Mohon tunggu...
kiftian prazetya
kiftian prazetya Mohon Tunggu... -

Menempuh Kuliah di Pascasarjana S2 Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Malang, Lulusan S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Mulawarman.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Analisis Wacana Persuasif Iklan di Televisi

17 September 2013   14:13 Diperbarui: 4 April 2017   17:08 10071
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

1.Pendahuluan

1.1Latar Belakang

Iklan merupakan jenis komunikasi massa, karena iklan merupakan kegiatan komunikasi yang ditujukan kepada khalayak orang banyak dan bersifat heterogen. Iklan juga memiliki fungsi utama yakni menyampaikan informasi tentang produk kepada massa, dimana penyampaian informasinya bisa menggunakan elemen verbal maupun nonverbal. Selain fungsi iklan juga memiliki gaya terutama dalam hal penyampaiannya.  Gaya iklan selama ini banyak mengalami perubahan, menurut Leiss dkk( 1986) dalam Noviani (2002) isi dan gaya iklan pada abad ke-20 yaitu 1) pendekatan berorientasi produk, 2)symbol-simbolroduk, 3) personalisasi, dan4) segmentasi pasar. Fokus periklanan terletak pada identifikasi gaya hidup konsumen dan makna-makna tindakan konsumsi dalam situasi sosial.

Benyamin Franklin adalah orang pertama yang memperkaya informasi iklan dengan menambah ilustrasi sehingga efek iklan semakin kuat (Ferry Darmawan, 2005: 103-114). Di Indonesia, pada masa perkembangannya, bentuk iklan bersandar pada bahasa verbal yang tertulis dan tercetak. Kekuatan utama iklan terletak pada bahasa, gambar, serta penggarapan kreatif tata letaknya. Setiap pengiklan selalu menginginkan agar produk yang dipromosikan laku. Sebab efek langsung dan cepat terhadap penjualan menjadi salah satu ukuran keberhasilan iklan.. Kunci kesuksesan sebuah iklan terletak pada kreativitas orang-orang yang terlibat dalam proses pembuatannya

Produk dit mpilkan sebagai konteks sosial sedangkan konsumsi ditampilkan dalam makna gaya hidup. Dengan berbagaimacam strategi perilanan selalu mengacu pada realita sosial. Penulis menganggap bahwa wacana-wacana yang dihadirkan oleh iklan selalu mendasarkan diri pada realita. Untuk menari konsumen agar tergerak dan terpengaruh untuk membeli produk yang diiklankan, iklan selalu berusaha menerapkan berbagai strategi periklanan yang bisa dimengerti dan ditangkapdengan mudah oleh khalayak.

Iklan sebagai sebuah teks adalah sistem tanda yang berorganisir menurut kode-kode yang merefleksikan nilai-nilai tertentu, sikap, dan keyakinan tertentu. Setiap pesan dalam iklan memiliki dua tingkatan makna, yaitu makna yang dikemukakan secara eksplisit di permukaan dan makna yang dikemukakan secara implisit di balik permukaan tampilan iklan (Noviani, 2002: 79) dalam Sumarlam dkk (2004: 1).

Iklan memiliki fungsi direktif karena wacana yang digunakan berupaya membujuk dan meyakinkan khalayak. Keraf (1985:119) menyatakan bahwa wacana persuasi adalah bentuk wacana yang bertujuan untuk mengubah pikiran pembaca agar pembaca menerima dan melakukan sesuai kehendak pengiklan. Di samping itu pengiklan mengikat konsumen dengan produk dan janji-janji yang disertakan (Iriantara, 1993:134).Penulis mencoba mengambil beberapa produk iklan di media elektronik khususnya televisi.

2       Masalah

Adapun masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu bagaimana penggunaan wacana persuasif  iklan dari berbagaimacam produk ditelevisi?

3. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui bagaimana bentuk wacana persuasif yang ada dalam iklan di media elektronik. Selain itu penulis juga ingin memberikan informasi dan pemahaman kepada khalayak sebagai konsumen .

2.Pembahasan

Iklan

Iklan merupakan salah satu wujud ragam bahasa jurnalistik yaitu ragam bahasa yang digunakan oleh insan kretif, dalam hal ini wartawan, untuk penerbitan pers (Sumarlam, 2009:169). Iklan mengandung daya informatif persuasif yang secara konsensus harus memilih kata-kata yang dimengerti oleh khalayak pembaca. Di samping memiliki daya informatif persuasif, iklan juga mempunyai sifat khas yang menjadi karakteristiknya, yaitu singkat, lancar, padat, sederhana, netral, dan menarik. Selain itu, bahasa iklan mempunyai bentuk komunikasi yang khas. Pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa iklan merupakan suatu alat komunikasi yang digunakan untuk menarik perhatian calon konsumen dalam menawarkan produk-produk suatu perusahaan dengan tampilan gambar dan kata-kata yang menarik yang termuat dalam media elektronik maupun media cetak.

Berkenaan dengan struktur wacana, wacana iklan mempunyai tiga unsur pembentuk struktur wacana, yaitu (1) butir utama (Headline), (2) badan (Body), dan (3) penutup (close) yang dalam struktur wacana iklan tersebut dikaitkan dengan permasalahan tahap-tahap untuk mencapai tujuan. Iklan merupakan salah satu media komunikasi yang sangat efektif untuk digunakan sebagai alat penghubung antara produsen dan konsumen. Produsen sering menggunakan iklan sebagai alat untuk menawarkan atau mempromosikan produk-produknya. Oleh karena itu, semua perusahaan yang menghasilkan produk baru, berlomba-lomba dalam memasang iklan sebagus-bagusnya untuk memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya dari hasil penjualan produk-produknya.

Namun sebenarnya, iklan terbagi menjadi dua macam, yaitu iklan lisan dan iklan tulis. Iklan lisan sering dijumpai di televisi, yang tersajikan dalam bentuk berupa kata-kata singkat namun menarik, disertai dengan gambar-gambar mencolok yang dapat bergerak, dapat dinikmati audio visualnya. Dan dapat dikatakan bahwa iklan lisan adalah iklan yang memuat tentang produk dengan tampilan audio visual yang menarik. Sedangkan iklan tulis merupakan iklan yang sering dijumpai di media cetak (majalah, tabloid, surat kabar, dll). Iklan tulis hanya berupa kata-kata dan gambar yang mencolok dan menarik, namun tidak dapat bergerak seperti di televisi.

Struktur Iklan

Tujuan pertama dalam wacana iklan adalah menarik perhatian. Untuk itu, diperlukan pesan-pesan iklan yang menarik dan penting sehingga dapat menarik perhatian calon konsumen. Tujuan ini ada pada butir utama. Dalam hal ini, ada lima proposisi dalam menarik perhatian konsumen yaitu (1) proposisi yang menekankan keuntungan calon konsumen, (2) proposisi yang membangkitkan rasa ingin tahu pada para calon konsumen, (3) proposisi yang berupa pertanyaan yang menuntut perhatian lebih, (4) proposisi yang memberi komando atau perintah kepada calon konsumen, dan (5) proposisi yang menarik perhatian konsumen khusus.

Tujuan kedua, setelah menarik perhatian, adalah menarik minat dan kesadaran calon konsumen. Berdasarkan motif calon konsumen dalam membeli sesuatu, yaitu motif emosional dan motif rasional, diwadahi dalam bagian badan iklan.  Wacana iklan hendaknya mengandung alasan objektif (rasional) dan alasan subjektif (emosional). Alasan objektif berupa informasi yang dapat diterima oleh nalar calon konsumen sedangkan alasan subjektif berupa hal-hal yang dapat mengajak emosi calon konsumen.

Tujuan ketiga, yaitu komunkasi dalam wacana iklan adalah mengubah tindakan tertentu pada diri konsumen. Hal ini terdapat pada bagian penutup iklan. Dalam mengembangkan bagian oenutup iklan, ada dua hal yang perlu dipertimbangkan yaitu pendekatan penjualan (seling approach) dan butir-butir pasif (passive point). Pendekatan penjual yang dapat digunakan untuk mengakhiri bagian iklan adalah dengan cara keras atau dengan cara lemah.

Analisis Teks

Kohesi dan Koherensi

Mulyana (2005: 26) menyatakan bahwa kohesi dalam wacana diartikan sebagai kepaduan bentuk yang secara struktural membentuk ikatan sintaktikal. Kohesi wacana terbagi di dalam dua aspek, yaitu kohesi gramatika dan kohesi leksikal. Kohesi gramatikal antara lain adalah referensi, subtitusi, ellipsis, konjungsi, sedangkan yang termasuk kohesi leksikal adalah sinonimi, repetisi, kolokasi.

Sejalan dengan pendapat di atas Yayat Sudaryat (2008: 151) menyatakan bahwa kohesi merupakan aspek formal bahasa dalam organisasi sintaksis, wadah kalimat-kalimat disusun secara padu dan padat untuk menghasilkan tuturan. Sedangkan Abdul Rani, Bustanul arifin, Martutik (2006: 88) menyatakan bahwa kohesi adalah hubungan antarbagian dalam teks yang ditandai oleh penggunaan unsure bahasa.Oleh karena itu, wacana dikatakan kohesif apabila terdapat kesesuaian bentuk bahasa baik dengan ko-teks (situasi dalam bahasa) maupun konteks (situasi luar bahasa).

Hakikat Unsur Gramatikal

a.Referensi

Menurut Yayat Sudaryat (2008:153) menyatakan bahwa referensi atau pengacuan merupakan hubungan antara kata dengan acuan. Kata-kata yang berfungis sebagai pengacu disebut deiksis sedangkan unsur-unsur yang diacu disebut antesede. Diperkuat dengan pendapat Mulyana (2005: 27) juga menyatakan bahwa referensi (penunjukan) merupakan bagian kohesi gramatikal yang berkaitan dengan penggunaan kata taua kelompok kata untuk menunjuk kata atau kelompok kata atau satuan gramatikal lainnya.

b.Subtitusi

Harimurti Kridalaksana (dalam Mulyana, 2005:28) menyatakan bahwa subtitusi (penggantian) adalah proses dan hasil penggantian oleh unsure bahasa oleh unsure lain dalam satuan yang lebih besar. Penggantian dilakukan untuk memperoleh unsure pembeda atau menjelaskan strukur tertentu. Proses subtitusi merupakan hubungan gramatikal, dan lebih bersifat hubungan kata dan makna. Sejalan dengan pendapat tersebut Yayat Sudaryat (2008: 154) menyatakan bahwa subtitusi mengacu pada penggantian kata-kata dengan kata lain. Subtitusi mirip dengan referensi. Perbedaanya, referensi merupakan hubungan makna sedangkan subtitusi merupakan hubungan leksikan atau gramatikal.

c.Elipsis

Yayat Sudaryat (2008: 155) mengemukakan ellipsis merupakan penghilangan satu bagian dari unsure kalimat. Sebenarnya ellipsis sama dengan subtitusi, tetapi ellipsis disubtitusi oleh sesuatu yang kosong. Ellipsis biasanya dilakuakn dengan menghilangkan unsure-unsur wacana yang telah disebutkan sebelumnya. Sedangkan pendapat harimurti Kridalaksana (dalam Mulyana, 2005:280 elipsis (penghilangan/pelesapan) adalah proses penghilangan kata atau sataun-satuan kebahasaan lain.

Paralelisme

Menurut Yayat Sudaryat (2008: 155) paralelisme merupakan pemakaian unsure-unsur gramatikal yang sederajat. Hubungan antara unsure-unsur itu dituturkan langsung tanpa konjungsi.

Konjungsi

Harimurti Kridalaksana dan H. G. Tarigan dalam (Mulyana, 2005: 29) menyatakan bahwa konjungsi atau kata sambung adalah bentuk atau satuan kebahasaan yang berfungsi sebagai penyambung, perangkai, atau penghubung angtara kata dengan kata, frasa dengan frasa, kalusa dengan klausa, kalimat dengan kalimat dan seterusnya.

Analisis Konteks

Cook (dalam Abdul Rani, dkk, 2006: 872) menyatakan bahwa penggunaan alat kohesi itu memang penting untuk membentuk wacana yang utuh, tetapi tidak cukup meggunakan penanda katon tersebut. Ada faktor lain seperti relevansi dan faktor tekstual luar (extratextual factor) yang ikut menentukan keutuhan wacana. Kesesuaian antara teks dan dunia nyata dapat membantu menciptakan suatu kondisi untuk membantuk wacana yang utuh. Faktor lain seperti pengetahuan budaya yang juga membantu dalam menciptakan koherensi teks.

Konteks memiliki peranan yang penting untuk menafsirkan makna yang terkandung baik dalam wacana lisan maupun wacana tulisan.  Mey (2001: 39) pun berpendapat bahwa konteks merupakan konsep yang dinamis dan bukan konsep yang statis. Konteks wacana dibentuk oleh berbagai unsur, yaitu situasi, pembicara, pendengar, waktu, tempat, adegan, topik, peristiwa, bentuk amanat, kode, saluran (Hasan Alwi 1998:421). Konteks wacana meliputi:

a.konteks fisis (physical context) yang meliputi tempat terjadinya pemakaian bahasa pada suatu komunitas, objek yang disajikan dalam peristiwa komunikasi itu dan tindakan atau perilaku dari pada peran dalam peristiwa komunikasi itu.

b.konteks epistemis (epistemic context) atau latar belakang pengetahuan yang sama-sama diketahui oleh para pembicara maupun pendengar.

c.konteks linguistik (linguistic context) yang terdiri atas kalimat-kalimat atau tuturan-tuturan yang mendahului satu kalimat atau tuturan tertentu dalam peristiwa komunikasi.

d.konteks sosial (social context) yaitu relasi sosial dan latar setting yang melengkapi hubungan antara pembicara (penutur) dengan pendengar (mitra tutur)

Contoh iklan :

Iklan Operator seluler, Lokasi di swalayan

Cewe   : Beli tissue dong

(Seisi swalayan keluar dari toko) HaaaAaaAAh

Lokasi di halte bus

Cewe: Geser dikit dong

(semua orang yang berada di halte lari tunggang langgang)

Cewe masuk ke dalam bus

(seisi bus keluar sambil menjerit histeris)

Tulisan di slide

“KORBAN KETAGIHAN SMS’

“SMS-an 100% GRATIS GAK ADA BATAS KE SEMUA OPERATOR”

Narator            : Ini dia korban ketagihan sms Xl.

Bahasa iklan yang digunakan merupakan bahasa sehari-hari dalam percakapan tindak tutur nonbaku atau ragam gaul dalam percakapan antar penutur dengan usia sebanding. Kalimat tidak lengkap dan kata berikut adalah ragam tak baku yang berbaur, campur kode dengan bahasa daerah atau lokal dalam dialog tekstual iklan.

“Beli tissue dong”

“Geser dikit dong”

“SMS-an...”

Operator XL menggunakan iklan hantu dalam menyampaikan pesan  ketagihan mengirim SMS. Iklan  seorang perempuan yang sedang keasyikan mengirim SMS sampai lupa diri.

Pihak XL mempergunakan ikon hantu perempuan dalam tayangan iklannya. Padahal masih banyak ikon lain yang lebih ramah yang bisa digunakan untuk tayangan iklan. Tayangan hantu tersebut dapat merusak psikologis dan kejiwaan. Hal ini juga berlaku bagi iklan dan tayangan film lainnya yang menggunakan ikon hantu.

Iklan tersebut diperankan wanita berbusana putih dengan wajah tertutup rambut panjang mirip hantu kuntilanak, produk iklan XL dikeluhkan banyak pihak. Iklan tersebut tidak mendidik dan dinilai dapat merusak mental anak-anak. Apalagi iklan tersebut ditayangkan televisi hampir setiap jam. tayangan hantu perempuan dalam iklan XL membuat takut anak-anak.Apalagi, tayangan iklan XL versi Kuntilanak dilakukan secara rutin dan berkali-kali, khususnya di televisi-televisi nasional.

Contoh iklan Minuman :

Iklan Teh Botol Sosro. Penulis  menganggap ada realitas sosial yang sengaja dibentuk untuk mempengaruhi masyarakat. Hal ini dikarenakan, dalam melakukan promosinya, iklan Teh Botol Sosro menggunakan slogan “apapun makanannya, minumnya Teh Botol Sosro” . Berdasarkan tesis ini, slogan tersebut menunjukkan bahwa Sosro ingin mengubah pola pikir masyarakat untuk selalu mengkonsumsi minuman.

Realitas yang ditampilkan dalam iklan, bukanlah sebuah sebuah cermin realitas sosial yang jujur. Tapi iklan adalah sebuah cermin yang cenderung mendistorsi realitas, atau Marchand menyebutnya sebagai a hall of distorting mirrors. Iklan cenderung membangun realitas yang cemerlang, melebih-lebihkan, dan melakukan seleksi tanda-tanda atau images, sehingga tidak merefleksikan realitas akan tetapi mengatakan sesuatu tentang realitas. Iklan merangkum dilema-dilema sosial atau aspek-aspek realitas sosial dan mempresentasikannya secara tidak jujur. Iklan menjadi cermin yang mendistorsi realitas yang dipresentasikannya dan sekaligus menampilkanimages dalam visinya

3.Simpulan

Dengan adanya analis wacana menggunakan kajian kohesi dan kontekstual dari berbagai iklan dapat analisis gramatial, kohesi dan koherensinya. Dalam unsur gramatikal terdapat, referensi, subtitusi, dan elpis. Dimana kesemuanya berkaitan antara satu dengan yang lain. Dengan adanya berberapa contoh analisis iklan yang penulis coba jelaskan dalam makalah yakni untuk memberikan gambaran mengenai wacana iklan yang digunakan demi menari konsumen serta memengaruhinya.

Pelibat dalam wacana meliputi pengiklan dan pembaca iklan. Pengiklan tersirat dalam bentuk merek dagang, gambar media cetak, slogan yang digunakan, dan alamat pengiklan. Pembaca dapat diidentifikasikan berdasarkan umur, jenis kelamin,dan pekerjaan/pendidikan. Sarana wacana menunuk pada upaya dari pihak pengiklan kepada pembaca untuk memberikan informasi dan mempengaruhi pembaca.

DAFTAR RUJUKAN

Abdul Rani, Bustanul Arifin, Martutik. 2006. Analisis Wacana Sebuah Kajian Bahasa dalam Pemakaian. Malang: Bayumedia Publishing.

Mulyana. 2005. Kajian Wacana Teori, Metode, dan Aplikasi Prinsip-Prinsip Analisis Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana

Mey, Jacob L. 2001. Pragmatics: An Introduction. Australia: Blackwell Publishing.

Ratna Noviani. 2002. “Jalan Tengah Memahami Iklan” dalam Analisis Wacana: Iklan, Lagu, Puisi, Cerpen, Novel, Drama. Halaman 1. Bandung: Pakar Raya.

Sumarlam, dkk. 2004. Analisis Wacana: Iklan, Lagu, Puisi, Cerpen, Novel, Drama. Bandung: Pakar Raya.

Ferry Darmawan. 2005. “Posmodernisme Kode Visual dalam Iklan Komersial”. Jurnal Komunikasi Mediator..

Hasan Alwi. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi 3. Jakarta: Balai Pustaka.

Yayat Sudaryat. 2008. Makna dalam Wacana. Bandung: Yrama Widya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun