Mohon tunggu...
H Nana Suryana drs
H Nana Suryana drs Mohon Tunggu... Editor - Penulis Freelance pemerhati masalah sosial ekonomi

Telco Employee, Penulis freelance, fesbuker, twitter, kompasianer, Blogger http://NanaSuryana.Com...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hidayah Tahun Baru Sang Koruptor

27 Februari 2012   01:53 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:58 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Catatan awal: Berikut adalah wawancara imajiner. Jawaban Sang Koruptor bukan lewat  mulutnya, tapi dari bisikan qolbunya. Pewawancara pun masuk ke dalam nuraninya. Sehingga  terasa begitu sangat intim hingga terbebas dari kebohongan. Sebuah wawancara blak-blakan, tanpa tedeng aling-aling. Bagaimana kalau kita simak saja... (Wawancara Imajiner dengan Nurani Koruptor) Apa yang ingin Anda sampaikan di malam pergantian tahun ini? Disaat detik-detik pergantian tahun ini, seperti umumnya disampaikan orang-orang, Aku pun ingin menyampaikan: “Goodbye 2011 dan Welcome 2012.” Namun entah mengapa, ya, terlintas dalam ingatanku ada kesedihan mendalam atas beberapa musibah yang dialami saudara-saudaraku di berbagai daerah. Aku pun pada kesempatan ini rasanya harus menyampaikan rasa bela sungkawa sedalam-dalamnya atas berbagai musibah yang terjadi di udara, laut dan darat di negeri ini yang kerap terjadi begitu dahsyat hingga harus menelan banyak korban. Ada uneg-uneg barangkali? Ya, benar. Untuk menyambut kehadiran tahun baru kali ini, rasanya aku juga ingin mengumbar segala uneg-unegku. Tentang segala kejengkelan, kekalutan dan kebencianku. Tentang segala dosa, kekejian dan kezolimanku. Tentang ini dan itu yang acapkali tak bisa kupahami mengapa semua itu harus terjadi. Aku sesungguhnya ingin menumpahkan renungan seluruhnya di malam pergantian tahun ini. Isu yang berkembang Anda seorang koruptor, benar? Benar. Aku adalah Seorang Raja Koruptor. Tapi asal tau saja, aku adalah koruptor paling beruntung. Ini tentu saja lantaran mendapat kepercayaan menjadi “orang penting”. Lihat saja, hartaku begitu melimpah, hingga Aku kebingungan mau dikemanakan dan bagaimana cara menghabiskannya. Aku adalah seorang boss yang kata orang bernasib sangat mujur. Wajar, jika Aku terbiasa mendapat pujian dan dielu-elukan banyak orang. Terutama oleh para bawahanku, para mitra kerjaku, mitra aparat keamananku, para aparatur peradilanku, para tetanggaku, tidak terkecuali para sejawatku.Jadi masabodo dengan isu yang berkembang. Wow, apa kiat suksesnya? Selama ini Aku terbiasa didaulat sebagai orang hebat dan luar biasa. Hebat karena keberanianku, luar biasa karena kenekatanku. Mungkin, karena aku selalu berada dalam dua dimensi cukup ekstrim. Sebagai seorang pejabat tinggi sekaligus pejabat korup. Seorang pebisnis sejati sekaligus pebisnis licik. Seorang politisi terpandang sekaligus politisi busuk. Seorang idealis sekaligus seorang munafik. Anda seorang pemimpin kontradiktif yang beruntung dong? Orang-orang percaya, kalau aku dinaungi dewi fortuna. Bahkan Aku pun mendapat sandangan sebagai seorang pemimpin panutan. Seorang pemimpin yang berani, keras, tegas, tandas dan tanpa tedeng aling-aling. Walaupun sesungguhnya aku merasa diriku “tak berkepala.” Ingat "kepala" itu identik dengan pemimpin. Jadi jika aku tak berkepala itu berarti aku tak berkepemimpinan. Intinya adalah Aku sesungguhnya tak punya jiwa pemimpin. Berarti Anda orang cerdas donk. Tapi darimana Anda peroleh harta yang melimpah itu? Hartaku memang melimpah, namun itu lebih banyak dari hasil korupsi, kolusi dan nepotisme. Aku memang gemar memeras keringat bawahan. Aku manfaatkan orang-orang yang tak berdaya dan tentu saja Aku pemeras tangguh para mitra vendorku. Tapi jika ada orang menganggapku sebagai orang cerdas, hahahaha...aku rasa mereka keliru dan tertipu. Dalam nilai raport dan ijazah, rankingku berada di bawah rata-rata dan bahkan beberapa kali nyaris tidak naik kelas. Barangkali kehebatanku karena aku jago membual, jago menjilat ke atas, menekan ke bawah. Ahli menyikut ke samping kiri dan kananku. Selain, tentu saja, terampil memeras, menipu, berbohong dan berculas diri. Berarti Anda termasuk orang nekad. Bagaimana bisa lepas dari jeratan hukum? Aku memang tergolong orang teramat nekad hingga pernah didaulat si edan paling nekad. Tapi jangan lupa, gerak langkahku selalu dipandu ramalan feng sui dan jampi-jampi dukun sakti. Sehingga seberat apa pun Aku berhianat atau berbuat jahat pada orang, tak pernah sampai terjerat hukum. Apalagi kalau harus mendekam di sebuah pulau kecil terpencil nun jauh di seberang Cilacap sana. Anda Luar biasa!! Sebagai pebisnis, bagaimana Anda memandang para mitra vendor? Sebagai seorang pebisnis, aku sering tersenyum melihat kegoblokan para mitra kerja, termasuk para vendor di dalamnya. Mereka itu begitu gampang dibodohi dan ditaklukan, hingga tak sanggup lagi untuk mengatakan ’tidak’ padaku. Kuncinya tak terlalu sulit, cukup dengan upaya menekan dan mempersulit dengan prosedur berbelit. Kalau sudah begitu biasanya mereka akan segera melobiku. Aku pun diajaknya ke hotel berbintang lima. Atau ngajak "bercanda" lewat sepukul dua pukul di padang golf. Lalu apa yang mereka berikan atau janjikan? Pastinya aku diberikan "sesuatu" seraya “dijanjikan” kesenangan dunia. Ya, mulai dari pemberian sejumlah harta hingga kiriman wanita. Ini menjadikan kemitraaku dengan mereka semakin kental dan menyatu. Walaupun aku sadari yang mereka berikan itu adalah uang dari instansiku juga yang notabene adalah uang rakyat.Jadi antara Aku dan Vendor sesungguhnya adalah saling peras-memeras. Lalu apa yang Anda berikan pada mereka itu? Ya itu tadi, sebagai balas budi, maka kuberikan ia jalan mudah menuju tol bebas hambatan. Dalam arti aku mengganjarnya lewat kemenangkan tender.Tapi sebelum tender dimenangkan harus ada kejelasan berapa fee yang akan diberikan untuk dibagi-bagi dengan tim. Bila perlu fee itu diberikan duluan. Nominalnya 10% sebelum tender dan 10% lagi setelah tender dimenangkan. Pernah disatroni penegak hukum? Ya, pernah suatu ketika ada sebuah kasus menimpaku. Aparat hukum mendatangiku. Itu biasa. Mereka juga ingin kecipratan rezeki. Investigasi mereka seringkali mengada-ada. Tujuannya sama demi fulus. Karena itu, Aku begitu tenang seraya menguji sampai sehebat mana para petinggi hukum kita dalam membedah dan menuntaskan sebuah perkara. Aku  sudah hafal bagaimana mentalitas para penegak hukum dan aparatur peradilan kita. Apalagi jampi-jampi penyumbat mulut telah kugenggam erat. Bahkan aku sangat ahli menggunakannya dan kapan harus memanfaatkannya. Seperti biasa teori ”win-win solution” - semua senang semua tenang – telah sanggup membersihkan seluruh debu2 perkara. Bagai sebuah kemoceng menyapu debu di atas meja. Sementara jika ada yang tertangkap basah KPK. Itu karena apes saja. Mungkin karena mereka kurang bersodaqoh...hahaha.... Sebagai pebisnis, Anda juga sebagai pejabat negara, apa tidak cukup hidup dari gaji Anda? Sebagai seorang pejabat negara aku sesungguhnya malu pada diriku untuk berterus terang. Malu karena harus kuakui, Aku pejabat yang tak pernah bisa jujur. Mungkin karena kondisi lingkungan yang korup dan watak dasar yang mengharuskan bermain-main dengan penghianatan. Namun kalau mau jujur dan hanya mengandalkan dari gajiku, darimana aku bisa makan di restoran jepang atau hotel five-star. Mana cukup untuk membiayai sekolah anak-anakku yang di luar negeri. Belum lagi arisan istri-istriku, tiga pembantuku, tip sekretarisku, dan tetek bengek biaya ekstra jatah maksiat. Darimana aku bisa bayar rekening listrik, telepon, PAM, gas, dan beberapa istri simpananku. Serta bagaimana aku harus menjaga prestasi dan prestiseku kalau hanya mengandalkan dari take home pay seorang pejabat. Rasanya no way untuk memenuhi seluruh biaya hidup keseharianku. Kalau begitu jadi pejabat itu hanya untuk menumpuk harta? Ya, begitulah. Ketika aku dipercaya menjadi seorang pejabat, maka dengan serta merta tahap pertama adalah membenahi kondisi ekonomiku. Menjadi pejabat juga dibeli, jadi modal harus kembali dulu. Tentu saja, Aku pun mulai turut terlibat dan “bermain kotor”. Ternyata, setelah menjadi pejabat tinggi sungguh tak sulit bermain seperti itu. Tak ada bedanya dengan anak balita yang main tak umpet dengan teman tetangga seusianya. Teknisnya pun tak sulit, selama masih ada sebuah meja berkolong. Atau selama masih ada yang jualan map, amplop dan cek wisata. Atau selama masih memiliki nomor rekening sebuah bank. Semuanya akan berjalan lancar-lancar saja. Karena kekuasaanku yang disalahgunakan itulah aku pun semakin berkutat dalam lumpur dosa dan perbuatan nista. Wah, wah, wah..,kalau begitu tindakan Anda sudah keterlaluan? Memang seringkali aku berbuat keterlaluan. Mungkin karena keserakahan yang mengalir dan melekat dalam jiwa, hingga seringkali aku harus disoroti, dicurigai dan dituduh pejabat paling rakus. Mungkin karena Aku sering membuat transaksi yang sangat mencolok mata. Perbuatan mark-up, memeras mitra vendor dan konsultan atau bermain-main dengan komisi dan diskon yang sudah kuanggap sebagai perbuatan biasa. Semua itu kuhadapi dengan pasang wajah dingin tanpa dosa. Dengan sedikit menekan seraya menyelewengkan aturan, maka tak sulit kalau sekadar berkeinginan dihadiahi sebuah rumah, kendaraan mewah plus deposito. Apalagi, kalau yang namanya permainan kongkalikong lewat jual beli kesepakatan di jagat mafia pertenderan sudah bukan rahasia umum lagi. Semua paham, bagaimana cara “bermain mata” dan berkongkalikong dengan vendor apalagi jika nilai kontraknya melimpah. Mereka harus diperas dan dipersulit prosedurnya untuk menimbulkan efek jera si mitra, hingga berbalik menjadi penuh pengertian. Anda pun menjadi seorang Anggota DPR. Apa yang Anda lakukan disana? Ya, Aku pun menjabat sebagai Anggota DPR. Keahlianku dalam menerapkan ilmu retorika, tak disangsikan lagi. Maka tak heran saat kampanye, aku bak orator kawakan. Berbekal ilmu psikologi massa dan ilmu komunikasi yang seadanya, aku pun mulai berkampanye yang penuh dengan bualan dan janji-janji palsu. Segala jurus propaganda dan agitasi kukerahkan sepenuh tenaga. Aku pun sadar kalau saat itu, sesungguhnya aku sudah melakukan penggiringan isu untuk kepentinganku dan partaiku. Aku jadi terbiasa melakukan  kebohongan publik. Bahkan penghianatan kepada hati nurani rakyat. Apa Anda tidak merasa berdosa berhianat pada rakyat seperti itu? Aku tak perduli. Yang penting adalah bagaimana caranya agar aku bisa segera bertengger di kursi jabatan yang terhormat. Memang benar dan kurasakan sendiri, kursi DPR itu begitu empuk dengan pendingin yang sejuk, hingga menjadi sebuah tempat nyaman dan strategis untuk sekedar baca koran dan tertidur lelap. Gajiku pun dibayar boleh dibilang nyaris gaji buta, karena tanpa harus menumpahkan banyak energi. Namun aku sering lupa mengambil gajiku, karena aku harus mengurus pendapatan lain yang lebih berarti dalam jumlah lipatan kali. Rejeki haram itu kuperoleh atas jasa sebuah statement “acc” dari sebuah kebijakan yang akan diluncurkan pemerintah atau Instansi. Tak perduli, kalau pada gilirannya kebijakan itu merugikan perusahaan, mencekik karyawan atau membuat rakyat melarat. Anda lakukan itu untuk mengejar kemewahan? Pastinya donk. Lihat saja, Aku menjadi sangat makmur. Hingga ke kantor pun harus bermobil mewah seharga milyaran rupiah. Teman-temanku juga sama. Kalau tidak percaya, lihat saja di halaman parkir Senayan. Kalian akan terkagum-kagum melihat rekan-rekanku lomba adu pamer mobil mewah disana. Sebenarnya untuk menjadi orang kaya di DPR yang sesungguhnya diisi oleh para jago kandang itu, tidak lah sulit. Disitu ada pelbagai macam pos anggaran, mulai dari anggaran pihak ketiga, benchmark ke luar negeri, kendaraan, perumahan, reses, sampai pada beberapa pos anggaran yang tidak jelas peruntukannya hingga menjadi semacam uang siluman, dll. Bagaimana strategi untuk menutupi kebusukan itu? Untuk menjadi kaya di DPR, cukup bermodalkan presentasi dan berjiwa pembela rakyat, sekali pun itu harus dilakukan dengan penuh keterpaksaan dan kepura-puraan. Ya, kupikir, namanya juga usaha, maka segala cara dan daya harus diupayakan. Walau sesungguhnya itu, tak hanya telah menghianati rakyat, bangsa dan negaraku, namun juga telah menghianati sejawat dan diriku sendiri yang harus aku pertanggungjawabkan kelak di hadapan Tuhan Yang Maha Kuasa. Terompet tahun baru telah berbunyi, pergantian tahun segera bergulir. Anda barusan telah menyebut nama Tuhan. Bagaimana Anda menatap tahun depan, apakah Anda akan bertobat? (Sang Koruptor menitikan air mata). Kini Aku mulai sadar. Bahwa hartaku yang melimpah ini ternyata tidak membawa kebahagiaan pada hidupku dan keluargaku. Aku malah merasa tersiksa dengan segala dosa dari perbuatanku selama ini. Maka kini kutanamkan pada diriku, Aku ingin berikrar dan bertekad bahwa mulai tahun 2012 ini, aku harus menjadi orang yang lebih baik dan wajar, lebih arif dan bijak, lebih jujur dan apa adanya. Akan kutanamkan untuk menggempur segala kemudharatan diri. Akan kubentangkan tekad untuk menggapai derajat taqwa sekuat iman. Syukurlah Anda mulai sadar dengan segala kekeliaruan Anda. Apa sesungguhnya yang menyadarkan Anda? Aku mulai menyadari bahwa jatah umurku telah berkurang satu tahun. Kemudian aku berpikir sampai kapan Aku mau berbuat zolim seperti ini. Jadi menjelang tahun baru ini Aku ingin jadikan menjadi semacam harapan baru. Mungkin kah aku masih diberikan umur dan bisa menjalani hidupku dalam setahun ke depan. Mungkin kah masih diberikan kesempatan untuk menuju kehidupan yang lebih baik dan wajar. Aku mulai berpikir untuk mulai membuat rencana-rencana besar hidupku yang bernuansa spiritual. Aku akan membuat target-target besar yang berorientasi ke kehidupan akhirat. Jadi maksudnya pergantian tahun ini akan Anda jadikan sebagai resolusi  untuk berintrospeksi dan berbenah diri secara total? Ya, benar. Pergantian tahun ini, tak hanya akan Aku jadikan sebagai sebuah momentum untuk berintrospeksi diri. Namun juga untuk berbuat yang terbaik. Bagaimana agar dalam menjalani kehidupan di tahun 2012 ini menjadi lebih berarti bagi hidupku, bagi bangsa dan negaraku, bagi agama dan tempatku bekerja. Minimal bagi diriku sendiri yang kuakui penuh cacat dan cela, yang penuh aib dan penghianatan, yang penuh kerakusan dan pemerasan, yang telah mengotori darah keluargaku dengan harta haram. Akan kubersihkan semuanya. Akan kusumbangkan sebagian besar hartaku untuk membangun tempat-tempat ibadah dan yayasan-yayasan anak yatim dan kaum dhuafa. (Ending: Sang Raja Koruptor rupanya telah mendapat hidayah Tuhan dari wawancara di pergantian tahun ini. Maka, ketika detik berdetak, manakala menit mencubit, saat jam berdentam, waktu hari berharu, disaat bulan mengalun, tahun pun mengayun menjadi rangkaian peristiwa dan potret diri yang penuh bayangan kelam. Suka, duka, sedih, pilu, haru, biru, canda, tawa dan nestapa, semuanya telah menjadi memori bunga-bunga kehidupan. Sementara seluruh sikap dan perilaku, ketidakwajaran, kerakusan, kebohongan, penghianatan, pemerasan, penyelewengan, pemutarbalikan fakta, dan seluruh kejahatan dan kekhilafan, telah terekam dalam sebuah kaset kehidupan. Sebuah kaset kehidupan yang boleh jadi akan dipertaruhkan pada Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai pertanggungjawaban kehidupan selama di dunia. Maka sejatinya siapa pun patut untuk bersujud dan bersyukur pada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala rahmat dan nikmat yang diperoleh kita saat ini. Termasuk nikmat kesehatan dan kecukupan rezeki yang Insyaallah didapatkan dengan cara halal. Itulah karunia Tuhan yang sesungguhnya untuk kita semua...)

Bandung, akhir Desember 2011

Catatan akhir: Wawancara imajiner adalah wawancara khayalan. Bukan kejadian yang sebenarnya. Pertanyaan dan jawaban sekedar persepsi dari penulis. Bisa benar, bisa juga tidak. Jadi mohon maaf kalau ada yang tidak berkenan di hati. Salam hormat...tetap bersabar dan bersyukur pada Allah SWT. ===============http://nanasuryana.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun