Mohon tunggu...
Wahyu Barata
Wahyu Barata Mohon Tunggu... Penulis - Marketing Perbankan

Wahyu Barata.Lahir di Garut 21 Oktober 1973. Menulis puisi, cerita pendek,dan artikel. Tulisan-tulisannya pernah dimuat di Sari Kata, majalah Aksara , Media Bersama, Kompas, Harian On Line Kabar Indonesia, beberapa antologi bersama, dan lain-lain.Kini bekerja sebagai marketing perbankan tinggal di Bandung.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gerhana Bulan

21 Maret 2022   13:00 Diperbarui: 21 Maret 2022   13:01 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bulan naik perlahan dari rumpun bambu. Cahayanya terang benderang. Putih bersih. Sekilas pucuk-pucuk bambu yang panjang-panjang itu seperti akan menusuk bulan. Daun-daunnya bergetar diusap semilir angin. Tengkuk terasa dingin. Sangat dingin. Menggigil. Banyak yang diingat dalam pikiran. Apakah perjalanan harus diteruskan atau dihentikan di titian bambu sebelum menyebrang menjalani cerita malam yang hitam bagaikan gerhana menutupi hati? Begitu kubertanya kepada diri sendiri. Terdengar suara Mang Sarpan yang mengantarku mengingatkan bahwa harus hati-hati menyebrang titian jangan sampai terperosok, sungguh titiannya hanya tiga batang bambu, meskipun selokannya kecil tetapi airnya deras tak pernah surut walau musim kemarau.

Suara Mang Sarpan agak gugup bercampur dengan hembus angin seperti yang sengaja mematahkan dahan kekhawatiran di hatiku. Kenapa harus kembali lagi kan sebelum ke sini hati sudah bulat ingin menemui Aki Suta orang yang bisa. Mang Sarpan menuntunku menyebrangi titian, lalu menepis-nepis daun singkong yang merimbuni jalan haluan dengan tongkatnya. Di jalan menurun terlihat atap rumah Aki Suta seperti yang tenggelam jelas tampak besar di bawah pohon bambu, berselimut kabut menerawang bulan. Bulan memperlihatkan keindahan alam di lembah, sawah subur menghijau, pohon-pohon kelapa melambai-lambai seperti kekasih yang merindukan. Ingat sewaktu di Sekolah Rakyat dahulu, suka senang menggambar pemandangan alam tetapi pohon-pohon pisangnya terbang semua kata guru menggambar. Langit dan tanah saat itu belum tergambar di alam pikiranku. Di sepanjang jalan Mang Sarpan tidak banyak bicara. Orang itu sangat membela, katanya hitung-hitung berterima kasih sudah dimasukkan bekerja ke pabrik oleh Bapakku, lalu dijodohkan ke Bi Imas pengasuhku sampai dinikahkan oleh Ibu Bapakku.

Bulan semakin menyorot seperti lampu bulat baru dibersihkan saat aku sampai ke rumah Aki Suta, menerangi tengah malam. Sekilas ada yang berkelebat seperti asap, awalnya membayang putih, semakin lama semakin menjelma, hitam menghampiri. Aku tak bisa bergerak atau berteriak waktu itu yang seperti asap memerangkap tubuhku. Hingga tidak ingat apapun.

                                      ***

Katanya kejadian itu sudah lewat sepuluh tahun yang lalu. Sekarang aku hanya bisa sekadar menatap bulan yang menyorot sambil mengusapi perut sendiri yang kempis. Maafkan Ibu, jabang bayi sudah menumbalkan diri ke batara kala untuk mencari bapaknya yang tidak bertanggung jawab. Di bulan ada anak kecil sedang main petak umpet dengan Nini Anteh. Di bulan ada anak menunggu. Aku ingin memangku anak itu. Aku mengejar-ngejar bulan. Terdengar suara orang ribut-ribut, "Orang gila!  Orang gila!"

Judul Asli : Samagaha Bulan, Cerita Pendek Mini berbahasa Sunda karya Syarifah Banuwati dari buku Kumpulan Carpon Mini Sunda Ti Pulpen tepi ka Pajaratan Cinta. Diterbitkan oleh Lembaga Kebudayaan Mekar Parahyangan dan Klub Pecinta Sastra Bandung bekerja sama dengan PT Kiblat Buku Utama, Bandung. Cetakan Pertama September 2002. Diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Wahyu Barata).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun