue Bird. Ibu yang disini diterakan dengan jelas sekali,Mutiara Siti Fatimah Djokosoetono atau biasa dipanggil Bu Djoko merupakan seorang perempuan yang dalam usia 40-an tahun sudah ditinggal suami dengan beban membesarkan tiga orang anak. Prof. Djokosoetono merupakan seorang pejabat tinggi, namun hal ini tidak menghalangiBu Djoko turut serta dalam membantu suaminya menghidupi keluarga. Mereka juga bukan kelaurga yang mewah, hidup mereka sangat sederhana karena Prof. Djokosoetono dan Bu Djoko adalah orang-orang sederhana.

Mula-mulanya Bu Djoko berjualan  batik di lingkungan tempat  tinggal, kemudian berjualan telur dan ketika keluarga mereka diberi hadiah dua buah mobil, Bu Djoko setelah berunding dengan anak-anaknya  mendirikan usaha  taksi gelap. Pada awalnya, tentu saja taksi gelap karena Jakarta tidak ada usaha taksi resmi kala itu.

Inilah cikal bakal Taksi Blue Bird sekarang ini. Pada awalnya tidak bermerek, pelanggan menyebutnya Taksi Chandra yang merupakan nama anak tertua dari Bu Djoko. Nama Blue Bird kemudian berasal dari sebuah kisah legendaris yang selalu dibaca oleh Bu Djoko ketika kecil, Bird of Happiness, kisah tentang gadis cilik yang miskin dan hidup dalam penderitaan. Kisah ini sebagaimana dituliskan Alberthiene Endah:

“... merupakan pembakar semangat , penabur inspirasi dan pemacu cita-cita.”

Semenjak mulai berusaha taksi, Bu Djoko menekankan betapa pentingnya kualitas layanan. Pada awalnya ia menyeleksi sendiri pengemudi, memberikan arahan dan melakukan test drive langsung keliling Jakarta. Mungkin repot dan sangat repot, namun soal kualitas Bu Djoko tidak mau tawar-menawar.

Ada empat nilai hidup yang ditanamkan Bu Djoko yang melandasi bisnis Blue Bird Grup sampai sekarang ini, yaitu keuletan, perasaan positif, niat yang baik, dan komitmen melayani dengan baik. Bu Djoko juga menekankan betapa pentingnya kejujuran, Alberthiene Endah menuliskan:

“Kejujuran adalah kunci kepercayaan. Tidak jujur saat berbisnis, sama saja dengan menyudahi kemungkinan berkembang.”

Ada kisah menarik soal kejujuran ini. Pada suatu malam, usai menarik taksi hingga tengah malam, Purnomo dengan letih menemui ibunya. Ada dompet penumpang yang tertinggal di jok belakang taksi. Purnomo karena capek tentu saja ingin mengembalikan, tetapi bukan malam-malam begini, ia berjanji besok pagi akan mengantarkannya. Namun Bu Djoko tidak berkenan, Purnomo harus mengembalikan malam itu juga. Bu Djoko mengatakan kepada Purnomo:

“Pur, bayangkan jika ini terjadi padamu. Bayangkan jika kamu habis menerima gaji, lalu dompet berisi uang itu tertinggal di taksi. Apa yang kamu rasakan? Gelisah, sedih, panik, bingung, down.Kembalikan sekarang Pur, agar ia tenang, kamu masih ingat rumahnya, kan?”

Demikianlah Purnomo mengembalikan dompet itu kepemilikinya malam itu juga. Pemiliknya mengatakan:

“Terima kasih! Astaga saya tidak menyangka Anda mengembalikan dompet ini...”

Demikianlah, kisah ini saya rasa menjadi inspirasi adanya bagian Lost and Found di Taksi Blue Bird sekarang ini. Kisah ini walaupun sepertinya sepele, namun merupakan pelaksanaan nilai kejujuran yang sangat ditekankan oleh Bu Djoko.

Blue Bird akhirnya terus maju dan berkembang. Dengan modal yang boleh dikatakan sangat minim, dan seorang perempuan pula, Bu Djoko bersama tiga anaknya, Chandra, Purnomo, dan Mintarsih bahu-membahu membawa bahtera Blue Bird Grup. Dari modal awal 25 taksi , kini Blue Bird Grup memiliki armada 20.000 taksi. Tentu saja sebagai perusahaan keluarga tidak akan terlepas dari konflik. Buku Sang Burung Biru ini menuliskan konflik tersebut yang berakhir dengan indah.

Membaca buku Sang Burung Biru ini adalah membaca sejarah kekuatan tekad, membaca bagaimana nilai-nilai luhur kemanusiaan bisa menjadi faktor penting dalam keberhasilan berusaha. Buku ini tidak muluk-muluk dengan berbagai teori manajemen yang njelimet. Buku ini sejenis inspirasi bagi mereka yang ingin berhasil, sebuah guidance bahwa ketulusan, kerja keras, niat baik, dan layanan terbaik merupakan ujung tombak keberhasilan usaha. Jika itu sudah dilaksanakan keberhasilan akan mengikuti dari belakang.

Di Buku Sang Burung Biru, Perjalanan Inspiratif Blue Bird Grup kita bisa mengambil inspirasi bahwa berbisnis haruslah jujur. Berbisnis haruslah dengan nilai-nilai luhur kemanusiaan. Berbisnis tidak cukup dengan modal yang besar yang dapat dilihat. Berbisnis haruslah memiliki idealisme, sesuatu yang menurut Rhenald Kasali disebut sebagai aset Intangibles. Inilah kekuatan Blue Bird yang tidak pernah beriklan dan selalu konservatif dalam melakukan ekspansi.

Seluruh kisah di Sang Burung Biru Perjalanan Inspiratif Blue Bird Grup ini menyajikan perjalanan Blue Bird Grup dari generasi pertama hingga generasi sekarang, generasi ketiga. Bu Djoko sebagai generasi pertama dengan sikap keibuannya mewariskan idealisme, nilai-nilai luhur kemanusiaan yang harus diterapkan dan menjadi budaya perusahaan. Chandra dan Purnomo sebagai generasi kedua menerapkan nilai-nilai idealisme tersebut selama memimpin Blue Bird dan generasi ketiga seperti Noni Purnomo turut serta menjaga dan mengembangkan nilai-nilai idealisme tersebut agar terus sesuai dengan perkembangan zaman.

Buku ini, Sang Burung Biru Perjalanan Inspiratif Blue Bird Grup, sebuah buku yang perlu anda miliki.

Judul Buku          : Sang Burung Biru, Perjalanan Inspiratif Blue Bird Grup Penulis                    : Alberthiene Endah Penerbit : PT Gramedia Pustakan Utama Tahun Terbut    : 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun