ilmu hitam telah menjadi frasa yang terlalu dan terlanjur akrab dengan orang jawa (barangkali orang yang bukan jawa pun bahkan lebih dari sangat akrab, tapi saya kira melibatkan mereka dalam hal ini tidaklah sepatutnya). sejak entah kapan telah terjadi polarisasi keutamaan (maafkan saya, saya tak menggunakan istilah "kekuatan"): ilmu putih dan ilmu hitam. ombak di lautan berdebur menggulung waktu dan menghempaskan masa yang lebih pagi. angin berputaran menghembuskan musim-musim yang menggantikan ketuaan. bersama matahari yang bersinaran, ilmu putih dan ilmu hitam saling menguji, mengalahkan, berbagi dendam hingga tujuh turunan.
ilmu putih terlanjur dan terlalu diagungkan. jurus dan gaya dikembangkan, dirumitkan, diwariskan, untuk kemudian dihantamkan kepada mereka-mereka yang "hitam". kemudian terciptalah dongeng, lalu disejarahkan, lalu menjadi kepercayaan: ilmu putih!
hingga kemudian ilmu hitam mendapatkan pengakuan: ia selalu dibutuhkan untuk 2 alasan sekaligus, 2 alasan yang, demikianlah, saling berbalikan. pertama, ilmu hitam dibutuhkan agar jika ilmu putih unggul maka keunggulannya adalah keunggulan yang mendapatkan perlawanan. kedua, jikapun kalah, itulah yang memang dibutuhkan oleh ilmu putih agar tetap dipelajari dan dikembangkan.
pengakuan atas keutamaan ilmu hitam inilah yang kemudian memberi dan sekaligus meminta kesadaran dan ketertarikan para peminatnya untuk belajar dan melatih ilmu hitam.
pembelajaran ilmu hitam memang tak dapat dipisahkan dari kehadiran ilmu putih. tanpa ilmu putih ilmu hitam tak berkembang, bahkan tak dapat dilatih, bahkan untuk hanya satu langkah! demikian pun ilmu putih. ternyata kedua ilmu ini saling menghadirkan dan saling menumpas. hebat!
beberapa waktu yang lewat, saya memang serius belajar ilmu putih. hingga kemudian sadar: tanpa belajar ilmu hitam saya tak akan mengerti apa-apa. demikianlah, akhirnya saya memutuskan untuk belajar ilmu hitam. jika perlu sehitam-hitamnya.
(ada yang bilang: belajar tanpa guru sama halnya belajar kepada setan..., agak khawatir juga saya, terlebih ini belajar ilmu hitam..., tetapi barangkali jika saya bertujuan mengalahkan ilmu putih agar ilmu putih sadar diri dan terus berkembang hingga kemudian dapat kembali mengalahkan ilmu hitam, bukankah tujuan saya ini termasuk mulia dan mudah-mudahan mendapat pahala? jika dapa pahala, bukankah setan seharusnya tak ikut-ikutan menjadi guru saya?)
beberapa kali, ilmu hitam yang saya pelajari memang sempat saya adu dengan ilmu putih. saya datangi mereka-mereka yang suka bertarung. bahkan hingga larut malam. kalah menang silih bergelak. mengumpat kata. menawarkan janji pembalasan dendam. hingga entah kapan.
mengasyikkan memang. beberapa orang memang menunjukkan minat dan minta diajak sekaligus diajari. saya hanya bisa menjawab: marilah sini...bawa sekalian: papan catur, dan jangan lupa rokok, kopi...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H