Tapi, ini tidak untuk membenturkan budaya minum tuak dengan agama, mengabaikan hal yang tidak menyehatkan darinya, dan atau menganjurkan agar minum tuak.Â
Sadar atau tidak, dan langsung atau tak langsung, kita yang merasa berpendidikan tentu pernah menganggap mereka yang memilih tidak masuk dalam institusi sekolah itu, kolot atau ketinggalan zaman.
Pikirku, benar bahwa kita yang merasa berpendidikan terlalu bangga jika menghukumi setiap tindakan mereka yang memilih tidak, Â dan terlalu sok ingin dicontoh. Sementara lupa bahwa mereka yang senang menggusur, merampas tanah, korupsi dan menjajah negara adalah orang-orang lulusan universitas -- kaum intelektual.
Seperti prediksi Bakunin "Mereka yang mengatasnamakan diri sebagai kaum inteletual akan menggantikan kekuasaan imprealisme, sebab hanya orang yang berilmu pengetahuan yang mampu menggunakan otoritas untuk menindas dan menjajah masyarakat".
Aku tiba di rumah, dengan perasaan bersalah yang membumbung, entah karena apa. Kepada kawan, aku hanya ingin minta maaf, entah untuk apa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H