Ada komik stensilan tapi full color tentang neraka yang sangat menakutkan buat saya ketika anak-anak puluhan tahun silam.Komik itu sampai sekarang masih ada, biasanya dijual di toko buku kecil atau pedagang kaki lima yang menjual buku-buku dakwah dan Al Qur’an.
Sewaktu anak-anak saya tidak percaya bahwa neraka itu seperti yang digambarkan dalam komik. Tuhan kok macam begitu, saya tidak percaya, begitulah sikap keras kepala saya yang tanpa dasar. Hidup itu keras, jadi orang baik itu susah. Kebanyakan manusia itu tidak baik. Mati kok ya masuk neraka seperti begitu.
Apakah kita akan percaya bahwa hidup berakhir sesudah kematian dan manusia pun pun selesai dengan menjadi humus? Atau kita lebih memilih percaya adanya kehidupan baru sesudah kematian.
Tentu saja saya sudah pernah membaca buku agama tentang apa itu kematian. Muslim tentunya percaya bahwa alam barzah (alam kubur) adalah kemana kita pergi sesudah kematian: apakah jurusannya ke neraka atau syurga tergantung amal ibadah kita semasa hidup. Sedangkan orang Hindu dan Budha percaya kita akan lahir kembalisesudah mati (reinkarnasi).Muslim juga percaya bahwa alam barzah itu sementara sampai tiba hari kiamat. Konon katanya hari kiamat pun sementara, sampai alam semesta ini musnah dan Sang Pencipta menggantinya dengan yang lain.
Wallahualam.
***
Saya ingin membaca buku tentang kematian yang sifatnya praktis tapi bukan berarti kehilangan makna atau bobot tentang kematian bagi manusia menurut agama. Praktis, bukan artinya bagaimana mengurus jenasah atau sejenis itu. Praktis itu artinya dapat diterpkan dalam situasi saya atau situasi keseharian kita.
Buku yang ingin saya baca adalah tentang bagaimana seseorang dapat mendampingi orang lain yang menghadapi kematian agar kematiannya itu baik. Indah.Khusnul khatimah. Saya ingin tahu bagaimana saya harus mempunyai perasaan terhadap kematian, untuk bisa bersikap dengan benar/baik terhadap ibu saya yang sudah lansia (78 tahun). Sebagai lansia, ibu saya menjadi banyak memikirkan kematian seiring dengan bertambahnya usia dan seringnya menghadapi kematian orang-orang yang dikenalnya seperti keluarga, tetangga dan teman-teman pengajiannya.
Meskipun namanya umur siapa sih yang tahu. Mungkin saja yang muda mendahului yang tua seperti yang terjadi dengan uwak saya,ternyata anaknya sakit dan meninggal lebih dulu dari ibunya yang sudah hampir 80 tahun.
Berikut ini catatan membaca sekedar untuk berbagi.
****
[caption id="" align="alignleft" width="300" caption="Sumber: http://gramediaonline.com"][/caption]
Buku ini semacam memoir yang ditulis oleh seorang bidan sekaligus perawat untuk lansia yang dinyatakan sudah menunggu hari-hari kematiannya di rumah. Tugas Elisa adalah merawat pasien agar mengalami kematian yang baik dan tersenyum damai.
Lho, ini buku yang saya maksudkan. Buku yang saya perlukan sebagai pendamping ibu yang lansia yang sudah mulai suka “berhalusinasi” seolah kedatangan tamu-tamu tak kasat mata. Meskipun ibu saya sih masih sehat wal’afiat. Belum menunggu hari seperti para lansia yang menjadi pasien hospic yang didampingi Elisa.
Membaca buku ini saya tidak dapat berhenti sebelum selesai. Waduuuuh, rupanya untuk menemani lansia menghadapi kematian yang demikian itu bisa ditangani oleh professional seperti Elisa. Hanya saja, yang bertugas demikian di keluarga-keluarga Indonesia kan kebanyakan tidak terlatih, ya hanya anak-anak atau keluarga sendiri saja yang mendampingi orang tua lansia sampai meninggal.
Pengalaman Elise ini bukan hanya di Indonesia tapi juga di luar negeri (Amerika) karena Elise ini seorang perawat mancanegara.Aneh, semua lansia yang didampingi Elisa Herman mengalami apa yang disebut kunjungan “para tamu” seperti yang saya tulis di sini: kematian-dan-roh-roh-yang-menjemput
Elisa, seorang professional yang punya relijiusitas tinggi (Khatolik?), nampaknya percaya bahwa para tamu tersebut adalah roh orang yang meninggal, baik yang diharapkan maupun tidak diharapkan. Elise biasanya mengecek kepada lansia yang dirawatnya: Siapa yang datang? Berapa orang? Seperti apa?
Ketika saya tanya anak saya yang SMA tentang “tamu-tamu tak kelihatan” neneknya, anak saya berpendapat bahwa itu hanya halusinasi orang yang sudah tua dan banyak mengenang masa lalu dengan orang-orang dekatnya. Ibu saya juga merasa didatangi ayah saya alm. atau ibunya alm. Selain juga pernah bertemu dengan orang atau anak-anak yang kita tidak melihat.
Wallahualam.
***
Buku kedua yang saya baca adalah “Di Balik Tirai Kematian” karya Sulaiman Abdurrahim dan Tauhid Nur Azhar, penerbit Syaamil Books, Juli 2013. Buku ini juga ditujukan untuk pembaca yang ingin menambah wawasan tentang menghadapi orang yang sekarat dan kritis terutama lansia (manula).
[caption id="" align="alignleft" width="300" caption="Sumber: http://gramedia.com"][/caption]
Wah, ini buku yang begini nih yang ingin saya baca.
Membaca buku ini juga terasa ringan dan menghanyutkan. Tidak sekaku membaca buku yang mengutip ayat-ayat suci Alqur’an tentang kematian, ajal, roh, nyawa, jiwa, alam barzah, alam kubur, akherat, surga dan neraka, serta kiamat.Tidak sekaku buku tentang ‘hidup yang kekal di Kerajaan Allah” yang mengutip Alkitab. Juga tidak seabstrak buku Hindu/Budha yang bijak dan filosofis tentang pencerahan, moksa, karma, kematian dan reinkarnasi.
Buku ini dibuka dengan kisah si Ronan, polisi yang bingung saat pertama kali menghadapi orang sekarat karena tabrakan mobil. Orang yang sekarat itu saatt dituntun membaca syahadat malah menyanyi. Si Ronan ketakutan melihat kematian yang aneh itu. Pengalaman keduanya juga sama mendampingi orang yang sekarat karena ditabrak mobil, dalam kondisi meregang nyawa membacakan ayat suci Al Quran dengan suara merdu dan kemudian membaca syahadat sebelum akhirnya melepas nyawa. Si Ronan pun menangis melihat kematian yang indah itu.
Kematian itu pasti sakit.Orang yang saleh dan ikhlas menghadapi ajalnya, mengalami sakit yang cepat seperti tersengat listrik kemudian damai dan penuh cahaya. Sedangkan orang yang durhaka dan menentang kematiannya akan menjadi sangat sakit dan lama kematiannya. Kira-kira begitulah cara buku ini menjelaskan tentang “rasanya mati”.
Kematian itu menakutkan? Pasti. Para filsuf adalah orang-orang pandai bestari yang paling banyak membahas kematian.Tapi mereka hanya tahu kematian kalau sudah mati. Karena itu, katanya para fisuf sekuler itu selalu sangat takut ketika menghadapi kematian. Karena kematian itu hanya akan damai kalau kita punya tujuan hidup spiritual.
Waaahh, buku begini yang saya suka. Apalagi buku ini juga memuat kisah-kisah kematian Rasulullah dan para sahabat, para ulama, dan tokoh-tokoh lainnya.
Semoga anak saya juga mau membacanya.
****
Buku lainnya yang ada dalam list untuk dibaca tentu saja buku kematian versi Islam yang berarti mengulang bacaan lama tapi versi sekarang yang lebih berbobot. Hasil pencaria di Goodreads saya menemukan judul-judul sebagai berikut:
- Memaknai Kematian, Jalaluddin Rakhmat, Pustaka Iman 2006.
- Kehidupan setelah Kematian, M. Quraish Shihab, Lentera Hati 2008.
- Perjalanan Menuju Keabadian Kematian, Surga dan Ayat-ayat Tahlil,M. Quraish Shihab, Lentera Hati 2008.
- Kematian adalah Nikmat, M. Quraish Shihab, Lentera Hati 2013.
- Misteri Kematian: Suatu Pendekatan Filosofis, Louis Leahy, Gramedia Pustaka Utama, 1996.
- True Stories: Menelusuri Jejak Kematian (True Stories), Feri Sulianta, Elex Media Komputindo, 2012.
- Himah Indahnya Kematian, Kumpulan Hikmah Republika, 2013.
Biasanya saya menseleksi berdasarkan synopsis dari pembaca-pembaca sebelumnya dan mengecek ke toko buku, kalau tidak ada di toko barulah membeli online. Semoga ketemu buku-buku yang menarik dan perlu.
Ada yang mau merekomendasikan buku??
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H