Kawan-kawan di Bandung menggagas dan melaksanakan kegiatan adu bako (dialog) Pilpres 2014 dengan mengundang warga masyarakat yang mewakili berbagai wilayah di Kota dan Kabupaten Bandung dan dilaksanakan di Kota Bandung. Siapapun capres/cawapres yang dipilih disampaikan dengan dasar pikiran masing-masing dalam menentukan pilihan..... Rencananya dialog ini akan diadakan di beberapa titik di Jawa Barat untuk dan kemudian didokumentasikan sebagai aspirasi warga kepada pemimpinnya, siapa pun yang nanti terpilih.
Peserta yang diundang sekitar 300 orang secara acak, disebarkan oleh kawan-kawan kepada orang-orang yang diharapkan tidak tergabung Partai atau kelompok pendukung mana pun. Diharapkan peserta adalah masyarakat biasa. Makanya banyak juga ibu-ibu kader PKK yang hadir karena mewakili perempuan ya biasanya merekalah yang bersedia hadir.
Dialog ini dimaksudkan untuk membuktikan bahwa masyarakat bisa berbeda pilihan dan biasa-biasa saja. Tidak ngotot. Tidak juga sampai membabi buta. Bahkan banyak masyarakat itu yang apatis atau skeptis kok. Terbukti berbagai survey untuk mengukur elektabilitas kedua kandidat capres, menunjukkan golput masih tinggi.
Yang suka sewot itu ya tim kampanye/tim sukses kubu sebelah. Hahahaha.
***
Jumlah peserta dialog sekitar 300 orang. Dalam diskusi, pendukung Jokowi memang vokal-vokal dan lebih fanatik..... Panitia pun berbisik-bisik, waduh nampaknya terlalu dominan (banyak) pendukung Jokowi nih, sehingga dialog kurang berimbang.
Walau begitu suasana dialog pun berlangsung cukup hangat. Fasilitator berulang kali mengatakan bahwa dalam forum ini tidak ada pendapat siapa pun yang salah karena itu pandangan dan keyakinan pribadi. Tidak boleh dikoreksi orang lain. Tugas fasilitator adalah membantu setiap orang untuk belajar menghargai pandangan yang berseberangan.
Pertanyaan pemandu dialog hanya ada 2. Yang pertama, apa yang paling diharapkan masyarakat terhadap capres/cawapres bila terpilih nanti? Ini menjadi diskusi yang cukup seru dan berapi-api, maklum setiap warga masyarakat juga merasakan berbagai kesulitan hidup dan pasti punya harapan agar keadaan diperbaiki. Sorotan terhadap para koruptor tentu mengemuka di sini.
Pertanyaan kedua, siapa yang Anda pilih di antara pasangan kandidat 1 dan 2 dan mengapa harapan Anda ditujukan kepada pasangan tersebut? Nah ini yang kurang berimbang karena pendukung Jokowi menjadi terlalu dominan. Semangat sekali.Meski pun ada juga pendukung Prabowo yang berbicara, namun kurang menggebu. Argumentasinya juga terbatas dan terbata-bata.
[caption id="attachment_312452" align="alignleft" width="640" caption="Beda pilihan itu silakan saja. Dialog Pilpres 2014. Dok.Pribadi."][/caption]
Ada peserta yang bilang masih mikir-mikir, belum final memilih. Ada yang memilih berdasarkan karakteristik pribadi seperti sikap merakyat atau ketaatan beribadah. Ada yang memilih berdasarkan kemampuan kerja dalam pemerintahan. Ada yang berdasarkan hal-hal yang bersifat magis atau spirituil (pertanda atau simbol). Ada yang milih we kumaha uing.... (milih siapa saja, bagaimana saya). Artinya memaang mengakui tidak punya cukup bahan pertimbangan alias kekurangan informasi.
***
Nah, ustad yang satu ini menimbulkan suasana dialog menjadi hangat dan penuh canda. Menurutnya, shalat adalah ukuran terpenting dalam menilai kedua kandidat.
Pak ustad menjelaskan bahwa tidak mungkin orang Jawa Barat atau Indonesia itu miskin kalau melihat kondisi sumber daya alamnya dan manusianya juga. Kalaupun keadaan kita masih serba kurang itu karena tidak berkah. Kenapa tidak berkah? Karena pemimpin dan rakyatnya kurang iman dan takwa. Itu sebabnya kenapa shalat itu menjadi ukuran penting dalam memilih capres/cawapres yang mana..... Gimana mau jadi pemimpin yang baik atau amanah, kalau sama Gusti Allah saja gak takut. Kata pak ustad.
Berhubung pak ustad ngomongnya agak panjang, peserta forum dialog Pilpres 2014 jadi tak sabar. Jadi, berdasarkan shalatnya itu tadi, pak ustad pilih No. berapa? Pak ustad agak tertegun sebentar, kemudian menjawab dengan tegas: Saya pilih No.2.
Hahahahahahaha, semua pun tertawa....
***
Dalam dialog tatap muka ya orang santun aja dalam berbeda pilihan..... Tidak sewot. Tidak juga marah-marah sama pendukung lainnya. Masyarakat ya damai-damai saja terserah mau memilih siapa.Adem ayem. Tidak seperti di dunia maya atau di media sosial yang penuh kebohongan dan fitnah, terutama yang bernuansa SARA.Ah, saya pun muslim tak mau mendukung cara dan kalangan yang tidak menghargai keberagaman SARA dan menebar kebencian kepada SARA yang lain. Berbeda pilihan politik itu biasa saja. Menghormati keberagaman itu wajib.
Banyak peserta dialog mengatakan bahwa dalam keluarganya 2 kubu yang berbeda pilihan. Istri berbeda dengan suami. Anak-anak berbeda satu sama lain. Kan tidak menimbulkan konflik. Adem ayem saja. Sama lah di keluarga besar saya pun terdapat perbedaan.
Forum ini diakhiri dengan simulasipencoblosan. Mengejutkan, ternyata dukungan kepada capres/cawapres No.1 dan 2 cukup seimbang....Para pendukung Prabowo yang semula diianggap sedikit ternyata banyak meski sedikit yang tampil dan argumentasinya kurang menarik dan tidak banyak. Hasil simulasinya, 93 memilih Prabowo, 103 memilih Jokowi, sisanya sudah pada kabur/bubar duluan sehingga tidak ikut memilih (anggap saja golput).Saat perhitungan suara, jumlah suara untuk kedua kandidat saling susul menyusul.
Wah, jadi penasaran kalau dialog ini dilakukan di wilayah yang lebih kental suasana perdesaan (rural) seperti apa hasilnya ya?
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H