Mohon tunggu...
Rizki Ramadhannisa
Rizki Ramadhannisa Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Ordinary Girl

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

[FFA] Hadiah yang Sebenarnya

18 Oktober 2013   15:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:22 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

No peserta 422

Dikisahkan pada suatu negri yang dipimpin oleh seorang raja, terdapat sebuah sekolah ksatria. Tempat dimana para calon ksatria  masa depan kerajaan mengasah kemampuan mereka dari kecil hingga dewasa dalam membela diri dan menjadi seorang pemberani.

Di sekolah itu terkenal empat orang murid berprestasi, bukan hanya disekolah mereka juga banyak dikenal rakyat kerjaan. Mereka bernama Alda, Liesa, Steve, dan Rubert. Mereka selalu berhasil menyelesaikan tugas yang diberikan pelatih dengan baik dan sempurna. Namun, tidak seorang pun tahu bahwa mereka memiliki sifat yang buruk.

Alda, adalah seorang putri kerajaan sebrang yang kaya raya dan sangat cantik. Namun ia jarang tersenyum dan pemarah, seringkali ia berprasangka buruk terhadap orang lain. Ia menganggap semua orang adalah orang jahat dan tak satupun manusia yang dapat ia percaya, walau itu orang tua ata saudaranya sendiri.

Tidak jauh berbeda dengan Alda, Liesa pun berasal dari keluarga yang kaya. Ia adalah putri seorang saudagar terkenal di negri itu. Liesa yang manis pun memiliki sifat yang sangat buruk. Liesa sangat suka berbohong. Seringkali ia menutupi kesalahannya dengan berbohong dan menyalahkan orang lain atas apa yang telah ia perbuat.

Steve adalah anak raja di negri itu. Namun Steve tumbuh menjadi anak laki-laki yang pelit, ia tak peduli bahwa dirinya adalah seorang pangeran yang seharusnya menjadi contoh bagi teman-temannya. Ia tidak pernah mau berbagi dengan teman-temannya dalam segala hal. Ia merasa selalu dirugikan dalam berbagi sesuatu.

Dan Rubert, Rubert tidak seberuntung Alda, Liesa dan Steve. Rubert berasal dari keluarga miskin pesisir pantai kerajaan, ayahnya adalah seorang nelayan dan ibunya telah meninggal dunia sejak ia lahir. Rubert adalah anak laki-laki yang ramah, namun ia suka mencuri. Sebab, ia ingin mempunyai benda yang sama harganya dengan ketiga temannya yang kaya raya itu. Hebatnya, tak seorang pun tahu kecuali mereka berempat bahwa Rubert adalah pencuri yang handal.

Berita tentang pretasi mereka pun terdengar oleh raja , dan raja pun berniat memberikan mereka hadiah dan penghargaan, namun dengan satu syarat. Mereka harus menyelesaikan sebuah tugas mencari harta karun dihutan tanpa senjata dan dengan perbekalan yang sedikit. Mendengar hal itu, mereka berempat pun sangat senang dan bersemangat.

Hingga tibalah hari dimana mereka harus melaksanakan tugas itu. Mereka berkumpul di depan jalan masuk kehutan dan bersiap untuk memulai perjalanan.

Ketika sedang bersiap-siap mereka melihat seorang anak laki-laki kecil berlarian sambil tertawa cekikikan melewati mereka. Dan lima menit kemudian disusul oleh seorang anak perempuan yang sedang berlarian juga, anak perempuan itu terlihat lelah dan ter engah-engah lalu menghampiri mereka “umm.. maaf kakak-kakak.. apakah kalian melihat seorang anak laki-laki kecil lewat dari sini?” tanya anak itu “tidak, kami tidak melihatnya..” jawab Liesa dengan sombong, “uhh.. kalau begitu, bolehkah aku meminta seteguk air kakak-kakak? aku sangat lelah sedari tadi mencari adik laki-laki saya..” Pinta anak perempuan itu dengan iba “Tidak!! Enak saja, untuk kami saja belum tentu cukup!!” Jawab Steve dengan lantang, anak perempuan itu pun terkejut mendengar bentakan Steve. Ia tahu bahwa Steve adalah seorang pangeran, dan ia tidak menyangka bahwa Steve bersikap seperti itu “Heh, apa kau tidak dengar mereka??? pergilah!! Atau jangan-jangan, Kau mau mencuri ya!?” bentak Alda, mendengar hal itu anak perempuan tersebut segera meninggalkan mereka dan tidak sengaja menjatuhkan sebuah liontin emas yang sangat indah. Melihat liontin tersebut Rubert mengutip dan langsung menyimpan benda itu didalam sakunya. Ia takut anak perempuan itu sadar dan kembali untuk memeriksa liontin itu.

Mereka pun masuk ke dalam hutan dan menempuh perjalanan berhari-hari mengikuti petunjuk pada peta yang diberikan oleh raja. Mereka sepakat untuk bergantian dalam menyimpan peta setiap harinya. Hingga pada suatu hari ketika Liesa mendapat giliran untuk menyimpan, peta tersebut hilang. Namun,  Liesa tidak mau mengakui kelalaian nya.

Mereka pun memutuskan untuk melanjutkan perjalanan tanpa peta, sampai pada saat mereka menemukan empat arah jalan yang berbeda. “lewat sini” ucap Alda dengan tegas sambil menunjuk ke jalan yang paling kanan dari ke empat jalan tersebut, “heii.. aku rasa Lewat sini” Ujar Leisa menunjuk ke arah jalan disebelahnya “Tidak teman-teman, aku rasa lewat sini?” ujar Steve tidak mau kalah dengan pilihan jalan yang lain, dan ternyata Rubert pun punya pendapat lain “loh? Kenapa gak pilih jalan yang ini saja? Sepertinya lewat sini”. Mereka pun terus memperdebatkan tentang jalan yang akan mereka pilih, tak satupun mau mengalah “Cukup!!” sergah Alda, “Aku tahu! Ada yang tidak beres!! Pastii. Pastii kau berbohong kan Leisa!! Pasti peta itu tidak hilang!! Kau membohongi kami, iya kan!” bentak Alda kepada Leisa “apa maksudmu?? Untuk apa aku melakukan itu semua!!” jawab Leisa tidak kalah marahnya “tentu saja untuk mendapatkan hadiahmu sendiri!! Kau tidak mau membaginya dengan kami!!” tambah Steve “Lalu kenapa aku memberitahu pada kalian jalan jika aku ingin hadiah itu untukku sendiri, lagi pula aku bukan anak yang pelit seperti mu Steve!” Jawab Leisa lagi dengan lantang “sudahlah teman-teman, tidak ada gunanya berdebat.. mengapa kita tidak mempercayai satu sama lain dan melanjutkan perjalanan ini?” imbuh Rubert dengan tenang “ahhh.. jangan-jangan kau Rubert.. ” ucap Alda dengan nada curiga “apa?? Apa maksudmu Al?” tanya Rubert dengan heran “maksudku kau!! Kau pencurinya !! iyakan!! Mengaku sajalah! Kami semua juga tahu kau itu miskin dan memerlukan uang, apalagi kau adalah pencuri yang sangat handal! kau pasti mencurinya dari Liesa iya kan!!?” Rubert pun terkejut tidak menyangka Alda teman baiknya sanggup menuduh dirinya dengan begitu kejam “CUKUP SUDAH!! Ya aku memang miskin dan pencuri! Tapi aku tidak mencuri peta itu dan aku tidak berbohong! jika kalian tidak mau mengikuti ku dengan jalan pilihanku, pergilah dengan jalan kalian masing-masing!! Semoga kalian berhasil!!” Rubert berjalan ke arah jalan yang ia tunjuk sedari tadi. Begitu juga dengan Alda, Liesa dan Steve, mereka menempuh perjalanan dengan arah yang berbeda.

Lama berjalan Rubert mulai kelaparan, namun perbekalan yang ia bawa telah habis. Ia meneruskan perjalanan sambil mengharap keajaiban, dan keajaiban pun muncul kira-kira beberapa langkah dari tempat ia berdiri sekarang. Terdapat kebun anggur yang begitu terawat, berdiri pula rumah sederhana disamping kebun itu. Ia pun berniat untuk memetik beberapa buah dari kebun itu, namun ia mengurungkan niatnya ketika melihat seorang lelaki kekar sedang memperhatikan anak laki-laki yang menyirami pohon anggur itu. Rubert terus memperhatikan mereka dan melihat lelaki kekar itu memberikan satu kantung penuh anggur kepada anak itu setelah ia selesai menyirami beberapa pohon anggur. Rubert  menyimpulkan lelaki itu adalah pemilik kebun, dan anak itu bekerja untuknya. Niat jahat pun terbersit dikepala Rubert, ia berfikir untuk mencuri anggur anak tersebut karena ia takut untuk mencuri langsung di kebun tersebut. Ia pun menyusun rencana, ia menunggu lelaki itu masuk ke dalam rumah dan ketika anak kecil itu lewat didepannya ia merampas kantong itu secara cepat dan langsung berlari ke arah ia datang sebelumnya yang kemudian diikuti teriak tangis anak laki-laki itu, mendengar jeritan anak itu sang lelaki kekar keluar dari rumahnya sambil membawa kapak besar yang mengerikan. Rubert menoleh dan melihat lelaki itu mulai mengejarnya. Rubert pun berlari dan berlari, secepat seperti ia mencuri di pasar. Ia berharap lelaki kekar itu segera lelah namun lelaki itu begitu kuat dan terus mengejarnya, tanpa pikir panjang Rubert melemparkan se kantung anggur itu ke arah pria tersebut dan pria itu pun berhanti mengejarnya. Dan ini lah pertama kalinya Rubert menyadari bahwa mencuri adalah hal yang sangat buruk. Ia terus berlari sambil mulai mengeluarkan air mata.

Di tempat lain, Steve yang lapar juga menemukan sebuah kebun. Berbeda dengan Rubert, Steve menemukan kebun pisang yang sangat luas dan ada sebuah rumah pula disebelahnya. Steve heran melihat kebun tersebut, begitu luasnya namun ia tak melihat satu pekerja pun disana. Yang ia temukan hanyalah seorang wanita tua yang sedang memanen pisang. Steve yakin wanita itu adalah sang pemilik kebun, Steve pun menawarkan bantuan kepada wanita itu berharap mendapat imbalan, namun wanita itu tidak memperdulikannya dan terus bekerja. Steve tidak menyerah,  ia memperhatikan dan mempelajari sendiri cara memanen pisang tersebut. Tanpa menghabiskan waktu yang lama ia sudah lihai dalam mengerjakannya. Dengan tekun ia memanen pisang-pisang yang berbuah dan meletakkannya di tempat yang telah disediakan oleh wanita itu. Ada ratusan pohon yang telah ia panen, hingga membuatnya sangat lelah dan ingin pingsan. Setelah semua selesai, ia menghampiri wanita tua itu dan meminta imbalan atas apa yang telah ia lakukan. Namun wanita tua itu lagi-lagi tidak memperdulikannya, wanita itu hanya diam dan diam. Steve pun mulai marah dan membentak wanita tua itu “hei wanita tua!! Tahukah kau bahwa aku adalah seorang pangeran di negri ini! Beraninya kau membuatku memohon!! Sekarang aku tau kenapa tidak ada yang mau membantumu merawat kebun ini! Karena kau sangat-sangat pelit!!” wanita tua itu tetap tidak menjawabnya, hingga seekor kera datang menghampiri mereka. Wanita itu melempar satu kantong penuh pisang ke arah kera tersebut , kera itu pun mengambilnya dan beranjak pergi. “Aku tidak memintamu untuk menolong ku anak muda, namun terima kasih telah membantu” ujar wanita tua dengan tenang dan tersenyum lembut. Iapun masuk ke dalam rumah, disusul oleh beberapa ekor kera yang tiba-tiba berdatangan membantunya membawa masuk seluruh hasil panen kedalam rumah. Steve tercengang melihat apa yang baru saja terjadi, ia pun beranjak pergi berjalan ke arah ia datang sebelumnya sambil menangis kelaparan. Ia menyadari dan menyesali sifat pelitnya selama ini, dan ia merasa semakin lama dunia semakin gelap. Ia merasa tertidur, dan tiba-tiba terbangun melihat seekor kera diatas tubuhnya dengan sekantung penuh buah pisang. Perlahan ia mulai menyadari, bahwa tadinya ia pingsan. Steve berusaha untuk bangkit, kera itu pun turun dari tubuhnya dan meninggalkan pisang –pisang itu untuknya. Dengan begitu lahap ia menyantap pisang pemberian kera tersebut dan menyisakannya sedikit untuk bekal diperjalanan. Stevepun memutuskan untuk kembali pulang dan keinginan atas hadiah-hadiah dari ayahnya telah hilang begitu saja, ia berjalan pulang dengan perasaan bercampur aduk.

Liesa yang terakhir kali menyimpan peta hutan, sedikit banyak masih ingat detail peta tersebut. Liesa ingat, ia membaca bahwa mereka seharusnya menemukan sebuah kebun apel yang luas. Sambil terus mengingat ia melanjutkan perjalanan, Di tengah perjalanan ia bertemu dengan seorang anak perempuan dan bertanya “hi.. permisi, aku ingin bertanya.. bisakah kau menunjukkan arah menuju kebun apel yang luas disekitar sini?” anak perempuan itu pun menjawab “oh tentu, dari sini kau hanya perlu berjalan terus.. lalu ketika menemukan tiga jalan ambil jalan yang paling kiri” Liesa pun mengucapkan terima kasih dan mengikuti petunjuk si anak. Namun ketika ia menyusuri jalan selama satu jam, ia kembali bertemu dengan anak perempuan itu. Liesa pun bertanya dengan penuh penasaran “umm.. apakah kita pernah bertemu sebelumnya?” walaupun Liesa sangat yakin bahwa yang ada dihadapannya sekarang adalah gadis yang sama dengan yang sebelumnya ia temui “oh apakah aku mengenalmu? Tidak sepertinya kita tidak pernah bertemu.. ada yang bisa aku bantu?” anak itu menjawab dengan penuh keyakinan diwajahnya “oh begitukah? Umm.. ya aku ingin bertanya, tahukah kau jalan menuju kebun apel yang sangat luas disekitar sini?” tanya Liesa “oh tentu, dari sini kau hanya perlu berjalan terus.. lalu ketika menemukan tiga jalan ambil jalan yang paling kanan” Liesa pun tak lupa pula mengucapkan terima kasih dan mengikuti petunjuk itu, namun kejadian ganjil kembali terjadi. Lagi-lagi ia bertemu dengan anak perempuan itu, Liesa tetap bertanya apakah mereka pernah bertemu dan anak itupun selalu menjawab tidak. Berulang kali kejadian ini terjadi, Liesa tetap saja tidak yakin dengan dirinya hingga seorang wanita tua menghampiri mereka “Ana.. apa yang kamu lakukan disini?” tanya wanita tua itu kepada anak perempuan tersebut “perempuan ini memaksa ku untuk ikut dengan nya bu..” Jawab anak itu penuh kebohongan, “hheh..heii!! itu bohong, maaf nyonya tolong dengarkan aku.. aku hanya menanyakan arah menuju ke ladang apel yang luas di sekitar sini.. sungguh..” bantah Liesa dengan marah dan ketakutan “huufftt.. tidak masalah nona muda, aku mempercayaimu.. ana.. apakah kamu menipu orang-orang lagi dengan memberitahu arah yang salah?” tanya wanita tua itu lagi kepada anak perempuan yang mungkin saja anaknya “hahaha.. dia saja yang bodoh bu” jawab Ana sambil berlari menjauh dari mereka, Liesa tidak mampu berbuat apa-apa “maafkan aku nona muda, maafkan anak ku dia memang seperti itu.. aku merasa sangat bersalah” Liesa hanya tersenyum pahit, ia menyadari ia telah ditipu berkali-kali dan ia merasa bodoh karenanya. “oh, mengenai ladang apel.. aku sudah lama tinggal disini, dan sama sekali belum pernah mendengar tentang ladang apel.. aku rasa kau salah jalan nona muda..” Liesa tidak lagi bersemangat dengan ladang apel, harta karun, dan hadiah-hadiah raja. Yang Liesa inginkan sekarang hanyalah pulang dan memperbaiki diri, ia baru menyadari bahwa ditipu adalah hal yang begitu menyakitkan dan memalukan. Sambil berjalan kembali dan menghabiskan perbekalan ia terus merenung akan sifat buruknya itu.

Sedangkan Alda tidak menemukan kesulitan seperti teman-temannya, ia berhasil menemukan harta karun yang berisi permata tersebut dan kembali pulang. Di perjalanan pulang ia mampir di ladang stroberi yang ia temukan sebelumnya. Iapun menemui salah satu petani dan berniat untuk menukar buah stroberi dengan beberapa permata yang ia temukan, Alda begitu lapar dan rela menukar apa saja yang ia miliki demi stroberi-stroberi yang baru saja dipanen oleh petani stroberi tersebut. Alda pun mulai memilih stroberi yang ada, Alda begitu jeli dalam memilihnya ia berprasangka banyak stroberi yang busuk dan tidak sehat untuk dimakan. Hal ini membuang banyak waktu dan membuat sang petani stroberi tidak sabar melihatnya. Ia merasa Alda meremehkan hasil panennya “cepatlah nona, masih banyak yang harus aku kerjakan!” bentak petani itu “Berani sekali kau! Aku adalah putri dari seorang raja!! Tidak sepantasnya kau berteriak seperti itu ke arahku!” sergah Alda “Ketika kita lapar, kita menjadi manusia biasa! bukan petani, raja, ratu, pangeran ataupun putri!! Orang yang sedang lapar mampu berbuat apa saja, termasuk mencuri! Tidak perduli siapa dia, kaya atau miskin!” jawab sang petani dengan marah “apa maksudmu!? Kau menuduhku mau mencuri!!? Hah.. yang benar saja!” Alda pun tidak mau kalah dengan petani itu “tentu saja! Kalau kau memang lapar, kau tidak akan selama itu memilih stroberi-stroberiku!! Kau mau mencuri kan!! Hei teman-teman, nona ini ingin mencuri stroberi-stroberi segarku dengan alasan akan menukarnya dengan gelang permata !” petani stroberi itu mengadukan Alda kepada teman-temannya yang sedang sibuk memanen, para petani yang mendengarnya menatap Alda dengan berang. “apa-apaan kalian semua ha! Aku bukan pencuri, aku Putri yang terhormat!! Bukan pencuri, bukan petani hina seperti kalian yang suka sembarangan menuduh orang lain!!” mendengar hal tersebut para petani tersinggung dan marah, mereka mengepung Alda dengan raut wajah yang menyeramkan. Alda pun mulai merasa takut ia sadar ia takkan mampu melawan petani-petani yang rata-rata berbadan besar itu, ia pun memohon ampun kepada mereka. Mereka pun mengampuni Alda tetapi dengan syarat memberikan seluruh permata yang ia bawa untuk mereka. Dengan berat hati dan perasaan menyesal, Alda pun menyerahkan permata hasil jerih payahnya kepada para petani tersebut dan tidak mendapat imbalan apa-apa. Iapun kembali pulang tanpa membawa hasil, begitu pedih hatinya dan disepanjang jalan ia terus berfikir bahwa sikapnya yang selalu berprasangka buruk terhadap orang lain  itu sangat buruk dan merugikan.

Tak disangka dalam waktu yang bersamaan Alda, Liesa, Steve dan Rubert berjumpa ditempat mereka terakhir kali bertemu. Mereka pun berpelukan, meminta maaf satu sama lain dan menceritakan pengalaman masing-masing secara bergantian. Mereka pun beranjak pulang , namun tiba-tiba mereka mendengar suara tangisan anak perempuan dan mencari asal suara itu. Dan ternyata suara itu berasal dari anak yang pertama kali mereka temui didepan hutan, ia memeluk anak laki-laki kecil yang sebelumnya ia cari-cari kepada mereka Alda pun bertanya kepada anak itu “kau baik-baik saja?” anak itu sedikit kaget dan menjawab “uhh.. aku baik-baik saja..” ia terus memeluk anak laki-laki itu “lalu mengapa kau menangis seperti itu?” tanya Alda lagi “huu huu.. aku menjatuhkan liontin pemberian ibuku yang telah meninggal, dan aku tidak tahu dimana harus mencarinya” tangis anak itupun semakin pilu “ahh.. aku rasa aku tahu dimana kita dapat menemukannya.. iyakan Rubert?” imbuh Liesa kepada Rubert, Rubert pun teringat bahwa ialah yang telah mengambil liontin tersebut dan mengeluarkannya dari kantung celananya “ini gadis kecil, berhati-hatilah lain kali ya..” Rubert mengembalikan liontin itu dengan sopan dan lembut pada gadis itu “terima.. terima kasih banyak kakak.. kalian sangat membantu” gadis itu pun tersenyum ceria dan memeluk adiknya lebih erat. Steve pun teringat akan pisang yang ia simpan, dengan malu-malu Steve mengeluarkan beberapa buah pisang yang ia dapatkan dari kera-kera di hutan dan menyodorkannya pada anak perempuan itu “ini.. ambillah.. kalian terlihat sangat lapar” mereka pun tertawa bersama dengan riang gembira.

Mereka pun kembali ke istana, dengan ceria Steve menceritakan pengalaman mereka kepada Raja yang tak lain adalah ayahnya. Walau mereka tidak membawa sepotong permatapun, Raja tetap memberikan penghargaan kepada mereka atas kemuliaan yang mereka ciptakan dari diri mereka sendiri. Alda, Leisa, Steve dan Rubert pun menyadari, hadiah dari raja yang sesungguhnya bukanlah permata atau penghargaan tersebut. Melainkan pengalaman yang mengajarkan mereka untuk menjadi lebih baik dikemudian hari.

Selesai

NB : Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community

http://www.kompasiana.com/androgini

Silahkan bergabung di group FB Fiksiana Community:http://www.facebook.com/groups/175201439229892/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun