[caption id="attachment_100478" align="aligncenter" width="670" caption="Sumber: http://static.ibnlive.com"][/caption] Bila anda tengok banyak halaman web di Indonesia bahkan di dunia banyak sekali yang mengaku sebagai sebuah media jurnalisme warga. Jurnalisme warga atau yang sangat terkenal dengan singkatan CJ (Citizen Journalism) ini menjamur dan berkembang sangat pesat melalui sebuah forum atau blog bersama. Bila kita lihat di wikipedia, CJ diartikan sebagai: is the concept of members of the public “playing an active role in the process of collecting, reporting, analyzing and disseminating news and information. Seperti mainstream media, CJ memiliki proses mengumpulkan, melaporkan, menganalisis serta menyebarkan berita, bukan oleh seorang atau banyak orang yang dilatih secara profesional untuk itu, tetapi oleh citizen, warga negara biasa yang sama sekali jauh dari kata wartawan profesional. Dengan ini CJ tentu saja diharapkan menghasilkan berita yang sangat banyak karena wartawannya juga sangat banyak dan tanpa bayaran. CJ tentu tidak terlepas dari kemajuan dunia internet, bahkan sebenarnya kemajuan internetlah yang melahirkan CJ ini. Hal ini karena sekian banyak kejadian di tingkat hiperlokal yang bisa dilaporkan melalui internet yang kemungkinan besar mainstream media tidak melaporkannya. Mark Glaser mengemukakan bahwa : “ The idea behind citizen journalism is that people without professional journalism training can use the tools of modern technology and the global distribution of the Internet to create, augment or fact-check media on their own or in collaboration with others. For example, you might write about a city council meeting on your blog or in an online forum. Or you could fact-check a newspaper article from the mainstream media and point out factual errors or bias on your blog. Or you might snap a digital photo of a newsworthy event happening in your town and post it online. Or you might videotape a similar event and post it on a site such as YouTube”. Dari hal yang dikemukakan oleh Mark Glaser tersebut ada beberapa catatan penting yang menandai peran CJ ini, yaitu 1. Peran internet dalam menyebarkan peristiwa yang terjadi di suatu komunitas tertentu dengan melaporkan peristiwa tersebut di internet. 2. CJ memungkinkan juga melakukan cek dan ricek berita-berita yang ada di mainstream media dan menunjukkan kesalahan berita tersebut atau bias yang ada di dalam berita yang diwartakan oleh mainstream media. 3. Peristiwa hiperlokal yang dikabarkan melalui internet Bila kita lihat peran CJ tersebut bukanlah sesuatu yang gampang. Tidak setiap orang mampu melaporkan peristiwa yang tengah terjadi di sekitar mereka dengan baik. Tidak semua orang bisa mengoperasikan alat perekam video atau bahkan menghasilkan foto yang bernilai jurnalis. Bahkan mungkin belum tentu semua orang memiliki sambungan internet, sesuatu yang sangat penting dalam CJ. Tentu juga tidak setiap orang mampu melihat bias pemberitaan di mainstream media kemudian dengan pembahasan mendalam menuliskannya di CJ. Dari hal tersebut yang ada sebenarnya adalah CJ setengah- setengah. Kalaupun mereka banyak mewartakan peristiwa di sekitar namun karena penyampaian berita dan bentuk tulisan yang tidak menarik malah tidak dilirik sama sekali. Selain itu mungkin saja apa yang dilaporkan tersebut diragukan validitasnya sehingga akan menjadi bumerang untuk ditampilkan dalan sebuah situs CJ. Hal ini tentu merupakan suatu tantangan tersendiri untuk mengembangkan CJ ini lebih lanjut karena para pembuat beritanya bukanlah mereka yang dilatih secara profesional untuk mewartakan berita dan mungkin tidak memiliki tanggung jawab berarti terhadap kebenaran suatu berita tertentu. Banyak aktifitas CJ diwujudkan melalui blog, baik pribadi maupun blog bersama. Bila blog kompasiana ini disebut sebagai leader CJ di Indonesia saya kira hal ini belum sepenuhnya benar dan mencakup semua karakteristik CJ. Bahkan bisa disimpulkan sebagian besar konten yang ada di sini, jauh dari apa yang diharapkan dari sebuah CJ. Sepertinya CJ hanya digunakan sebagai slogan karena yang mendominasi justru perang opini dan benturan sesama anggota situs tersebut. Lebih jauh jika kita mempertanyakan di mana sisi CJ di kompasiana, tentu kita bisa menemukannya beberapa. Namun demikian, sebagain besar konten yang ada layaknya mainstream media dengan penulis yang tidak memperoleh pelatihan kewartawanan secara profesional. Kalau lebih jauh dilihat, bahkan ada konten dalam situs tersebut lebih tepat disebut curhat dan diari biasa apalagi ada kanal yang jauh dari pengertian CJ, yaitu Fiksi. Hal ini bukan berarti saya tidak suka kanal ini, namun mungkin akan lebih bijak bila kanal ini dibuatkan situs tersendiri agar kompasiana tidak menjadi CJ setengah hati. Dengan mengatakan sebagai sebuah CJ sebenarnya pengelola kompasian harusnya melengkapi dan mengarahkan para anggotanya untuk berani melaporkan apa yang terjadi di tingkat hiperlokal. Keberanian ini nantinya dihargai dengan menampilkan laporan anggota di halaman depan sehingga menandakan bahwa situs adalah sebuah CJ. Nah tampaknya kompasiana terus berada dalam kebimbangan (area abu-abu) karena sampai sekarang pun apakah kompasiana itu sebuah CJ atau sebuah social media biasa masih dalam tahap pendalaman. Mungkin jika benar-benar full CJ tentu akan banyak sekali tanggung jawab pengelola, misalnya jika ada berita yang merugikan satu pihak tertentu atau bila ada kejadian yang semestinya tidak terungkap malah diungkapkan, siapa yang mesti dipersalahkan dengan kejadian tersebut. Dari segi pengelola sendiri, para penulis yang menghasilkan tulisan yang baik dimanfaatkan untuk menyumbangkan konten mereka secara gratis ke induk kompasiana.Tindakan ini dari satu sisi tentu akan menguntungkan induk situs, tetapi malah merugikan kompasiana itu sendiri. Ini artinya kompasiana dianggap sebagai situs penghasil berita atau konten untuk mainstream media, padahal mungkin bukan itu tujuan pendirian kompasiana ini. Dari uraian ini bisa disimpulkan CJ yang ada di kompasiana sebenarnya masih jauh dari yang diharapkan. Menurut saya, CJ adalah CJ yang berdiri sendiri dan menghasilkan berita hiperlokal, bukan opini yang justru diperoleh dari mainstream media kemudian dibahas lagi di CJ. Walapun tidak ada larangan kutip-mengutip terutama dari mainstream media karena hal ini sudah hal yang biasa terutama di internet, namun seberapa besar sebenarnya kutipan yang dimungkinkan karena justru berita kutipan dari mainstream media malah sangat mendominasi. Tentu kondisi ini melahirkan sebuah CJ setengah hati. Setengah hati karena ada sebagian walau kecil mereka yang terus-menerus melaporkan kejadian yang terjadi di sekitar mereka, namun di sisi lain yang justru bagian terbesar malah banyak mengutip mainstream media (termasuk saya sendiri) untuk ditampilkan kembali di kompasiana. Nah dari pada terjadi pembenturan, adalah lebih baik slogan sebagai citizen journalism itu ditanggalkan saja dan berlaku layaknya mainstream media, bedanya wartawannya tidak dibayar dan tidak dilatih secara profesional atau mungkin diganti saja menjadi sebuah forum layaknya forum yang banyak bertebaran di internet. Hal ini akan sangat relevan karena sebagian besar penulis kompasiana mengambil sumber berita bukan pada kejadian hiperlokal mereka tetapi internet yang tanpa batas negara apalagi lokal suatu daerah tertentu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H