Saat kanak-kanak dulu, ada perasaan senang yang magis saat Ramadhan, bulan penuh berkah itu datang. Suasana bangun di waktu sahur, lalu makan sahur dengan keluarga, mendengar adzan Subuh dan berangkat pergi bersama teman-teman menuju Mesjid, setelah iru, biasanya, kita lebih senang bermain, sendau gurau, atau jalan berkeliling bersama hingga matahari terbit, baru kita pulang kerumah. Indahnya, sulit digambarkan. Apalagi suasana ceria menunggu bedug magrib.
Bergembira menyambut bulan Ramadhan sudah mendapat ganjaran yang besar yaitu, akan dijauhkan dari api neraka sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Nasa'i dinyatakan,Â
"Barang siapa yang bergembira akan hadirnya bulan Ramadhan, jasadnya tidak akan tersentuh sedikit pun oleh api neraka".
Kini, seiring beranjaknya usia tanpa sadar rasa senang itu mungkin makin sulit dirasakan. Sebagian diantara kita sibuk dan disibukan oleh banyak urusan. Sibuk mengurusi pekerjaan, keluarga, sekolah dan lain-lain.Â
Bahkan mungkin ada juga yang merasa ketika memasuki bulan suci dengan perasaan jengah, sedih lantaran waktu istirahat terganggu, fisik lemah di siang hari. Inna lillah. Semoga Allah menjauhkan perasaan itu. Sebab, itu adalah bagian dari bencana.
Lalu, bagaimana agar menumbuhkan lagi perasaan senang dan suka cita memasuki Ramadhan? Jawabannya tergantung seberapa dekat kita dengan Allah Swt.Â
Artinya, perasaan senang itu bisa kita jadikan ukuran, sedekat apa kita dengan Allah Swt. Jika kita dekat dengan Allah, maka Allah pun dekat pada kita. Sebaliknya, ketika memberi jarak maka Allah pun menarik jarak. Ketika itu pula, mungkin Allah tak hendak memberi perasaan senang dalam hati kita
Itulah di antara janji-Nya, "Jika kau datang pada-Ku dengan berjalan kaki maka Aku akan mendatangimu dengan berjalan. Jika kau mendekati-Ku sedepa, Aku mendekatimu sehasta".Â
Kenikmatan apalagi yang diharapkan makhluk selain rahmat dan ridho-Nya? Tak ada yang lebih besar dan lebih berharga selain itu.
Analoginya begini, bila ada seorang majikan dan pembantunya. Tak ada yang lebih nikmat dari pujian dan kerelaan majikan itulah, seorang pembantu menjadi rela melakukan apa saja untuk membuat sang majikan jatuh hati padanya. Jika hanya untuk ridho sang majikan manusia mampu melakukan apa saja untuk mengharap ridho Allah yang menciptakannya.