Mohon tunggu...
Kikis Istianta
Kikis Istianta Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Kritik

22 Maret 2017   16:10 Diperbarui: 22 Maret 2017   16:17 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Nah loooo...ayo yang suka mengkritik, kritik boleh asal kasih solusinya, sepertinya hal itu lebih bijak dilakukan daripada kita hanya mengkritik saja. memang perkembangan  media sosial membuat kita menjadi semakin mengerti bagaimana kondisi diluaran sana, banyak sekali yang cuma omdo, omong doang, kritik sna kritik sini, seolah olah dia sendiri yang bisa. Bener kan? 

Kehidupan kita juga kaya gitu, sering lho mengkritik dengan seenaknya saja, ini mestinya begini , ini mestinya begitu, tapi ... tanpa solusi. Dan inilah yang saya pikirkan. Kenapa kita suka ngkritik, padahal kita sendiri aja ndak becus urus kerjaan kita sendiri. Kalau kita sudah becus urus kerjaan kita sendiri , tentu kita tidak akan kasih kritik tanpa solusi. Suatu saat, pertemuan dengan beberapa partner kerja diadakan bukan karena kita membahas kita mau ngrancang apa, planningnya apa, targetnya bagaimana, justru kita membahas masalah yang sedang timbul karena tidak ada perencanaan. Nggak salah sih kita bahas masalah, namun kalau mau dicermati masalah biasanya muncul karena nggak ada perencanaan. Bukan sekali dua kali, namun sering sekali hal ini terjadi, so apa yang sebenarnya terjadi ? 

Salah satu hal yang saya amati adalah berubahnya habit atau kebiasaan menjadi satu budaya, dan ternyata memang benar, karena dibiasakan, kemudian dibiarkan, kemudian jadi budaya, dan kita harus menghapus semua budaya itu dengan waktu yang singkat. Jelas tidak bisa, komunitas kita ini butuh yang namanya komunikasi,. Bagaimana komunikasi bisa jalan kalau dalam meeting rutin nggak ada yang ngomong, seolah olah semua sudah dijalankan dengan benar, namun kenyataannya salah. Coba bisa dibayangkan. Jadi temuan saya berikutnya adalah apakah mereka menyadari dan mengerti apa yang menjadi tanggngjawabnya? kemudian yang lain, apakah mereka sadar dengan apa yang seharusnya dijauhi, bagaimana resikonya, dan itu yang seringkali luput dari pengamatan. 

Seringkali ketika masalah muncul, yang muncul dalam pikiran adalah punishment, sanksi, tapi, apakah itu menyelesaikan masalah? Kalau menyelesaikan masalah dan dijamin tidak terulang apakah cukup begitu? Kerugian secara materi bagaimana? Perlu ada solusi ke depan yang lebih baik, tidak sekedar ABS , tidak sekedar sementara, perkara kecil lah yang menyebabkan kita tersandung, mulai dari coba coba hingga ketagihan membuat kita jadi lupa daratan. 

Salah satu hal yang muncul dalam pikiran saya adalah mewujudkan komunikasi dalam bentuk yang nyata, mulai dari ngobrol ngobrol, mulai dari hal hal kecil, kesalahan kecil, mengkoreksi, memberitahu cara yang benar, ya bukan hanya basa basi, tapi ini penting, karena tidak semua bisa melakukan hal ini. Apalagi yang ada di bagian atas, mana mau mereka berbuat seperti ini? 

Sedikit banyak tulisan ini menjadi inspirasi bagi saya untuk lebih mengembangkan diri untuk menjadi lebih berguna bagi orang lain. 

Salam Kompasiana!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun