Mohon tunggu...
Kiki Daliyo
Kiki Daliyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswata

Penyuka film dan buku horor

Selanjutnya

Tutup

Politik

Semarak Perayaan Waisak bersama Ganjar Pranowo

5 Juni 2023   23:29 Diperbarui: 5 Juni 2023   23:43 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam kemarin, menjadi malam indah bagi semua orang, terutama umat beragama Budha. Pasca Covid-19 yang sebelumnya menyerang seluruh umat dibelahan dunia, hingga menyebabkan terhenti serta terbatasnya aktivitas mahkluk yang menghuni didalamnya (bumi), terutama ibadah.

Masih terekam dengan jelas, bagaimana pribadi ini merasakan sulitnya menunaikan ibadah secara berjama'ah. Kala itu, kota ku layaknya kota mati tak berpenghuni. Semua orang masuk dan bersembunyi dibalik pintu rumah demi menyelamatkan nyawa masing-masing.

Tempat-tempat ibadah terasa sunyi senyap. Hanya lantunan adzan yang bisa memecah keheningan kota. Biasanya, tempat ibadah umat beragama muslim itu terlihat penuh sebelum Covid melanda negeri ini.

Namun setelah Covid berhasil meluluhlantakkan dunia, tempat ibadah tersebut benar-benar sepi, hanya beberapa orang saja yang tetap menunaikan ibadahnya meski harus berjarak demi menaati protokol kesehatan.

Seperti itulah gambaran tempat ibadah kala Covid melanda negeri. Barangkali tak hanya masjid saja yang merasakan hal serupa, mungkin semua tempat ibadah juga demikian.

Misalnya saja seperti umat beragama Budha, yang baru saja melaksanakan rangkaian upacara perayaan Waisak 2567 BE. Mungkin masyarakat di Indonesia pun sudah tahu bagaimana perjuangan umat pemeluk agama Budha ini dalam menggelar hari rayanya.

32 biksu Thailand telah menempuh jarak sejauh 2.600 kilometer. Bermodal kekuatan kaki, mereka bersama-sama menyusuri panjangnya jalanan. Para biksu berjalan beriringan, wajah mereka tampak tulus nan ikhlas kala menempuh ribuan kilo aspal panas, yang tentunya akan meninggalkan bekas luka pada telapak kaki masing-masing.

Namun sejatinya usaha tak akan menghianati hasil. Derasnya keringat yang bercucuran, perihnya telapak kaki akibat tergesek aspal, sengatan panas serta dinginnya guyuran hujan, akhirnya terbayar sudah. Tibalah para biksu di Candi Borobudhur, kedatangan mereka pun berhasil menyita atensi masyarakat sekitar.

Keramah-tamahan warga saat menyambut kedatangan para biksu nampak tumpah ruah. Perasaan bangga, senang, bahagia pun bercampur menjadi satu. Mungkin perasaan demikian juga tengah dirasakan oleh para biksu, lantaran berhasil mengarungi jarak ribuan kilometer dengan tubuh yang tetap bugar. Semua itu dilakukan para biksu demi merayakan hari raya Waisak, setelah dua tahun sempat terhenti lantaran virus mematikan yang melanda dunia.

Puncak perayaan hari besar Waisak jatuh pada hari Minggu lalu. Sontak, kegiatan itu turut mengundang perhatian dari publik. Banyak masyarakat diluar daerah pun juga ikut meramaikan perayaan ke candi peninggalan Wangsa Syailendra itu.

Terlebih, acara tersebut juga dihadiri oleh pejabat-pejabat pemerintahan. Seperti Ganjar Pranowo sebagai Kepala Daerah Provinsi Jateng, kemudian terlihat juga Menteri Agama Yaqut Cholil, Menteri BUMN Erick Thohir serta Menteri Parekraf Sandiaga Uno. Kehadiran mereka ditengah-tengah geliat kehidupan warganya semakin menambah semarak perayaan Waisak.

Dalam menghadiri agenda meriah tersebut, ada cerita perjuangan dari seorang Ganjar. Kala itu, karena sangking padatnya jalanan, mengharuskannya berjalan kaki untuk sampai ke lokasi dengan jarak berkisar satu kilometer.

Biarpun diharuskan untuk menerjang ombak sekalipun demi tuannya (rakyat), akan tetap ia lakukan. Karena sejatinya Ganjar, sosok yang selalu mengupayakan kepentingan warganya, terlebih dalam hal menghargai perbedaan.

Tak perlu dipungkiri lagi, jika sosok Ganjar sedari dulu memanglah seorang pemimpin yang mampu menjaga, menghormati, merangkul serta menghargai perbedaan yang ada.  

Sebab dari toleransi itulah, kita bersama-sama saling berkomitmen dalam merawat NKRI serta mengamalkan nilai-nilai Pancasila di era gempuran perubahan dunia yang sangatlah cepat. Begitu pula dengan seorang Ganjar, meskipun ia seorang muslim, namun dirinya tak akan pernah menutup mata untuk tetap menghormati agama orang lain.

Mengulik perihal toleransi, pikiranku pun dibuat melayang untuk sekedar flashback pada momen dimana Ganjar tengah berada di kota yang mayoritas dihuni oleh penduduk pemeluk agama Nasrani.

Berkat toleransi Ganjar yang tinggi, membuat masyarakat Manado merasa nyaman akan kehadiran Ganjar. Bahkan, kedatangan Ganjar disela-sela hari libur mereka pun juga disambut hangat oleh masyarakat sekitar.

Tak hanya itu, belum lama ini Ganjar juga terlihat telah meresmikan Rumah Pembaharuan Kebangsaan (RPK). Dari sekian banyak provinsi di Indonesia, hanya Jateng yang pertama kali memiliki rumah seperti ini.

Dibangunnya Rumah Pembaharuan Kebangsaan, sebagai komitmen bersama etnis se-Indonesia agar bisa saling menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Selain itu, Ganjar pun juga kembali mengingatkan supaya RPK ini tak hanya dijadikan sebagai wadah pemersatu semata, melainkan juga dapat dipergunakan sebagai simbol perdamaian antar suku, agamar, ras serta golongan.

Bagi seorang Ganjar, keberagaman itu sudah menjadi Sunnatullah. Kebhinnekaan di Tanah Air telah termaktub pada lauhul makhfudz. Sehingga, setiap warga negara yang baik harus menjunjung semangat toleransi dalam benak masing-masing.

Dan setibanya dilokasi, Ganjar pun langsung diminta untuk menanggalkan tanda tangannya pada secarik kertas yang awalnya telah diteken oleh 3 Menteri yang menghadiri perhelatan itu. Muatan isi didalam kertas tersebut, berisikan dokumen mimpi besar mengenai kawasan Candi Borobudhur supaya bisa menjadi tempat pariwisata kelas dunia, hingga tempat ibadah teruntuk pemeluk agama Buddha seluruh dunia.

Mengetahui hal tersebut, sudah pasti mengundang gejolak direlung hati. Cita-cita warga Indonesia terutama warga sekitar candi pun akhirnya bisa tersenyum lebar lantaran candi di Indonesia akan Go International.

Kehangatan malam itu semakin terasa, ketika menjelang pelepasan lampion. Dalam kepercayaan umat beragama Waisak, pelempasan lampion dilakukan sebagai tujuan untuk menghilangkan hal-hal negatif dalam diri manusia, adapun sebagai usaha agar terwujudnya impian serta harapan dari setiap umatnya.

Pun dengan Ganjar beserta para Menteri, mereka ikut serta dalam menerbangkan lampion. "Semoga rakyat Indonesia sejahtera selalu," begitulah goresan huruf yang terukir didalam lampion yang diterbangkan oleh Ganjar dan kawan-kawan.

Setelah dilepasnya ribuan lampion, terlihat langit diangkasa berkilau lantaran siratan cahaya dari lampion yang saling berterbangan di udara. Malam itu, langit di kota Magelang nampak cantik nan mempesona. Jika disaksikan dari bawah, lampion-lampion tersebut tampak seperti bintang-bintang kecil yang menyebar seantero negeri.

Indahnya toleransi, semua suka cita tumplek blek menjadi satu. Begitu pula dengan Ganjar beserta masyarakat Indonesia yang selalu menghormati perbedaan. Karena sejatinya perbedaanlah, yang membuat kita termotivasi dan memiliki jiwa semangat untuk terus bersatu dalam suka maupun duka.

Harapannya, semoga agenda-agenda positif semacam ini bisa mendatangkan kemaslahatan bagi semua umat manusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun