Beberapa tahun lalu, dari waktu ke waktu saya sangat menikmati eksotisme kota Bandung, sambil bersepeda menyusuri jalan-jalan dan tempat-tempat bersejarah, seperti seorang Priangan Planters (Pemilik Perkebunan di Priangan).
Biasa saya mulai di pagi hari pukul 07.00 WIB , dari titik nol kilometer kota Bandung. Alternatif lain, dari balai kota Bandung yang pada tahun 1819 merupakan koffie pakhuis (gudang kopi) milik Adries de Wilde (1781-1865), seorang tuan tanah dan Asisten Residen Priangan pada tahun 1812. Pada rahun 1927 gudang itu dirobohkan  untuk dibangun gemeente huis (gedung bakai kota), arsiteknya E. H. de Roo.
Di De Groote Postweg (Jl. Asia Afrika) saya mampir dulu ke Herbeg (pesanggrahan) Thiem milik CPE Loheyde (1825), yang kemudian menjadi bangunan bergaya Indische Empire Stijl dengan sentuhan gaya Greek Revival, rancangan arsitek C. P. Wolf Schoemaker dan juru gambar  Soekarno (kemudian menjafi Presiden Republik Indonesia pertama). Sejak tahun 1897 menjadi Hotel Preanger hingga sekarang.
Lalu saya mampir ke Hotel Savoy Homan yang antara tahun 1871-1872 masih berupa panggung, berdinding setengah bilik, bambu, dan papan, beratap rumbia, lalu disulap menjadi bangunan monumental bergaya Art Deco, arsiteknya A. F. Aalbers.
Penyusuran dilanjutkan ke Museum Asia-Afrika dan Gedung Merdeka (1895); tempat berlangsungnya konferensi Asia-Afrika) diteruskan ke alun-alun (1810 taman pertama di kota Bandung, Masjid Agung (1812; masjid pertama), rumah pendopo (1810; awalnya sebagai kantor The Founding Father of Bandung, Bupati Wiranatakusumah II), makam para bupati dan Raden Dewi Sartika, kawasan Pasar Baru (1906; pasar modern pertama pada jamannya, yang juga dikenal sebagai Chinatownnya Bandung).
Dari Groote Postweg perjalanan saya lanjutkan ke Koffie Fabriek AROMA Bandoeng di Jl. Banceuy 51 yang telah memproduksi kopi terbaik sejak tahun 1930-an milik Tan Houw Sian. Dari Kooffie Fabriek AROMA saya kayuh sepeda ke Jl. Braga sebab di sini eksotisme kota Bandung sebagai Parijs van Java  masih sangat kental.
Pada masanya Jl. Braga dikenal sebagai "The Most Fashionable Street in the East Indies", ada Toko Roti Hidangan, toko yang berdiri sejak tahun 1929 bernama Het Snoephui ini wisatawan dapat menikmati koasstengel atau mozaik kue khas tiko itu. Ada juga nasi goreng, bihun, bakmi, dan bistik.
Lalu saya mengunjungi Maiso Bogerjen (sekarang Kafe dan Restoran Braga Permai), restoran yang pernah disinggahi  para delegasi Konferensi Asia-Afrika (KAA). Di situ kita bisa menikmati bouboner (coklat kecil, bookke pootjes *(kaki kambing), botter staff, gevulae speculas, atau janbitjkoek.
Kemudian saya melanjutkan perjalanan ke Landraad (Gedung Indonesia Menggugat) yang dibangun pada tahun 1906 sebagai rumah tinggal dan di tahun 1917 berganti fungsi menjadi gedung pengadila, di mana Ir. Soekarno bersama rekan-rekannya Gatot Mangkupradja, Maskoen Soemadipoetra, dan Soepriadinata, diadili hakim pemerintah kolonial Belanda. Dan akhirnya saya berhenti di Balai Kota Bandung.
Masih banyak gedung-gedung, tempat-tempat makan, jalan-jalan, dan taman-taman bersejarah yang bisa dikunjungi, yang sampai kapanpun bisa dikenang. Bangunan-bangunan karya arsitektur kuno di Bandung sama unik dan eksotis dengan kuliner dan alamnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H