[caption id="attachment_194872" align="aligncenter" width="500" caption="Makin banyak pengguna internet yang kecanduan media sosial, sumber: http://mankindunplugged.com"][/caption] Sudah berapa banyak Tweet hari ini? Sudah update status meskipun baru bangun dan belum mandi? Mau tidur bawa BlackBerry, mana tahu ada update teman yang penting.  Tidak hanya itu, ke toilet pun banyak orang membawa smartphone, melakukan tweet atau update status di toilet bukan hal aneh. Pertanyaannya, sedemikian candukah manusia dengan media sosial? Apa kira-kira alasan mereka untuk tidak sedikitpun jauh dari media sosial? Para peneliti dari Universitas Harvard telah menemukan alasan mengapa sangat banyak orang yang suka bermedia sosial. Penelitian tersebut juga memberikan petunjuk mengapa pengguna media sosial sangat suka membuka diri dan memberikan informasinya kepada pihak lain. Dalam serangkaian eksperimen para peneliti dari Universitas Harvard menemukan bahwa tindakan mengungkapkan informasi tentang diri sendiri mengaktifkan sensasi yang sama dalam otak  dari kegiatan lain seperti makan makanan, mendapatkan uang atau berhubungan seks. Ini artinya banyaknya pengguna media sosial yang mengungkapkan informasi tentang diri mereka dikarenakan sensasi yang diperoleh dari kegiatan tersebut sama seperti sensasi yang diperoleh dari kegiatan makan makanan, menerima uang atau berhubungan seks. Penelitian tersebut juga menemukan bahwa melakukan bualan (semacam tweet dan update status tentang diri sendiri yang terkesan berlebihan) di situs jejaring sosial seperti Facebook atau Twitter, benar-benar membuat pengguna media sosial merasa lebih baik. Peneliti menemukan bahwa mereka yang sering berbicara tentang diri mereka sendiri menerima kenikmatan yang sama ketika  mereka dipicu oleh seks, makanan, uang atau bahkan coklat. Hasil eksperimen ini menjelaskan kepada kita survei sebelumnya yang mengungkapkan  80%  informasi yang dibagi di media sosial seperti Twitter dan Facebook adalah informasi tentang pengalaman diri pengguna. Ini artinya, media sosial seperti Facebook dan Twitter digunakan secara ekstensif untuk mengungkapkan, pengalaman, pendapat, informasi pribadi pengguna media sosial tersebut. Penelitian tersebut jelas sebuah jawaban yang sangat ditunggu. Selama ini kita menyaksikan sangat banyak orang yang senang bermedia sosial, tetapi kita belum tahu alasan mengapa mereka melakukan hal tersebut. Bila kita tanya, berbagai pendapat muncul, misalnya seseorang yang senang menggunakan Facebook beralasan bahwa ia ingin menjalin hubungan dengan teman-teman lama waktu sekolah dulu. Di Twitter cukup banyak juga alasan mengapa banyak penggunanya, misalnya karena lebih sederhana, untuk berbagi informasi dan lainnya. Ternyata alasan-alasan tersebut bukanlah alasan yang tepat. Setidaknya secara keilmuan, seperti diungkapkan oleh hasil penelitian, ternyata orang suka bermedia sosial karena sensasi yang diperoleh dari kegiatan tersebut sama dengan sensasi yang diperoleh dari melakukan hubungan seks, salah satunya. Peneliti Harvard membagi penelitian yang dilakukan kepada 300 orang tersebut dalam dua bagian. Pertama, peserta yang dites dihubungkan dengan sebuah mesin MRI untuk bisa melihat aktifitas otak para peserta saat mereka menjawab pertanyaan tentang pendapat mereka sendiri dan pertanyaan tentang pendapat orang lain. Para peneliti menemukan bahwa area otak yang terkait dengan reward atau penghargaan, yaitu nucleus accumbens (NAcc) dan area tegmental ventral (VTA) sangat terlibat ketika orang-orang berbicara tentang diri mereka sendiri, dan kurang terlibat ketika mereka berbicara tentang orang lain. Peneliti juga menemukan bahwa peserta  tes akan menolak uang  (beberapa sen) agar berbicara tentang orang lain, dan lebih memilih menikmati sensasi yang lebih menyenangkan berbicara tentang diri mereka sendiri. Bagian kedua dari penelitian tersebut adalah tentang betapa pentingnya  memiliki audien yang mendengarkan seseorang di media sosial ketika mengungkapkan diri. Peneliti menemukan aktifitas reward yang lebih besar di otak ketika pengguna media sosial membagi pikiran, pendapat atau apapun dengan audien mereka dibandingkan jika pikiran atau pendapat tersebut disimpan sendiri. Hal ini tentunya memiliki risiko over share. Artinya karena reward yang besar, yaitu kesenangan membagi segala sesuatunya di media sosial, pengguna media sosial cenderung tidak memperhatikan apa saja yang layak dibagi. Akibatnya hal yang dibagi di media sosial tersebut malah merugikan pengguna media sosial. Misalnya, ketika seorang penjahat yang melakukan bualan di Facebook tentang kejahatan yang baru dilakukannya membuatnya lebih mudah untuk ditangkap. Contoh lain membagi rahasia pribadi kehidupan rumah tangga di media sosial membuat hubungan dengan pasangan menjadi renggang. Penelitian ini sungguh sebuah jawaban yang bagus untuk mengetahui jawaban mengapa orang menggunakan media sosial secara ekstensif. Tampaknya  pengguna media sosial sangat menikmati berbagi informasi apa saja, tidak peduli bersifat rahasia dengan pengguna media sosial lainnya. Sumber: PDF, LA Times, Guardian, independent.ie
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H