Mohon tunggu...
sumardi
sumardi Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menulis dan mengamati masalah politik dan hukum

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Siapa Pembunuh Mirna? Sidang Apa Sekadar Pamer Ilmu Sich

15 Agustus 2016   22:27 Diperbarui: 15 Agustus 2016   22:37 671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Proses peradilan kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin (29 th. 10/01/2015) di Pengadilan Negeri Jakarta pusat saat ini menjadi pusat perhatian public. Jessica Kumala  Wongso menjadi tertuduh  atas meninggalnya koban disebuah Café Olivier di Jakata.  Proses peradilan dengan menghadirkan banyak saksi temasuk beberapa saksi ahli di bidang Anatomi, Toksiologi hingga psikiater.

Dalam persidangan semua saksi memaparkan kronologis meninggalnya korban. Namun nasib kurang beruntung menimpa Jessica kumala Wongso, salah satu teman akab Mirna ini menjadi satu-satunya tertuduh. Dalam kasus ini para saksi ahli memaparkan kronologis sekaligus langsung mengambil kesimpulan yang terkesan menyudutkan terdakwa. 

Doctor ahli anatomi dan toksiologi mengambil kesimpulan bahwa matinya Mirna akibat minum cairan Sianida. Muara sianida berasal dari seorang Jessica yang ditandai dengan perilakunya di layar kamera CCTV. Beberapa gerakkan dan perilakunya itu terindikasi, bahwa Jessicalah pelaku pembunuhan dengan racun Sianaida pada teman karibnya itu.

Hal senada juga diungkapkan saksi ahli psikologi yang memaparkan perilaku Jessica sebelum kejadian hingga pasca kejadian naasnya Mirna. Dengan menyebut perilaku aneh Jessica itu bernama “Amorous Narcissistic” ( Kebohongan rumit).  

Yang menjadi pertanyaan perihal meninggalnya Mirna,  mengapa harus mendatangkan saksi dari semua aspek perilaku kehidupan dan para ahli ilmu hidup dan mati. Seperti teman, karyawan, pembantu, ahli bidang kedokteran (Anatomi & Toksiologi) maupun ahli jiwa. Dan yang lebih ironis lagi kenapa semua harus berasumsi dengan penelitiannya masing-masing. Bukankah para ahli itu hanya bertugas untuk menganalisa dari  hasil penelitiaannya tersebut? Sedangkan kesimpulan hasil akhir akan ditetapkan oleh hakim dari hasil sidang yang telah dilaksanakan melalui proses persidangan.

Mengapa tidak mengngerucut pada arah sebab musabab meninggalnya korban dengan mencari barang bukti otentik yang bisa diambil kesimpulan secara riel. Bukan adu ilmu dipersidangan sebagai seorang ahli anatomi, ahli toksiologi bahkan psikiater. Apakah kepandaian dan kecerdasan itu mutlak bisa mendoktrin ilmu yang belum pasti, seperti halnya pelaku masing-masing orang.

Semestinya polisi juga bisa membuktikan keotentikan barang bukti, sehingga bukan menampilkan sebuah rekaan yang menimbulkan perdebatan dalam persidangan. Sehingga terkesan ada sisi permainan dalam persidangan yang memperlihatkan aib (terlihat bodoh) para saksi ahli.  Sebab tarik ulur perdebatan itu bagai tiada pangkal dan ujungnya, terlebih pengambilan solusi atau hasil persidangan.

Jelas sekali proses peradilan ini tidak spesifik menguak siapa pembunuh Mirna, tapi cenderung perdebatan adu ilmu yang tidak ada pengaruhnya terhadap solusi sebuah kasus pembunuhan. Kasihan bagi korban dan pelaku menjadi obyek perdebatan semata yang seharus itu tidak perlu dilakukan dalam proses peradilan.

Orang akan banyak menilai kasus tersebut menarik baginya, namun bagi golongan orang tertentu justru malah mencibir proses peradilan yang hambar. Bahkan menilai para ahli dibidang disiplin ilmu yang dijadikan saksi ahli terlihat bodoh dipermainkan oleh proses permainan peradilan.

Benarkah Mirna mati oleh Sianida atau ada penyebab lain, jika benar mengapa harus mengira? Periksa juga tangan Jessica, adakah kandungan dalam kulitnya yang terkena Sianida. Mengapa harus perilaku Jessica yang diangkat menjadi bukti pembunuhan. Sangat ironis kan…! 

Ada apa sebenarnya yang terjadi disana, mengapa Doktor yang tidak tahu soal peradilan menjadi ikut mengulas dan menyudutkan tersangka. Bukankah mengulas dan menyimpulkan serta memutuskan hasil persidangan adalah tanggung jawab yang mulia Hakim yang terhormat. Mengapa harus beradu ilmu dalam proses peradilan, padahal disana  bukan tempat unjuk gigi dalam memperlihatkan kepandaian, tetapi arena untuk mencari fakta kebenaran.   Ironis……….ironis…..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun