Mohon tunggu...
Politik

Kaum Marjinal Juga Berpolitik, Tapi Money Poltics

20 April 2015   07:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:54 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa bilang orang kecil atau kaum proletar tidak tahu soal politik? Mereka bukan sama sekali tidak tahu, hanya pengetahuan mereka tentang hakikat politik memang dirasa masih sangat kurang. Buktinya, praktik money politics masih marak terjadi, bahkan semakin parah. Kegiatan seperti ini sudah tidak dilakukan secara sembunyi-sembunyi lagi, bahkan secara terang-terangan, sehingga muncul kesan seperti lelang suara yang dilakukan masing-masing partai politik demi memperoleh satu suara. Rakyat pun terpedaya dengan uang atau barang yang tidak seberapa nilainya. Mereka menjual hak suaranya yang sangat berharga untuk perubahan negeri ini begitu saja. Hal ini jelas dapat terjadi, mengingat kondisi rakyat kecil yang selalu terhimpit kebutuhan, sementara jalan keluar bagi mereka sangatlah sempit. Harga-harga semakin menanjak naik, sementara pendapatan stagnan. Keadaan seperti ini jelas tidak memberi rakyat banyak pilihan, kecuali menerima uang haram yang tidak seberapa itu. Apalagi moment-moment seperti ini tidak datang setiap waktu, bisa dibilang lima tahun sekali.

Lalu apa yang salah? Apakah rakyat tidak tahu kalau money politics itu dilarang? Bisakah Anda membayangkan rakyat kecil yang sibuk bekerja membanting tulang kesana kemari, memikirkan darimana ia makan untuk hari ini dan apa yang akan dimakannya esok, akan sempat memikirkan masalah politik? Apakah mereka harus menghafal asas-asas politik luber jurdil dan memahami maknanya satu persatu? Sementara pejabat-pejabat tinggi, kaum intelektual sendiri melanggar asas-asas tersebut. Money politics tentu saja membuat rakyat menjadi pemilih yang tidak objektif. Akibatnya, banyak kasus pemimpin yang tidak amanah, pemimpin korupsi, bahkan pemimpin masuk penjara. Tentu karena mereka tidak kompeten dibidang ketatanegaraan, tetapi berambisi untuk berkuasa. Akhirnya maju dengan jalan suap-menyuap.

Anehnya, kejadian seperti ini berulang kali terjadi, tetapi rakyat masih belum sadar juga. Ini dikarenakan kurang pengetahuan mereka bagaimana sesungguhnya politik yang ideal. Poltitik sebenarnya merupakan interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama (Cholisin, 2012: 1). Jika praktik perpolitikan di Indonesia dijalankan sebagaimana mestinya, tentu akan mampu membentuk Negara yang adil dan makmur. Akan tetapi politik selama ini dianggap kotor karena memang faktanya demikian. Politik dijadikan sebagai alat untuk memperoleh kekuasaan, sehingga orang bisa menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkannya, bahkan bila harus menjatuhkan lawan sekalipun. Ingatkah dengan pemilu tahun 2014 lalu? Apa yang terjadi saat prosesi penghitungan cepat atau quick count? Ya, benar. Di media seperti televisi, kedua belah pihak sama-sama dimenangkan baik kubu Prabowo maupun Jokowi. Sangat aneh memang. Bagaimana mungkin hasil perhitungan berbeda, padahal dari sumber yang sama? Apakah ini bentuk untuk saling menjatuhkan dan menarik simpati rakyat? Bisa jadi. Tapi menurut saya, hal ini sungguh kekanak-kanakkan. Lebih-lebih kepada media-media yang memberitakan hal itu. Ibarat kucing yang berebut tulang ikan dan saling cakar mencakar satu sama lain. Rakyat dibuat bingung karenanya.

Pasca ini, seharusnya rakyat sadar bahwa pendidikan politik sangatlah penting, agar kita tidak dibodohi oleh penguasa-penguasa yang tidak bertanggung jawab. Rakyat harus peka terhadap urusan ketatanegaraan, karena bagaimanapun rakyat adalah pemegang kedaulatan. Kita juga harus berhati-hati kepada media yang saat ini sudah tidak independent lagi. Sering kali media juga digunakan untuk kepentingan-kepentingan politik. Pantas saja karena media juga bisa medikte rakyat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun