Khitanan atau sunatan adalah salah satu syariat yang sudah dianjurkan di dalam agama Islam. Kemudian, khitan juga menjadi salah satu identitas bagi seorang muslim sehingga seorang mualaf (sebutan untuk orang yang baru memeluk agama Islam) walaupun sudah dewasa namun belum sunat atau berkhitan, maka akan dianjurkan untuk melakukan khitan.
Mengapa hal tersebut harus dilakukan? Karena ini lebih mendekatkan kepada kebersihan, sehingga tidak tertinggal najis ketika membuang hadas kecil. Selain itu, khitan juga menjadi salah satu kewajiban bagi orang tua muslim kepada anak-anaknya. Oleh karena itu, dengan berkhitan maka syariat Islam juga turut disyiarkan.
Dalam pelaksanaan khitan yang sudah dianjurkan adalah pelaksanaan khitan tersebut sedangkan perayaan dalam khitan menjadi tidak masalah jika tidak bisa melakukannya. Nah, bagi sahabat yang ingin memahami lebih jelas mengenai khitan, yuk mari simak pendapat dari Ibnu Qoyyim rahimahullah dalam kitab yang dinamakan "Tuhfatul Maudud Fi Ahkamil-Maulud".
Di dalam kitab tersebut dituliskan bab khusus berbicara mengenai khitan dan juga hukumnya dikutip dari islamqa.info, berikut ini adalah penjelasannya :
Apakah Khitan itu?
Ibnu Qoyyim mengatakan : "Khitan adalah nama dari perilaku orang yang sunat. Ia adalah masdar (kata benda) seperti kata 'Nizal dan Qital' dinamakan juga tempat berkhitan. Maka ada hadits, "Ketika bertemu dua khitan (kemaluan maksudnya jima'), maka dia harus mandi." Kalau untuk wanita dinamakan 'Khifzhon'.
Lantas, Sejak Kapan Dianjurkan untuk Berkhitan?
Khitan itu masih menurut Ibnu Qoyyim adalah sunnahnya Nabi Ibrohim dan para nabi setelahnya.
Kemudian, Ibnu Qoyyim kembali mengatakan : "Khitan termasuk perangai yang Allah Subhanahu ujikan kepada Ibrahim kekasih-Nya, dan beliau melaksanakan dan menyempurnakan sehingga dia dijadikan sebagai Imam untuk seluruh manusia. Telah diriwayatkan bahwa beliau yang pertama kali berkhitan seperti yang telah disebutkan. Yang ada dalam shoheh, Ibrahim berkhitan ketika berumur delapan puluh tahun. Dan khitan berlanjut pada para rasul dan para pengikutnya. Sampai Masih (Isa) juga berkhitan. Dan orang Kristen mengakui akan hal itu tidak menolaknya. Sebagaimana mereka juga mengakui keharaman daging babi," Tuhfatul Al-Maudud, hal. 158-159.
Lalu, Apakah Hukum Berkhitan itu?