Mohon tunggu...
Kika Syafii
Kika Syafii Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger

Blog pribadi www.kikasyafii.com | Cinta NKRI

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menanggulangi Triliunan Dana BOS yang Rawan Gembos

8 Desember 2019   15:51 Diperbarui: 8 Desember 2019   15:56 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendidikan dan sistemnya, memang begitu berat. Oleh karena itu wajar kiranya bila Pemerintah Indonesia mengalokasi anggaran dana pendidikan sebesar minimal 20% dari APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara). Seiring dengan kenaikan nilai APBN, maka anggaran pendidikan pun otomatis mengalami kenaikan. Tercatat pada tahun 2016, anggaran pendidikan sebesar 370,4 triliun rupiah dan alokasi anggaran pendidikan untuk tahun 2020 ini mencapai angka sebesar 505,6 triliun rupiah. Dalam waktu 3 tahun, anggaran pendidikan naik hingga hampir 50%, sebuah dana yang begitu besar. 

Meski bersumber dari APBN, namun pemerintah pusat hanya mengelola dana pendidikan tersebut sebesar 37% dari nilai total anggaran. Sebagian besar dana tersebut, sebesar 63%, merupakan dana transfer daerah, yang artinya pengelolaan diserahkan kepada masing-masing pemerintah daerah. Pengelolaan tidak hanya dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), tapi juga sekolah yang masuk dalam kewenangan pemerintah daerah.
Kebijakan dana transfer dilandasi komitmen mulia pemerintah atas kebijakan desentralisasi urusan pemerintahan. Pelaksanaanya sejalan dengan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Dana Besar Godaan Besar

Membaca berita di media daring Tribunnews.com dimana seorang Kepala dan Wakil Kepala Sekolah Kerabat Bumiayu harus ditahan Kejaksaan Negeri Brebes karena tersangkut korupsi penyelewengan dana BOS selama 3 tahun berturut-turut. Total dana yang disalahgunakan mencapai ~Rp4,9 milyar dengan potensi kerugian negara mencapai ~Rp2,1 milyar. Modus dalam penyelewangan dana BOS ini biasanya melalui pengadaan barang atau jasa secara fiktif, uang kembali atau sebuah transaksi (cashback) dan modus lainnya. 

Dana BOS yang begitu besarnya, sebenarnya dimaksudkan untuk menunjang atau bahkan menjadi sarana perkembangan serta kemajuan sekolah. Ini pula yang mendasari mekanisme dana transfer ke daerah untuk Dana BOS ini. Pengelolaan langsung ini penting untuk menjamin manfaat dana BOS langsung dirasakan oleh sekolah dan sejalan dengan arah kebijakan desentralisasi pengelolaan pendidikan. Selain juga karena pada dasarnya pengurus sekolah tentu lebih mengetahui apa yang mereka butuhkan. 

Melihat alokasi yang besar atas dana transfer pendidikan, bisa dikatakan bahwa kualitas pengelolaan dan ketajaman belanja dana transfer pendidikan adalah kunci dalam capaian mutu pendidikan. Termasuk dana transfer tersebut adalah dana BOS yang dikelola langsung oleh sekolah.

Pengawasan Dana BOS

Kedudukan sekolah sebagai satu kesatuan dari pemerintah daerah menimbulkan konsekuensi. Salah satunya adalah diwajibkannya sekolah untuk mengikuti rezim pengelolaan keuangan daerah, termasuk keterkaitan dengan APBD. Kewajiban tersebut dapat menyulitkan sekolah. Hal tersebut dikarenakan sekolah sejak awal memang tidak didesain sebagai SKPD yang memiliki kapasitas organisasi untuk menjalankan sesuai dengan ketentuan peraturan pengelolaan keuangan daerah. Belum lagi belum efektifnya pembelanjaan dana BOS untuk sekolah itu sendiri. 

Pada sisi lain, kepatuhan pelaporan dana BOS belum optimal. Hal ini dapat terlihat dari jumlah pelaporan BOS online atas penggunaan dana BOS yang rendah. Pada tahun 2016, jumlah yang terlaporkan hanya 60% dari total dana BOS pada tahun tersebut. Hingga 2018, jumlahnya semakin menurun, yaitu 40% pada 2017 dan 39% pada 2018.

Untuk menanggulangi kejadian-kejadian seperti diatas, serta membuat transparansi belanja sekolah menjadi lebih tertata, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memunculkan sistem informasi pengadaan di sekolah atau disingkat menjadi SIPLah. Perkembangan teknologi dewasa ini serta sarana jaringan internet yang sudah memadai tentu akan membantu Kepala dan Wakil Kepala Sekolah dalam menggunakan SIPLah ini. 

Sistem Informasi Pengadaan di Sekolah (SIPLah), berhasil dibangun dengan biaya 0 rupiah oleh Kemdikbud RI sepanjang tahun 2019. Sebuah keberhasilan yang luar biasa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun