Pentingnya peranan media
Penguasaan media yang baik dan kemampuan berkomunikasi yang prima menjadi kata kunci dalam membentuk persepsi publik tentang suatu masalah. Hal itu dialami umat Islam di AS dan sejumlah negara Barat lain yang menghadapi apa yang disebut sebagai Islamophobia.
Stigma buruk tentang Islam yang dibangun pihak barat selama ini tidak terlepas dari konstruksi yang dibangun sejak lama di masyarakat barat. Hal itu diperkuat dengan pemberitaan media yang banyak merugikan umat Islam, terutama terkait kekerasan atau peperangan yang terjadi di Timur Tengah. "Kebenaran tidak pernah berubah, tapi cara menyampaikan harus dengan cara yang benar. Menghadapi media perlu kejelian, ini public relations yang baik di AS," kata Dr Imam Shamsi Ali, Lc MA Presiden Nusantara Foundation AS.
Kekuatan yahudi dengan lobinya dan uang bisa menguasai media. Melalui media mereka bisa merubah keadaan yang hitam menjadi putih dan sebaliknya. Peran media dan Islamophobia bukanlah barang baru. Sikap ini akan selalu hadir dalam setiap dakwah yang dilakukan umat islam dimanapun berada. Kebencian pada Islam bagian integral dakwah. Jangan berfikir Islamophobia akan selesai, karena sifatnya naik turun. Islamophobia bagian dari gerakan dakwah Islam dimana ada dakwah disitu ada sikap Islamophobia. Semua perang selalu dikaitkan dengan Islam sebagai agama identik dengan teroris. "Building image yang dilakukan sitematis," kata Imam Shamsi.
Melihat kondisi tersebut peran media menjadi suatu yang strategis dalam membangun persepsi publik. Media adalah kekuatan politik, sehingga mereka yang berkepentingan akan memanfaatkan media. Umat Islam perlu manfaatkan media seoptimal mungkin untuk kepentingan dakwah Islam.
Dengan memiliki media, ada kekuatan untuk melawan Islamophobia. Apablia tidak memiliki media, bisa dilakukan dengan membangun relasi dengan media dan kalangan politik. Media dan sistem poltik ada keterkaitan satu dengan lainnya sehingga bagi Islam perlu untuk menguasai media. "Kita harus bersahabat dengan media sehingga gagasan yang dibangun tentang Islam tidak akan merugikan umat Islam itu sendiri. Adanya pemikiran Islamophobia bisa diatasi atau diluruskan," kata Harmonis.
Media memiliki fungsi untuk menyampaikan informasi, mengedukasi masyarakat, alat kontrol sosial bagi eksekutif, yudikatif dan legislatif dibanyak negara. Peran media yang begitu masif mampu menciptakan satu perspektif tertentu yang membentuk pandangan masyarakat. Apapun yang disajikan media dipastikan akan memberikan pengaruh.
Sekelompok ahli hubungan antar ras atau suku bangsa di Inggris mulai membentuk sebuah komisi khusus dan mempelajari serta menganalisis Islamophobia. Komisi yang meneliti tentang muslim di Inggris dan Islamophobia melaporkan bahwa Islam dipersepsikan sebagai sebuah ancaman, baik di dunia maupun secara khusus di Inggris.
Islam disebut sebagai pengganti kekuatan Nazi maupun komunis yang mengandung gambaran tentang invasi dan infiltrasi. Hal ini mengacu pada ketakutan dan kebencian terhadap Islam dan berlanjut pada ketakutan serta rasa tidak suka kepada sebagian besar orang-orang Islam. Kebencian dan rasa tidak suka ini berlangsung di beberapa negara barat dan sebagian budaya di beberapa negara.
Dua puluh tahun terakhir ini rasa tidak suka tersebut makin ditampakkan, lebih ekstrim dan lebih berbahaya (Runnymede Trust, 1997). Istilah Islamophobia muncul karena ada fenomena baru yang membutuhkan penamaan. Prasangka anti muslim berkembang begitu cepat pada beberapa tahun terakhir ini sehingga membutuhkan kosa kata baru untuk mengidentifikasikan.
Penggunaan istilah baru yaitu Islamophobia tidak akan menimbulkan konflik namun dipercaya akan lebih memainkan peranan dalam usaha untuk mengoreksi persepsi dan membangun hubungan yang lebih baik (Young European Muslims, 2002). (Islamophobia dan Strategi Mengatasinya ISSN : 0854 -- 7108 Buletin Psikologi, Tahun XII, No. 2, Desember 2004 75).