Mohon tunggu...
Kiki Anggela
Kiki Anggela Mohon Tunggu... Mahasiswa Universitas Jambi

.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Independensi Lembaga Kejaksaan dalam Perspektif Teori Hukum Responsif

6 Desember 2024   16:24 Diperbarui: 6 Desember 2024   16:49 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Abstrak

Independensi lembaga kejaksaan merupakan elemen penting dalam mewujudkan sistem peradilan yang adil dan berintegritas. Artikel ini menganalisis independensi kejaksaan dengan menggunakan pendekatan teori hukum responsif yang dikemukakan oleh Philippe Nonet dan Philip Selznick. Teori ini menawarkan kerangka untuk memahami bagaimana hukum dapat berkembang dari tahapan represif ke otonom, hingga menjadi hukum yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Penelitian ini menemukan bahwa untuk mencapai independensi yang ideal, lembaga kejaksaan harus bergerak ke arah paradigma hukum responsif yang menempatkan kepentingan publik sebagai prioritas utama.

Kata Kunci: Independensi Kejaksaan, Teori Hukum Responsif, Kepentingan publik

Pendahuluan

Independensi lembaga kejaksaan merupakan prasyarat bagi tegaknya prinsip negara hukum (rule of law). Kejaksaan yang independen mampu menjalankan fungsi penuntutan secara profesional tanpa intervensi dari pihak manapun. Namun, dalam praktiknya, independensi kejaksaan sering kali terganggu oleh tekanan politik dan kepentingan pihak tertentu. Dalam konteks ini, teori hukum responsif yang dikemukakan oleh Philippe Nonet dan Philip Selznick menjadi relevan untuk menganalisis sejauh mana kejaksaan mampu memenuhi tuntutan masyarakat dan menjaga integritasnya sebagai institusi hukum.

Teori hukum responsif menawarkan tiga tahap perkembangan hukum: hukum represif, hukum otonom, dan hukum responsif. Hukum represif berfungsi sebagai alat kekuasaan untuk menjaga status quo, hukum otonom mengedepankan prinsip formalitas dan kemandirian, sedangkan hukum responsif menempatkan hukum sebagai sarana untuk menjawab kebutuhan masyarakat secara dinamis. Artikel ini menganalisis posisi lembaga kejaksaan dalam kerangka teori tersebut dan implikasinya bagi pembaruan sistem hukum Indonesia.

Pembahasan

Lembaga kejaksaan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Undang-undang ini menegaskan bahwa kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang bersifat independen dan bebas dari intervensi kekuasaan manapun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Namun, independensi ini sering kali dipertanyakan karena adanya potensi pengaruh dari eksekutif dan legislatif, khususnya dalam hal pengangkatan dan pemberhentian jaksa agung.

Teori Hukum Responsif dan Aplikasinya pada Lembaga Kejaksaan

Menurut Philippe Nonet dan Philip Selznick, hukum responsif adalah tahap tertinggi dari perkembangan hukum, di mana hukum tidak hanya menjadi alat kekuasaan atau sekadar bersifat formalistik, tetapi juga responsif terhadap nilai-nilai keadilan dan kebutuhan masyarakat.

  1. Hukum Represif
    Pada tahap ini, hukum menjadi instrumen kontrol yang digunakan oleh penguasa untuk menegakkan otoritas. Dalam konteks kejaksaan, hal ini tercermin dalam situasi di mana penuntutan digunakan sebagai alat politik untuk melemahkan oposisi atau melindungi kepentingan elit tertentu.

  2. HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
    Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

    Hantu Pocong Lembang, Hiburan Siang di Jalan Macet!

    7 bulan yang lalu
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun