Mohon tunggu...
Kimi Raikko
Kimi Raikko Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Just Another Days In Paradise \r\n\r\n \r\n\r\n\r\n \r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Candu Membaca Buku Lama

26 Desember 2011   09:25 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:44 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_151404" align="aligncenter" width="640" caption="Seribu Kunang-kunang di Manhattan karya Umar Kayam, sumber: http://vindurbarn.files.wordpress.com"][/caption] Salah satu hal yang sering saya lakukan di kala waktu luang adalah membaca. Membaca memang sudah seperti keperluan bagi saya karena pekerjaan menuntut saya selalu membaca. Dulu sebelum begitu familiar dengan internet, saya membaca buku sampai-sampai buku itu terbawa dalam selimut. Kini sayapun makin terpuaskan dengan banyak sumber gratis di internet yang memuat banyak hal yang saya sukai. Namun membaca teks di internet melalui layar komputer atau smartphone sering sekali membuat mata lebih cepat lelah. Kalau sudah begitu saya kembali membaca buku. Buku yang saya baca sering sekali bukan buku populer atau yang sedang digemari saat ini. Buku-buku populer semacam Laskar Pelangi saya baca sekali, namun setelah itu tidak lagi. Bahkan tiga buku lanjutannya hanya mengalami nasib yang sama. Demikian juga dengan Negeri Lima Menara, sebuah novel yang sangat bagus dan buku keduanya Ranah Tiga Warna. Sering saya membaca bab terakhir saja dari sebuah buku populer atau yang lagi in saat ini. Namun tidak dengan buku-buku lama. Buku lama ini saya maksudkan buku yang terbit beberapa tahun atau mungkin beberapa puluh tahun yang lalu. Jelas sekali saya tidak memiliki koleksi yang banyak. Hanya ada beberapa, seperti Sjahrir, Politik dan Pengasingan di Indonesia karya Rudolf Mrazek , Seribu Kunang-kunang di Manhattan dari Umar Kayam, Kitab Salahuddin karya Tariq Ali, The Chronicles of Narnia yang terdiri dari tujuh buku karya C.S Lewis, Kejahatan dan Hukuman karya Fyodor Dostoevsky, Catatan Pinggir 4 dari Goenawan Mohamad, Seri Pulau Buru dari Pram dan beberapa buku lainnya. Kini saya ingin kembali membaca dua buku roman dan beberapa buku lainnya karya Hamka. Buku roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wicjk dan Merantau ke Deli, serta Ayahku merupakan daftar teratas yang ingin saya baca. Tenggelamnya Kapal Van Der Wicjk terakhir saya baca sekitar 10 tahun yang lalu, merantau ke Deli hanya sinopsisnya saja sekitar waktu SMA. Buku Ayahku yang merupakan kenang-kenangan HAMKA terhadap ayahnya pernah saya baca di waktu masih kecil sekali, sekitar tahun 80-an. Berbeda dengan buku-buku yang sedang pouler saat ini, membaca buku-buku lama bagi saya sangat mengasyikkan. Saya tak bosan-bosannya membaca buku-buku lama tersebut. Buku Sjahrir, Politik dan Pengasingan di Indonesia, pertama kali saya beli tahun 2000 dalam pameran buku IKAPI di Istora Senayan. Saya telah menamatkan buku setebal lebih dari 920 halaman tersebut mungkin lebih sepuluh kali. Namun setiap kali kembali membaca buku tersebut, serasa membaca untuk pertama kali. Gugusan katanya seperti serunai penarik rindu. Dan kalau sudah begitu buku tersebut akan selalu ada dalam tas saya untuk beberapa waktu untuk bisa dibaca kapan saja dan di mana saja kalau ada waktu luang. Demikian juga dengan Seribu Kunang-kunang di Manhattan. Saya ingat Bawuk, Tatum, Sri Sumarah, Kimono Biru Buat Istri dan beberapa fragmen lain dalam buku tersebut. Serasa fragmen-fragmen dalam buku tersebut baru saja saya baca. Sungguh menarik dan saya sudah untuk kesekian kalinya membaca buku tersebut sampai tamat. Demikian juga dengan Mantra Pejinak Ular Kuntowijoyo. Sering sekali karena tidak bisa lagi saya beli atau susah menadapatkan versi cetaknya, saya ambil di internet. Didownload, lalu saya print, sungguh aneh, begitu menyenangkan, seperti membaca untuk pertama kali. Saya tidak tahu, mengapa buku-buku lama tersebut sedemikian saya sukai. Saya tak bosan-bosanya membaca buku lama tersebut. Aneh padahal buku-buku baru tetap saya beli, setelah baca sekali lalu saya tinggalkan. Catatan Pinggir 4 dari Goenawan Mohamad, merupakan buku berikutnya yang sering saya baca. Buku ini menolong saya membaca tahun-tahun keemasan Orde Baru dan masa-masa akhir komunis Uni Soviet. Selain itu banyak hal tentang filsafat, wisdom dan hal-hal aneh yang dulu sering saya lewatkan begitu saja. Kejahatan dan Hukuman dan The Count of Monte Cristo dua buah master karya Fiodor Dostoevsky dan Alexandre Dumas merupakan novel klasik yang juga sudah beberapa kali saya baca. Kejahatan dan Hukuman sampai sekarang masih bisa saya baca, sedangkan The Count of Monte Cristo terakhir saya baca tiga tahun yang lalu dalam bentuk PDF yang di-print. Buku-buku lama tersebut memberikan kesan yang sama dengan buku lama lain yang saya baca. Sangat enak untuk dinikmati, saya sering iseng mencoba mereka-reka bentuk-bentuk masa lalu yang ditampilkan melalui teks-teks yang sangat memikat. Sesungguhnyalah buku-buku lama itu memberikan hal yang jauh berbeda dari buku-buku populer saat ini. Saya seperti merasa terlibat, ikut merasa ada dalam cerita walaupun sebenarnya saya jauh sekali dari buku-buku lama tersebut secara fisik. Buku-buku lama tersebut, menjelang akhir tahun 2011 ini, saya kumpulkan lagi. Meskipun tidak memiliki liburan akhir tahun karena hanya pekerja sekelas kacung, saya ingin sekali menikmati buku-buku lama tersebut. Membaca kembali buku-buku lama menjelang penutup tahun, merasakan daya magis teks-teks lama, serasa saya menari-nari mengikuti alur cerita emosi yang berhamburan. Buku lama, aku kembali.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun