[caption id="attachment_106335" align="aligncenter" width="660" caption="Ilustrasi, sumber: http://greatestprobowlsever.files.wordpress.com"][/caption] Keadilan atau ketidakadilan bisa berlaku di mana saja. Amerika Serikat, Indonesia atau negara lain keadilan dan ketidakadilan sering kali berganti posisi. Baru-baru ini di Amerika Serikat, Mahkamah Agung AS menolak untuk mereview kembali kasus  seorang gadis pemaduk sorak yang yang keluar dari timnya karena menolak memberikan cheer kepada seorang laki-laki yang melakukan penyerangan seksual kepadanya. Gadis pemandu sorak yang diidentifikasi dengan singkatan H.S tersebut baru berusia 16 tahun. Ia menuduh seorang pemain basket sekolahnya telah memperkosanya di sebuah pesta empat bulan yang lalu. Pemain basket itu sendiri mengaku telah melakukan perkosaan terhadap H.S, namun ia meminta keringanan untuk bisa menghindari penjara dan kembali ke sekolah dan bermain dalam tim basket. H.S sendiri sebagai anggota tim gadis pemandu sorak terus menyoraki timnya di setiap  pertandingan, namun menolak untuk meneriakkan nama pemerkosanya atau melakukan tepuk tangan saat pemerkosanya tersebut melakukan lemparan bebas. Ketika inspektur sekolah menemukan hal ini ia dikeluarkan dari tim pemandu sorak sekolah. Mengetahui ia dikeluarkan dari tim, H.S kemudian menggugat sekolahnya dengan alasan kebebasan berbicaranya telah dilanggar. Namun dua pengadilan yang ia ikuti menyatakan bahwa sebagai pemandu sorak sekolah ia berbicara untuk sekolah bukan untuk dirinya sendiri dan tidak memiliki hak untuk menolak. Pengadilan ketiga, yaitu pengadilan banding Federal menguatkan putusan dua pengadilan sebelumnya  dan memerintahkan H.S  untuk membayar biaya pengadilan atas pengajuan gugatan yang sembrono. Ia dituntut untuk membayar 45 ribu dollar AS atas pengajuan gugatan sembrono tersebut. Atas keputusan tersebut, H.S kini berutang ke sekolahnya sebesar 45 ribu dollar AS, angka yang tidak kecil tentunya untuk seorang siswa sekolah menengah. Atas putusan ini kemudian H.S mengajukan review ke mahkamah agung AS. Namun lagi-lagi ia dikalahkan karena mahkamah agung AS menolak untuk mereview kembali putusan tersebut. Kasihan sudahlah diperkosa harus pula membayar 45 ribu US dollar! Sumber: businessinsider, www.sfgate.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H