Tidak banyak banyak yang mengetahui seperti apa kami berdua menghadapi dan mengarungi rumah tangga. kami menutup rapat-rapat apa-apa yang kami lalui, pahit-manis jatuh bangun, terpuruk dan bangkitnya kondisi kami.
pasca aku melepaskan diri dari dunia ribawi, resign dari lembaga keuangan konvensional kondisiku tidak menentu terombang-ambing dalam ketidak-tentuan dan ketidakpastian. Â janji untuk diterima bergabung dalam lembaga syari'ah (alasan awal resign) buyar sudah setelah menghadapi kondisi awal pandemi covid-19. semua perusahaan bersiap-siap mengencangkan ikat pinggang, terlebih perusahaan pembiayaan yang tergantung kepada kesehatan kelancaran curent rasio debitur betul-betul terpukul oleh situasi Pandemi. banyak karyawan yang Work from Home (WFH) atau bahkan dirumahkan.
Aku meninggalkan hutang-hutang yang lumayan sangat besar, hampir 1/2 milyar, tepatnya 480 jutaan. kewajiban cicilan properti, kartu-kredit dan penggunaan plafond kredit untuk usaha patungan atau investasi yang tdk jelas.
Satu persatu Asset yang aku kumpulkan lepas, dijual hilang seakan  terbakar menjadi debu terbang tanpa sisa. itupun masih belum menyelesaikan kewajiban hutangku. jika mengingat dan membaca kisah orang-orang yang menghabisi hidupnya karena Pinjol, aku merasakan beban mereka dan seperti apa sempitnya dunia ketika itu. namun aku menyadari keputusanku. aku memahami bahwa meninggalkan riba bukan tanpa konsekuensi. aku kuat memegang "janji" Allah. aku mengangkat "bendera putih" untuk "berhenti berperang" denganNYA. aku percaya DIA maha kasih ketika aku menyerah. aku hadapi seluruh konsekuensi. berat memang.
ketika aku pernah berdoa didepan Multazam, disana awal aku pasrah mengangkat tangan dan lirih berbisik : " ya Allah ya Robbi, ya al Ghanyy.. jauhkan aku dari harta riba" dan berkahi aku dari apa-apa yang dari sisiMu..." itulah titik bendera putihku kepadaNya.
Dari titik Nol kepasrahan, dimulailah rentetan  ujian, cobaan atau..bahkan balasan atas segala keburukanku yang telah lalu. diawali dengan hilangnya matapencaharianku . berlanjut satu persatu asset tanah dan rumah yang dikumpulkan hilang. wafatnya orang-orang terkasih, mulai dari ibuku, keluarga dekat, sanak family karena pandemi. lanjut Usaha bangkrut dengan menelan biaya puluhan juta, anak kecelakaan berulang kali, hingga telapak kaki remuk, hilangnya modal ratusan juta oleh orang terdekat, dijegal dan juga tertipu puluhan juta oleh orang yang aku tidak pernah terfikir sebelumnya mereka akan tega melakukan itu. aku membeli sebidang tanah produktif yang belum dipecah dengan modal akte jual beli. namun...keluarganya menjual keseluruhan tanah tanpa memikirkan ada hak aku didalamnya.
Ya Allah...ya Rabb. hebat sekali "pencucian" mu kepadaku didunia ini atas kekotoran yang telah aku lakukan. hebatnya dampak riba kepadaku. puluhan tahun aku berkecimpung dalam riba dan aku melewati "pencucian" yang sangat berat untuku. Namun ENGKAU Maha Mengetahui, Engkau Maha Kasih. Aku akan lalui semua ini selama itu atas kehendakMU...
Tak ada mahluk yang kuasa menghilangkan semua beban derita melainkan dengan kuasaMU ya Allah ya Rabb. Aku menyusun tulisan ini sambil termenung disisi ranjang istriku di depan Instalasi Gawat darurat rumah sakit. sambil menemani istriku yang sedang lirih menahan rasa sakit hebat dikepalanya. Kami menunggu giliran di  untuk observasi. selembar kartu BPJS menjadi andalanku. ah...andai aku memiliki cukup uang,akan aku bawa kekasihku ini tanpa harus mengandalkan kartu BPJS. tak terbayangkan beberapa tahun kebelakang kami begitu leluasa membelanjakan apa-apa yang kami inginkan tanpa harus berhitung. namun sekarang...?
aku berfikir,..."ah..apa salahnya dengan BPJS? toh layanan ini sekarangpun sudah cukup baik dan lengkap, ... hanya karena sedikit ngantri aja..." Â 'aku berusaha mencari alasan guna mengelola rasa sedihku. namun kembali aku berfikir..."andai aku memiliki kemampuan seperti dulu, tentu istriku tidak harus menunggu lama untuk penanganan rasa sakitnya."