Bagaimana mungkin hanya karena iri, seorang perempuan bisa menganiaya anak kecil? Walau bukan anak kandung, tidak selayaknya seorang ibu membuat anaknya menderita, apapun alasannya. Karena seorang anak mempunyai hak untuk hidup bahagia, bagaimanapun kondisi orangtuanya. Angka kasus penganiayaan dan kematian terhadap anak di Indonesia masuk kategori kritis. Berbagai macam kekerasan pada anak, baik fisik maupun seksual meningkat tajam. Orangtua menyalahkan teknologi, lingkungan menyalahkan keluarga, dan masryarakat menyalahkan pemerintah. Apa yang melatarbelakangi terjadinya kasus-kasus ini?
Berangkat dari keprihatinan inilah, Citra Visual Sinema mengakat tema kekerasan pada anak melalui film. Menyambut Hari Anak Nasional yang jatuh pada tanggal 23 Juli 2016, Niken Septikasari selaku produser film mengatakan," Untuk Angeline, sebuah film inspiratif sebagai pembelajaran untuk bangsa ini khususnya orang tua supaya lebih dan makin lebih melindungi, menyayangi setulusnya.
 Agar tidak ada lagi anak-anak Indonesia yang mengalami tindak kekerasan fisik, mental apalagi sampai meninggal dunia". Film besutan sutradara Jito Banyu ini mengambil latar belakang kasus kematian Angeline di Bali. Sutradara patut diacungi jempol karena ketika ada adegan kekerasan tidak ditampilkan secara langsung, hanya melalui pencitraan suara dan bayangan. Hal ini sangat baik agar tidak ditiru oleh anak-anak.
Presscreening dan gala premier film Untuk Angeline dilakukan di bioskop XXI Plaza Senayan, Kamis 21 Juli 2016. Gala premier dilaksanakan bersamaan dengan penganugerahan Untuk Angeline Award, sebagai bentuk apresiasi pada para tokoh yang peduli pada perlindungan dan kesejahteraan anak. Para penerima Untuk Angeline Award ini adalah : Kak Seto, Ibu Risma dan Ridwan Kamil. Film ini banyak mendapat dukungan dari berbagai pihak, salah satunya dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise, artis Dewi Hughes (berperan sebagai guru Angeline), Kak Seto, dll.
Tema film ini sebenarnya sederhana, namun krusial. Kematian Angeline menyentak berbagai pihak. Angeline, yang diperankan oleh Audrey (Angeline Kecil) dan Naomi Ivo (Angeline besar) adalah anak dari perempuan miskin, Samidah. Ketiadaan ekonomi memaksa Santo (suami Samidah) diadopsi oleh pasangan Jhon (Hans De Kraker) dan Terry (Roweina Umboh), dengan perjanjian mereka diperbolehkan melihat Angeline ketika berumur 18 tahun. Kasih sayang Jhon yang berlimpah pada Angeline ternyata membuat Terry cemburu, karena Kevin sebagai anak kandungnya tidak mendapat perlakuan yang sama.Â
Dan kematian Jhon akibat serangan jantung menjadi awal tragedi yang menimpa Angeline. Tidak diberi makan sepantasnya, rambut dan penampilan dibiarkan asal-asalan, bahkan harus makan makanan kucing. Kemarahan pada Angeline diluapkan dengan cara memukul, menendang, membentak, dan menyiram dengan air di kamar mandi. Bagaimana akhir dari perjalanan hidup Angeline dalam film? Apakah sama dengan kisah Angeline di dunia nyata?
Untuk Anda yang peduli pada pendidikan dan anak, wajib menonton film ini. Sebagai pembelajaran agar kita tidak melakukan hal yang sama. Sebagai antisipasi agar ketika terjadi kekerasan di lingkungan sekitar, kita cepat tanggap dan mengulurkan bantuan. Ketika terjadi ketimpangan sosial pada anak, kita peduli dan melakukan aksi nyata untuk menyelamatkan mereka.
Film ini didedikasikan untuk anak Indonesia. Tonton, selami ceritanya, dan ambil hikmahnya. Karena kadang kita harus belajar dari kejadian nyata terlebih dahulu, baru sadar akan kesalahan.
Jangan lupa ke bioskop tanggal 28 Juli 2016 ya. Salam film Indonesia ;)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H