Dampak dari pesatnya perkembangan teknologi dibarengi dengan pandemi COVID-19 di dunia telah mendisrupsi berbagai industri di Indonesia termasuk sektor logistik. Memasuki era Society 5.0, saat ini masyarakat Indonesia lebih senang belanja daring, menggerakan stay at home economy, dibandingkan harus beli kebutuhan secara luring. Disrupsi inilah yang akhirnya membuat industri logistik di Indonesia menggeliat.Â
Hal ini juga tak lepas dari pertumbuhan e-commerce di Indonesia yang terus melonjak setiap tahunnya. We Are Social pada April 2021 melansir jika pengguna e-commerce Indonesia adalah yang tertinggi di dunia dengan capaian 88,1 persen mengungguli Inggris, Filipina, Thailand dan Malaysia. Terlebih lagi saat ini pasar e-commerce Indonesia diwarnai oleh perusahaan besar seperti Tokopedia, Shopee, Lazada, Bukalapak, Blibli.com, JD.id, Zalora dan masih banyak lainnya.Â
 Dengan jumlah penduduk yang mencapai 260 juta jiwa, tak heran kalau Indonesia menjadi pasar e-commerce yang paling 'seksi' di Asia Pasifik. Potensi inilah yang membuat transaksi e-commerce Indonesia diprediksi akan mengalami kenaikan mencapai 50 persen di Asia Tenggara pada 2025 mendatang. Menurut laporan dari ISEAS Yusof Ishak Institute Agustus 2021, transaksi e-commerce di Indonesia saat pandemi saja mengalami lonjakan 23 persen dengan gross merchandise value (GMV) mencapai US$ 32 miliar. Angka yang sangat luar biasa bukan?
E-commerce dan industri logistik adalah satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Karena dalam proses bisnis e-commerce, ada dua hal esensial yang dicakup oleh logistik yaitu sourcing dan delivery. Sourcing dibutuhkan untuk mendapatkan dan mengumpulkan barang-barang dari supplier atau merchant untuk diperdagangkan secara daring. Sementara delivery adalah proses mengirimkan barang kepada pelanggan agar memenuhi tenggat waktu.Â
Inilah momen kebangkitan industri logistik di Indonesia! Di era industri 4.0, sektor logistik Indonesia terus mempercantik diri untuk menyambut era Society 5.0 yang sudah di depan mata. Dampak dari digitalisasi rupanya membawa perubahan sektor logistik Indonesia ke arah yang lebih baik. Dalam peringkat Logistics Performance Index (LPI), penilaian logistik Indonesia menempati posisi 75 pada 2010. Sementara pada 2018 angkanya melesat naik menjadi menjadi 48. Di ASEAN, Indonesia berada di posisi lima di belakang Singapura, Thailand, Vietnam dan Malaysia. Posisi tersebut diprediksi akan terus membaik seiring dengan digitalisasi sektor logistik Indonesia di era digital.Â
Namun sektor logistik sempat mengalami pasang surut pada awal era pandemi semester awal 2020 silam. Menurut data dari Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), semua perusahaan logistrik di Indonesia mengalami 50 persen penurunan transaksi. Bahkan dalam periode yang sama, penurunan volume logistik pun mencapai 60-70 persen karena saat itu pemerintah mengambil kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mencegah penularan COVID-19. Namun di satu sisi, layanan logistik business-to-consumer (B2C) dan customer-to-customer (C2C) justru mengalami pertumbuhan meskipun skalanya kecil karena adanya peningkatan transaksi pengiriman makanan dan pasokan medis meskipun ada pembatasan sosial berskala besar.
Saat ini logistik Indonesia memasuki era baru akibat pandemi. Perusahaan logistik mau tak mau harus memutar otak untuk melakukan proses digitalisasi secara maksimal dan melakukan inovasi dengan memanfaatkan teknologi Internet of Things (IoT), big data, cloud dan Artificial Intelligence (AI). Bahkan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Eric Thohir sangat mendukung digitalisasi rantai pasok logistik dalam rangka memulihkan ekonomi nasional pasca pandemi COVID-19 yang mewabah sejak Maret 2020. Terlebih lagi, masyarakat Indonesia tetap akan mempertahankan stay at home economy sebagai tren di masa mendatang.Â
Dikutip dari McKinsey (2016), proses digitalisasi rantai pasok memungkinkan perusahaan untuk memenuhi keinginan pelangganan, mengatasi kendala di sisi pasokan dan meningkatkan efisiensi dari proses pasokan itu sendiri. Artinya, jika rantai pasok sudah merambah digital makan proses logistik akan lebih cepat, efisien, fleksibel, pengiriman barang jadi lebih cepat dan akurat. Terlebih lagi McKinsey juga memprediksi jika transaksi e-commerce akan mencapai 1,6 miliar transaksi pada 2022.Â
Peluang Digitalisasi Sektor Logistik