"Ketika Janji Punya Warnanya Sendiri"
Belum ada 10 menit dada saya terasa sesak. Baru mendengar lagu Afgan yang menjadi soundtrack film ini sudah membuat saya yakin film Pinky Promise pasti membuat saya menangis sampai selesai. Benar adanya.
Tahu nggak bagaimana rasanya sakit kanker? Bagaimana kalau rambut yang jadi mahkota kepala tiba-tiba hilang satu demi satu karena penyakit? Di saat yang sama kita masih berjuang meyakinkan diri untuk menerima kenyataan pahit? Sakit, perih, bahkan rasanya ingin mati ketika vonis itu datang. Tidak ada yang mau mati dalam keadaan tak sempurna fisik. Payudara terpotong, rambut rontok, mata cekung, bahkan berat tubuh akan turun sedikit demi sedikit. Semua perempuan ingin mati dalam keadaan cantik dan sempurna. Namun, jika lembaran putih dengan sederet angka dan kalimat media tertulis, apa yang bisa kita lakukan? Dunia ini hancur !!!
Tapi, bukan itu yang Rumah Pink inginkan, rumah yang dibangun atas dasar cinta dan peduli. Rumah Pink ingin kita kuat, bagaimanapun kondisi kita. Rumah Pink ingin kita tetap berjalan terus karena hidup bukan hanya untuk hari ini. Rumah Pink ingin kita bisa tetap jadi orang baik untuk orang sekitar, bagaimanapun kondisi fisik kita. Hidup harus terus berjalan karena selalu ada cinta yang akan mengiringi langkah-langkah pejuang kanker. Inilah pesan tersirat dalam film Pinky Promise, film tentang perjuangan perempuan tetap bertahan dan mendapatkan cinta kehidupan.Â
Pinky Promise bukan film kacangan. Ini bukti. Tangan dingin Guntur Soeharjanto mampu membuat ide sederhana tentang perempuan pejuang kanker menjadi film yang patut mendapat apresiasi. Bagaimana tidak? Film ini mampu menguras airmata bahkan untuk orang yang keras kepala sekalipun. Tante Anind (Ira Maya Sopha) sebagai pemain kawakan, menjadi tokoh inspirator. Berapa banyak perempuan yang bisa melajang, terkena kanker namun disaat yang sama masih memikirkan orang lain, bersama Rumah Pink? Petuah bijaksana Tante Anind membuat kita harus malu jika menyia-nyiakan kesempatan yang ada.
Tengok ketegaran Ken, seorang mahasiswi yang kena kanker di usia 19 tahun. Jika ini terjadi pada kita, apakah kita sanggup? Lihat bagaimana Nim harus mengatasi ketakutannya meninggalkan anak-anaknya jika mati? Lihat bagaimana seorang wanita simpanan bernama Baby harus merelakan payudaranya hilang dan menjadi WTS (Wanita Tetek Satu). Masih kurang bukti di depan mata apa artinya bersyukur memiliki tubuh yang sehat? Wah rasanya kalian harus menonton film ini. WAJIB !
Perempuan, buka matamu. Tidak lagi penting bagaimana bentuk tubuhmu, indahnya rambutmu, atau apa titelmu. Yang sulit dilakukan orang dewasa adalah FOKUS & BERANI JUJUR pada hati nurani sendiri. Ketika vonis itu datang, fokus bagaimana menyembuhkan sakitnya. Fokus bagaimana agar sisa hidup bisa dilalui dengan bahagia dan penuh syukur. Dan beranilah untuk jujur mengakui bahwa diri kita sakit dan membutuhkan bantuan untuk sembuh dan bertahan.
Luangkan waktu untuk melihat bagaimana Agni Pratista mengatasi gejolak kekecewaannya, resapi bagaimana Ken tetap semangat meski kanker menjadi bagian dari masa remajanya. Bagaimana nasihat Dea Ananda oada suaminya untuk mencari ibu yang baik bagi anak-anaknya. Atau tertawakan hidup bersama Alexandra Gutardo, wanita simpanan yang mampu mengocok perut penonton dengan kalimat banyolannya yang sekonyong-konyong.
Bagaimana akhir sebuah janji? Bagaimana nasib Rumah Pink? Bagaimana akhir perjalanan semangat Ken, Baby, Nim dan Tika? Adakah yang akhirnya kalah atau menang dalam pertarungan kanker? Siapakah yang mampu menjaga agar asa hidup tetap ada? Pinky Promise jawabannya. Sediakan waktu mulai tanggal 13 Oktober 2016. Jangan lupa sediakan sapu tangan cadangan ya, buat mengelap airmata yang banjir.
Salam #SejutaSemangat Demi Film Indonesia ;)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H