[caption id="attachment_126389" align="aligncenter" width="655" caption="Samsung Galaxy S II, smartphone berbasis Android dari Samsung, sumber: http://www.eurodroid.com"][/caption] Membeli gadget baru, terutama yang ingin dipakai untuk  terkoneksi dengan internet sepanjang waktu butuh banyak perhitungan. Selain harga gadget yang tidak murah, operator yang akan dipakai jasanya dalam menggunakan internet nantinya tentunya penting untuk diperhatikan. Hal yang perlu kita ketahui adalah bahwa sebagian besar kemampuan operator telekomunikasi di Indonesia belumlah sebaik operator telekomunikasi di negara-negara lain seperti Malaysia, Singapura apalagi Amerika Serikat, Jepang dan Korea Selatan. Coba perhatikan data kecepatan internet berikut ini. [caption id="attachment_126330" align="aligncenter" width="641" caption="Sumber: http://4.bp.blogspot.com"][/caption] Menurut Direktur Sales First Media, Dicky Mochtar, kecepatan akses internet yang ideal untuk memenuhi tuntutan gaya hidup digital saat ini adalah minimal 3 Mbps, agar konsumen dapat menikmati upload dan download, streaming video dan musik tanpa buffering yang menganggu. Ini artinya kecepatan internet di Indonesia masih sangat rendah karena dari data di atas kecepatan download hanya 1,49 mbps, sedangkan kecepatan upload lebih rendah lagi, yaitu 0,58 Mbps. Kecepatan 3 Mbps tersebut mengisyaratkan semua operator haruslah sudah memberlakukan koneksi 3,5G. Di Indonesia beberapa operator telah mengklaim memiliki  koneksi 3,5G tersebut. Sayangnya, kecepatan 3,5G yang dijanjikan operator tersebut sering lebih banyak iklan daripada kenyataan di lapangan. Seperti pernah saya tuliskan sebelumnya, misalnya kecepatan 3G yang dijanjikan operator sering hanya ada di tempat-tempat tertentu dan tidak merata karena infrastruktur yang belum memadai seperti jumlah BTS yang masih sedikit, kalaupun BTS banyak namun belum banyak yang berstatus 3G. Apalagi kecepatan 3,5G yang lebih maju dan cepat lagi dibandingkan 3G. Hal ini menjadikan pembelian gadget baru menjadi sebuah dilema bagi konsumen. Jika tidak dibeli gadget tersebut tidak akan bisa dinikmati. Kalaupun dibeli, karena koneksi internet yang lambat tidak bisa dimanfaatkan secara optimal. Selain itu harga berlangganan internet di Indonesia tidaklah murah. Pengalaman saya dengan kecepatan up to 384 kbps untuk unlimited satu hari dikenakan Rp5.000. Kecepatan akan berkurang jika kuota tertentu sudah tercapai. Ini artinya jika kita rata-ratakan satu bulan, bisa Rp150.000 untuk kecepatan up to 384 kbps. Tentunya dengan kecepatan yang lebih besar, harganya pun akan lebih mahal. Gadget seperti komputer tablet ditujukan untuk koneksi internet sepanjang waktu. Jika kecepatan internet yang diberikan oleh operator lambat, akan berpotensi mengurangi manfaat komputer tablet tersebut karena komputer tablet tersebut dirancang dengan spesifikasi tertentu seperti 3G, HSDPA atau 4G LTE. Jika operator hanya sanggup memberikan layanan 3G dengan rasa GPRS, tentunya menggunakan gadget tersebut tidaklah nyaman. Hal ini tentu berbeda dengan negara-negara lain. Di banyak negara, sebelum sebuah gadget dengan spesifikasi tertentu seperti 3G atau 4G LTE diluncurkan, paling tidak sudah ada infrastruktur untuk mem-back up gadget tersebut. Contohlah di AS, di tahun 2010 yang lalu telah resmi ada jaringan 4G LTE dari beberapa operator walaupun belum mencakup keseluruhan negara bagian. Ini artinya gadget yang spesifikasinya 4G LTE yang diluncurkan nantinya akan bisa dimanfaatkan secara optimal pada jaringan tersebut. Di Indonesia, tampaknya ada idiom penyediaan infrastruktur sambil jalan. Artinya gadget telah tersedia, infrastruktur akan disediakan dan ditingkatkan sambil jalan. Pengalaman saya dalam menggunakan beberapa gadget, terutama smartphone dengan spesifikasi , 3G dan 3,5G menunjukkan sering memperoleh kecepatan internet di bawah yang dijanjikan operator. Tentunya bukan saya saja yang mengalami hal ini, banyak konsumen lain mengeluhkan hal serupa. Hal ini berimbas kepada  tujuan pembelian gadget. Di negara lain tujuan pembelian gadget memang karena dibutuhkan dan teknologi baru yang ditawarkan. Di Indonesia mungkin saja tujuan ini masih ada, namun karena koneksi internet yang lamban, gadget lebih kepada untuk meningkatkan prestise, untuk dibangga-banggakan. Banyak gadget baru yang beredar di Indonesia dibeli lebih karena gadget tersebut baru dan ikut serta membeli, padahal tidak atau jarang digunakan  karena koneksi internet yang terbatas serta mahal. Sering juga gadget tersebut tidak disambungkan dengan koneksi internet atau kapan perlunya saja karena pertimbangan harga dan koneksi yang tidak selalu mulus. Jadilah gadget dengan spesifikasi 3G, HSDPA dan segala macamnya  yang digunakan hanya fungsi dasarnya saja, yaitu sms dan telepon. Ini hal yang sangat aneh membeli gadget mutakhir hanya untuk sms dan telepon padahal untuk tujuan serupa ponsel China seharga dua ratus ribu juga bisa diandalkan. Sumber: tribunnews.com Twitter: inside_erick
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H