Pada saat Chairil Anwar muncul di panggung sejarah Sastra Indonesia sajak-sajaknya bernilai tinggi dengan nafas baru. Ia menggunakan Bahasa Indonesia yang hidup, berjiwa, dari bahasa percakapan sehari-hari yang dibuatnya bernilai sastra.
 Chairil Anwar segera mendapat pengikut, pembela, dan pendukung. Dalam waktu singkat muncul para penyair seperti Asrul Sani, Rivai Apin, Dodong Djiwapradja, Walujati, S. Rukiah, dan lain-lain. Sementara di bidang prosa Idrus memperkenalkan gaya bahasa dan penulisan baru, juga mendapat pengikut yang luas.
Sehingga pada masa itu banyak orang beranggapan kesusastraan baru telah lahir. Angkatan ini awalnya disebut "Angkatan Sesudah Perang", ada yang menyebutnya "Angkatan Chairil Anwar", "Angkatan Kemerdekaan",...Pada tahun 1948 Rosihan Anwar menyebut angkatan ini "Angkatan 45", sehingga menjadi populer dan digunakan namanya secara resmi oleh berbagai pihak.
Chairil Anwar semasa menjadi penyair banyak sekali membaca dan belajar mandiri, hingga membuahkan tulisan-tulisan matang, padat, Â berisi. Ia mulai muncul di dunia seni pada jaman Jepang dengan sifat eksentriknya, tidak mau dikuasai Kantor Pusat Kebudayaan.Ia berani menentang sensor Jepang sehingga selalu diincar polisi rahasia Jepang, Kempetai.
Meskipun pendidikannya hanya sampai MULO (sekolah menengah untuk anak-anak Belanda, Indo,bangsawan pribumi, dan orang-orang kaya,sekarang mungkin SMP), kecerdasan dan dorongan semangatnya mampu mengatasi berbagai bacaan, tidak dikuasai oleh apa yang dibacanya, tetapi berusaha menguasai apa yang dibaca.
Chairil Anwar tumbuh dan berkembang sangat pesat, dipengaruhi perubahan yang sangat cepat di sekitarnya, tubuhnua layu dengan cepat.
Chairil Anwar lahir di Medan tanggal 26 Juli 1922. Awalnya ia menterjemahkan puisi asing ke dalam Bahasa Indonesia, seperti Karang-Bekasi (dari karya Macleish), Huesca karya John Cornford (tidak begitu terkenal).
Sajaknya yang terkenal, dan merupakan semangat hidupnya, membersit dan individualistis.Dalam sajak "Aku" ia mengklaim dirinya binatang jalan dari kumpulannya terbuang. Rasa kebangsaan dan cinta tanah air terasa dalam sajak-sajaknya  Diponegoro, Karawang-Bekasi,Cerita Buat Dien Tamaela, Siap Sedia, Persetujuan Dengan Bung Karno,...
Chairil Anwar hidup sejaman dengan para pengarang dari Eropa dan Amerika Serikat seperti Archibald Macleish, W. H. Auden, John Steinbeck, T. S. Elliot, dan Ernest Hemingway. Ia pernah menterjemahkan beberapa karya mereka, atau menyadurnya, atau mencuri beberapa larik dan ungkapannya.Tetapi beberapa sajaknya terbaik menunjukkan ia telah bergerak sangat cepat ke masa depan, yang mungkin harus dicapai dengan bakat, semangat, dan kecerdasan tinggi.
Sajak-sajaknya Doa dan Isa menyiratkan perasaan keagamaan mendalam. Isa melukiskan kepercayaan Agama Nasrani, padahal Chairil seorang muslim, sajak ini ditulisnya untuk menghormatiW.J..S.Poerwadarminta,temannya yang beragama Katholik.
Sajak-sajaknya yang lain melukiskan renungan hidup, menyelami kehidupan, perasaan-perasaan manusiawi,cinta kasih, seperti Tuti Artic, Senja Di Pelabuhan Kecil, Cintaku Jauh Di Pulau, dan lain-lain. Hingga ia layak dianggap pelopor "Angkatan 45" bersama Idrus dalam Sastra Indonesia.