Mohon tunggu...
Geofanny Tri Wibowo
Geofanny Tri Wibowo Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Universitas Brawijaya dengan Konsentrasi Prodi Teknologi Bioproses

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Low-Seezer (Slow Release Nanofertilizer), Solusi Permasalahan Pupuk di Indonesia

13 Juni 2016   22:22 Diperbarui: 15 Juni 2016   00:01 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penggunaan Pupuk Low-Seezer pada Tanaman Sawi pada Umur Tanam 18 Hari

Indonesia merupakan salah satu negara agraris dengan luas lahan pertaniannya mencapai 7,6 juta hektar. Hal itu menyebabkan tingginya permintaan pupuk. Tetapi, penggunaan pupuk yang tidak efektif itu sendiri malah menyebabkan beberapa masalah seperti polusi tanah dan rendahnya penyerapan pupuk ke tanaman. Itu semua disebabkan oleh ukuran partikel pupuk yang masih terlalu besar sehingga tidak dapat terserap ke tanaman dengan efisien. Kemudian mengenai permasalahan pembuangan limbah di Indonesia, banyak sekali industri – industri yang membuang limbah cair maupun padatnya secara sembarangan, salah satunya limbah cair tahu. Limbah cair tahu sering kali dibuang begitu saja oleh industri – industri, mengakibatkan pencemaran utamanya di sungai. Padahal, limbah cair tahu mengandung unsur – unsur makro dan mikro yang dibutuhkan oleh tanaman.

Oleh karena itu, Geofanny Tri W, Nadinda Aisyah K, Wulan Ayu P, dan Eliza Fazira, empat mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya dibawah bimbingan Bapak Yusron Sugiarto STP, MP., M.Sc dan didanai oleh PKM DIKTI 2016  menawarkan suatu inovasi terbaru untuk menanggulangi masalah tersebut, yaitu dengan pupuk lepas lambat berukuran nano (10-9 m) atau disebut Low-Seezer (Slow Release Nanofertilizer). Pupuk Low- Seezer  ini memiliki beberapa keunggulan, diantaranya meningkatkan penyerapan nitrogen dan nutrien ke tanaman, hanya membutuhkan jumlah pupuk yang sedikit, dan ramah lingkungan.

Selain itu, bahan baku dari produk pupuk ini  memanfaatkan limbah cair tahu yang sering kali dibuang secara sembarangan oleh industri – industri tahu. Setelah diuji kandungan NPK (Nitrogen, Fosfor, dan Kalium), ternyata limbah tersebut memiliki kandungan hara makro dan  mikro yang dapat membantu mempercepat pertumbuhan tanaman. Sehingga ketika dipadukan dengan kitosan yang berfungsi sebagai membran pelindung lepas lambat, kandungan limbah cair tahu yang telah disonikasi menjadi berukuran nanometer dapat diproses menjadi pupuk lepas lambat (Slow Release Nanofertilizer), dan akan menghasilkan hasil yang lebih baik kepada tanaman.

“Tim penelitian kami telah menguji pupuk lepas lambat (slow release nanofertilizer) tersebut dengan mengaplikasikannya untuk pertumbuhan tanaman sawi. Selama 18 hari penanaman, terbukti bahwa pupuk Low-Seezer (Slow Release Nanofertilizer) dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman sawi sebesar 71% dan meningkatkan jumlah daun pada tanaman sawi sebesar 25%”, ujar Geofanny selaku  ketua tim pelaksana. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan pupuk lepas lambat berbahan limbah cair tahu ini dapat menjadi solusi yang menjanjikan bagi masalah – masalah pertanian di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun