Kekhawatiran tersebut muncul ketika beredar informasi di berbagai media bahwa terdapat puluhan ribu kotak amal yang dimanfaatkan oleh kelompok teroris. Dilansir dari Kompas.com (17/12/2020) terdapat 20.068 kotak amal tersebar di 12 daerah yang diduga jadi modal pendanaan kegiatan jaringan teroris.
Hal tersebut disinyalir dapat menyurutkan niat masyarakat dalam memberikan kepedulian melalui kotak amal. Diketahui bahwa Indonesia merupakan Negara paling dermawan dalam arti peringkat pertama versi Charities Aid Foundation (CAF) World Giving Index tahun 2018. Meskipun pada tahun 2019 peringkat Indonesia naik menjadi peringkat ke 10, sedangkan posisi pertama diduduki oleh Amerika Serikat.
Kedermawanan masyarakat Indonesia dalam berdonasi dalam rangka mewujudkan kepedulian social sebagai upaya mengintervensi pemerintah menjadi modal besar menciptakan keadilan dan pemerataan sosial dan ekonomi. Bahkan setiap tahunnya setiap pengelola keuangan ummat atau filantropi keislaman dituntut untuk dapat mengentaskan kemiskinan minimal 1%.
Banyak kalangan berargumen bahwa dengan beredarnya diksi "kotak amal untuk teroris" lembaga pengelola filantropi keislaman akan kena dampaknya. Menurut UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, bahwa dalam rangka mencapai tujuan pengelolaan zakat dalam hal ini termasuk Infak dan Sedekah maka dibentuk Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS). Â Â
Pengelolaan zakat dimaksud meliputi perencanaan, penghimpunan, pendistribusian dan pendayagunaan. Masih menurut Undang-undang di atas bahwa untuk membantu BAZNAS dalam melakukan pengelolaan zakat, maka masyarakat dapat membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ).
Berdasarkan data BAZNAS, jumlah LAZ yang telah terdata resmi oleh BAZNAS berjumlah 87 lembaga. Jumlah tersebut terdiri dari 27 LAZ skala Nasional, 19 LAZ skala Provinsi dan 41 LAZ skala Kabupaten/Kota.
Jumlah LAZ yang tidak sedikit dan diprediksi masih banyak LAZ yang belum terdata resmi oleh BAZNAS, maka disinilah yang menjadi titik permasalahan. Sebagai upaya filterisasi dalam hal pemberian rekomendasi pembentukan LAZ, maka BAZNAS telah mengeluarkan Peraturan Badan Amil Zakat Nasional (PERBAZNAS) No. 3 Tahun 2019 tentang Tata Cara Permohonan Rekomendasi Izin Pembentukan dan Pembukaan Perwakilan Lembaga Amil Zakat sebagai penyempurna dari PERBAZNAS No. 2 Tahun 2014 tentang Pedoman Tata Cara Pemberian Rekomendasi Izin Pembentukan Lembaga Amil Zakat.
Regulasi secara umum telah dibentuk, pengaturan telah diatur dalam hal ini oleh Kementerian Agama dan pengendalian pengelolaan zakat dipegang oleh BAZNAS. Elemen-elemen pendukung untuk menciptakan tata kelola keuangan Zakat, Infak dan Sedekah (ZIS) telah tersedia dan berjalan meski belum maksimal. Bahkan BAZNAS dalam hal ini baik ditingkat Pusat, Provinsi, Kab/Kota dan LAZ skala Nasional, Provinsi dan Kab/Kota diwajibkan melaporkan keuangan yang telah diaudit. Audit dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik dan Audit Syariah.
Dimungkinkan kasus ini merupakan bukti bahwa masih banyak di luaran sana yang mengcover kegiatan penghimpunan ZIS dalam balutan Lembaga Amil Zakat yang memang belum terverifikasi dan diresmikan oleh lembaga terkait dalam hal ini Kementerian Agama dan BAZNAS.
Masyarakat akan lebih waspada dengan terkuaknya kasus ini, tentunya menyalurkan ZIS melalui lembaga-lembaga resmi yang telah sah menurut legal formal. Kedermawanan masyarakat Indonesia tetap dapat berjalan walau masih banyak keraguan yang tersimpan.
Tetap berdonasi, tetap wujudkan kedermawanan, tentunya melalui lembaga-lembaga resmi agar potensi penghimpunan Zakat, Infak dan Sedekah di Indonesia dapat digali secara maksimal untuk kesejahteraan mustahik dan pengentasan kemiskinan.