Mohon tunggu...
Money

Ekonomi Periode Pemerintahan Jokowi-JK

24 Oktober 2017   21:31 Diperbarui: 24 Oktober 2017   22:15 1009
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Indikator makro ekonomi Periode pemerintahan Jokowi-JK terbilang baik, jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi dunia dan masih peringkat ke-3 di antara negara - negara G20 (negara 20 besar ekonomi dunia). Indikator makro yang wujud dalam 3 tahun terakhir Pertumbuhan ekonomi rata -- rata 5 %, inflasi tidak lebih dari 4%, nilai tukar berkisar di level 13.500/dollar, suku bunga Bank Indonesia kurang dari 6%, neraca perdagangan surplus setidaknya 2 tahun terkahir meskipun current account masih minus 2-3% dari PDB, angka kemiskinan terus menurun ke level 10% dari populasi penduduk, dan pengangguran berkurang ke level di bawah 6%. Namun demikian, persepsi yang berkembang di masyarakat terkait kondisi ekonomi Indonesia saat ini justru sebaliknya. Antara lain : daya beli masyarakat menurun, harga -- harga naik, perusahaan banyak tutup atau tidak ada ekspansi, kemiskinan bertambah, pemutusan hubungan kerja dan investasi baru tidak terjadi, meskipun bunga bank terus mengalami penurunan.

Persepsi kelesuan ekonomi ini justru diperkuat oleh pendapat para pengamat dan politisi partai oposan dengan mengkombinasikan pada kenyataan eksternal yang wujud. Banyak pengamat dan politisi menyampaikan bahwa ekonomi belum dapat diharapkan sebagaimana mestinya karena ekonomi global masih belum membaik. Penurunan pertumbuhan ekonomi mitra dagang luar negeri Indonesia, gejala proteksionisme negara -- negara eropa dan amerika mendorong ketidakpastian perdagangan internasiona/eksport-import, penurunan harga komoditas di pasar internasional, dan tidak adanya kemampuan dan kreatifitas pemerintah untuk mengatasi ekonomi.

Bahkan ada beberapa stasiun televisi yang mungkin merupakan bagian dari salah satu media yang digunakan pihak atau politisi tertentu yang tidak suka pemerintahan Jokowi-JK pada saat talk show mengenai kondisi ekonomi periode Jokowi-JK mengilustrasikan kelesuan ekonomi dengan mengambil gambar beberapa toko/kios kosong/tutup di glodok dan mangga dua Jakarta sebagai hal yang mendukung pendapat kelesuan ekonomi saat ini. 

Padahal saya (penulis) yang lama tinggal di Jakarta dan sering berkunjung ke 2 tempat tersebut baik untuk membeli dvd atau beli suku cadang electronic (dulu) tahu persis bahwa kios-kios/tempat yang disajikan memang dari dulu banyak sekali yang kosong dan sepi sejak 2004 sampai saat ini (periode pemerintahan Jokowi-JK). Tetapi untuk mendukung pendapat dan propaganda hal ini disajikan dengan narasi yang meyakinkan.

Karena hal ini merupakan persepsi hasil propaganda, maka pemerintah perlu memberikan penjelasan yang sederhana dan fakta -- fakta serta potensi yang akan menjadi aktual dari proyek -- proyek kerja pemerintah selama periode pemerintahan Jokowi-JK, tidak hanya berkutat pada angka -- angka makro yang disajikan yang belum tentu dapat dipahami dan sangat abstrak bagi sebagian besar masyarakat. Jangan sampai kerja keras pemerintah dalam pemerataan ekonomi dan usaha untuk mencapai angka -- angka makro yang tergolong baik yang disebutkan di atas malah dianggap sebagai sesuatu yang tidak penting dan hanya penghiburan ketidakmampuan pemerintah mengatasi ekonomi riil masyarakat.

Selain mengkomunikasikan kebijakan dan kerja yang sudah dilakukan pemerintahan Jokowi-JK dalam bidang ekonomi, untuk mendorong agar ekonomi lebih terasa nendang (seperti istilah Presiden), pemerintah perlu melakukan: Mendorong harmonisasi kerja pemerintah daerah terhadap pusat serta penggunaan dana APBD dengan baik atau terserap kepada pos -- pos yang telah direncanakan. 

Memanfaatkan pasar modal, dana pensiun, dana asuransi, dana haji sebagai instrumen pembiayaan infrastruktur agar realisasi infrastruktur bisa lebih cepat dan meluas dan mengurangi ketergantungan utang serta APBN. Meningkatkan peran industri manufaktur/pengolahan dan perakitan. Memaksimalkan kebijakan bebas visa untuk meningkatkan peran ekonomi pariwisata.

Mendorong harmonisasi kerja pemerintah daerah terhadap pusat serta penggunaan dana APBD dengan baik atau terserap kepada pos -- pos yang telah direncanakan.Saat ini pemerintah pusat sudah bekerja keras agar pembangunan infrastruktur dapat berjalan secara massif dengan konsep Indonesia sentris, Presiden pontang -- panting agar proyek -- proyek infrastruktur tersebut sukses. Sedangkan pemerintah daerah masih terkesan menonton, bahkan ada yang sampai dapat teguran karena beberapa infrastruktur yang menjadi tanggung jawab kota/daerah dibiarkan rusak parah/hancur. Merawat yang sudah ada saja diabaikan, apalagi menambah.

Pemerintah pusat terus -- menerus melakukan evaluasi dan deregulasi peraturan -- peraturan yang menghambat investasi, sedangkan pemerintah daerah malah cenderung mendiamkan bahkan menambah aturan -- aturan yang justru menghambat investasi, hingga dengan nada kesal presiden menyampaikan ada 42.000 perda yang menghambat investasi. Jika investasi terhambat maka lapangan kerja tidak akan tercipta atau bertambah. Hal ini akan menyebabkan pendapatan masyarakat berkurang sehingga akan menghambat pertumbuhan konsumsi yang merupakan komponen terbesar pertumbuhan ekonomi. Investasi adalah salah satu kunci penting dalam menciptakan pertumbuhan. (Sumber: 1 dan 2)

Dalam pengelolaan APBD, daerah juga belum menunjukkan keseriusan. Hal ini terlihat masih banyak daerah yang tidak menggunakan APBD-nya dengan maksimal, bahkan masih ada yang mendepositokan SILPA di bank -- bank BPD. Jumlahnya sangat fantastis, total dana daerah yang parkir di bank tidak kurang dari 220 triliun rupiah, jumlah dana sebesar ini jika dimanfaatkan akan menciptakan stimulus ekonomi dan wujud pembangunan akan sangat besar dampaknya bagi kesejateraan rakyat (sumber). Ironis sekali, dana yang didapatkan dari APBN/ sebagian bersumber dari pinjaman (transfer pusat ke daerah) tidak digunakan dengan produktif tetapi justru dibungakan dengan tujuan dan manfaat yang tidak jelas.

Presiden perlu menegur, mengambil sanksi tegas kepada pemerintahan daerah (eksekutif, dewan) yang tidak sejalan dengan kerja keras yang sudah dilakukan pemerintah pusat untuk mengejar ketertinggalan pembangunan dan upaya meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun