Seperti biasa selesai UAS, para guru disibukkan dengan urusan "membuat" nilai.
Sebenarnya jika semuanya berjalan sebagaimana mestinya, guru tidak perlu dipusingkan dengan urusan penilaian karena itu adalah kegiatan rutin. Tetapi yang terjadi dilapangan sangat jauh dari yang namanya ideal. Sebagai guru matematika saya selalu di hadapkan pada dilema memberi nilai. Sekolah menetapkan KKM minimal harus 70, sementara intake siswa sekolah pinggiran seperti di SMP saya agak rendah karena selalu mendapat siswa "sisa" dari sekolah yang di anggap unggulan. Justru karena intake siswa yang rendah itulah maka sekolah menerapkan strategi KKM harus tinggi supaya nilai raport juga tinggi yang pada akhirnya untuk membantu siswa dalam nilai akhir sekolah.
Seperti diketahui kelulusan siswa ditentukan oleh 60% nilai UN dan 40% nilai raport semester I sampai semester V. Dengan KKM yang tinggi maka nilai raport otomatis juga tinggi karena sekolah mewajibkan nilai tidak boleh dibawah KKM terutama untuk kelas 9. Â Akibatnya siswa yang nilai UAS hanya 30 harus jadi nilai raport 71. Caranya? Nilai Ulangan Harian dibuat setinggi mungkin sapai tidak masuk akal. Mana mungkin nilai UAS 30 tetapi nilai UH 90?
Apa mau dikata? Akhirnya idealisme yang semula tinggi lama kelamaan menjadi tergerus oleh sistem yang mengharuskan guru untuk 'KORUPSI" nilai.......
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H