seseorang bertanya: apa arti namamu?
nama seseorang, tidak datang dari langit. ia ditempelkan oleh orangtuanya, dengan sebuah harap. nama orang umumnya adalah sesuatu yang dicomot dari bahasa, dari kesepakatan. beberapa nama dipandang "mewah", beberapa dianggap "sederhana", beberapa yang lain dianggap patut dan lumrah. setidaknya itu dalam masyarakat Jawa.
nama-nama yang dipandang "mewah" semisal Bambang, Dewi, Rara, Brata, Kesumo, Gunawan, Sekar, Dyah, Ningrum, dulu hanya dikenakan oleh mereka yang berasal dari kalangan terhormat, entah itu priyayi murni bergaris keturunan keluarga keraton, atau mereka yang "mpriyayeni" semisal kaum saudagar yang menguasi gerak sosial ekonomi, atau juga mereka yang karena pekerjaannya memberikan mereka kedudukan dan penghargaan yang terhormat dalam lingkungan pergaulan masyarakat. Sri Sumarah, cerita pendek karya Umar Kayam yang panjang itu, ada menggambarkan tentang hal nama ini.
nama-nama yang dianggap "sederhana" semisal Rebo, Tukijan, Karyamin, Ponirah, Nyoto, atau Kidem. pemberian nama yang didasari hanya oleh hari lahirnya, pasaran harinya, atau yang bahkan sekedar nama belaka. nama-nama semacam ini banyak disematkan kepada anak-anak dari kaum jelata yang lebih banyak berkutat dengan lumpur sawah ataupun belukar-belukar rumput sebagai pakan ternak mereka. kesederhanaan pilihan dan nyaris tanpa harap.
nama-nama yang patut dan dianggap lumrah --selain dianggap "sederhana" seperti di atas-- semisal Eko, Dwi, Agus, Desy, Solihun, Taufik. nama-nama yang patut karena anak pertama, anak kedua, bulan lahirnya, ataupun untuk sebuah alasan islami. unsur kata-kata dalam bahasa arab sering mudah dan lumrah dijumpai dalam hal demikian.
itu dulu, dan meskipun sampai sekarang masih banyak dijumpai, tetapi jaman terus bergerak maju dan perubahan-perubahan sosial terjadi, juga dalam hal nama-nama. Rachel, Eva, Rivaldo, Kalila, Karin, dengan mudah dapat dijumpai meski itu tidak "nJawani" pun tidak "islami". mungkin sekali adalah televisi yang begitu mengagumkan dan memberikan ide-ide untuk nama-nama itu dan semacamnya. meski tak mudah untuk dimengerti, tentulah nama-nama itu disematkan juga dengan sebuah harap.
tetapi nama tak selalu adalah pemberian yang disematkan oleh orang lain, termasuk orangtua penyandang nama. beberapa orang setelah dewasa dan atau untuk tujuan tertentu memilih nama lain sebagai pelengkap atau bahkan pengganti nama pemberian orangtuanya. lelaki Jawa ketika setelah menikah akan mendapatkan nama baru sebagai nama tua yang membedakannya sebagai bukan lagi seorang yang lajang dan menjadi bagian masyarakat dalam arti yang lebih tegas. Solihun Yogawikarta, nama yang belakang adalah contoh penamabahan nama sebagai pelengkap. untuk contoh nama pengganti bisa dilihat dari catatan berita kriminal ketika si pelaku kejahatan seringkali mempunyai begitu banyak alias. layak diajukan disini: apakah terdapat ketidakpuasan atas nama pemberian orangtuanya?
nama-nama yang dipilih secara sadar oleh pemilikinya sendiri menunjukkan sebuah pilihan, sebuah pendirian. ada sejarah di sana. seperti nama saya, misalnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H