[caption id="attachment_337553" align="aligncenter" width="300" caption="tvri.co.id"][/caption]
Saya bahkan sudah lama sekali tak menonton ataupun melihat sekilas Televisi Republik Indonesia atau yang disingkat sebagai TVRI ketika Prof. Deddy Mulyana mengulas sedikit tentang TVRI di bukunya yang berjudul “Komunikasi Politik, Politik Komunikasi”. Kemudian saya mulai melakukan observasi kecil-kecilan. Saya menonton diskusi yang ditayangkan TVRI, sitkom/situasi komedinya, program memasaknya, program beritanya yang berbahasa indonesia dan yang berbahasa Inggris. Kemudian saya berpikir, program-program TVRI tidak ketinggalan jauh dengan televisi-televisi swasta yang ada di Indonesia. Namun, mengapa pamor TVRI ketinggalan jauh?
Pendapat saya mengatakan bahwa TVRI butuh sentuhan PR / Public Relation. Televisi yang digodok dari awal sebagai penggerak pemersatu bangsa ini, butuh pembangunan citra demikian karena kenyataan tak berbohong. Sekarang televisi-televisi swasta menjadi penggerak rakyat Indonesia. Sebagian televisi menggerakkan rakyat Indonesia ke peningkatan pundi-pundi uang si pemilik televisi swasta, sebagian lagi cukup handal dalam menggerakkan persatuan rakyat. Tidak perlu ditutupi dan tak enak mengakui bahwa sekarang Metro TV ( yang sekarang ini ditanyakan kenetralitasannya semenjak pemilu) dan Kompas TV yang dianggap sebagai penggerak persatuan rakyat Indonesia. Acara-acara yang disuguhi kedua televisi swasta tersebut memenuhi 2 dari 5 misi TVRI seperti yang ditulis dalam laman resminya tvri.co.id yaitu ,
1.Menyelenggarakan siaran yang menghibur, mendidik, informatif secara netral, berimbang, sehat, dan beretika untuk membangun budaya bangsa dan mengembangkan persamaan dalam keberagaman
2.Menyelenggarakan layanan siaran multiplatfrom yang berkualitas dan berdaya saing.
24 Agustus akan datang, TVRI akan berusia 52 tahun. Lebih tua dari televisi-televisi lainnya. Ironisnya, TV ini malah butuh banyak belajar dari ‘adik-adik kelasnya’. TVRI butuh membangun kedekatan dengan rakyat Indonesia, terutama kaum muda. Bisa dilihat contoh yang dilakukan ‘adik-adik kelasnya’ dalam membangun kedekatan. SCTV mengadakan SCTV goes to campus, Group Kompas Gramedia mengadakan kompas muda, Trans TV bersama sobatnya Trans 7 sudah tak perlu ditanya kemahirannya membuat program kreatif pengundang perhatian rakyat, RCTI spesialis sinetron, belum lagi televisi baru seperti Berita Satu dan Net TV yang sudah punya banyak penonton setia. Betul, TVRI butuh penonton setia. Mungkin sudah ada tetapi bisa dibilang kalah jumlah dari televisi lain.
Malcolm X pernah menyatakan statementnya bahwa media adalah entintas paling kuat, media mempunyai kemampuan untuk mengontrol pikiran masyarakat. Oleh karena itu, TVRI punya tanggung jawab besar. Membangun rakyatnya menjadi manusia-manusia merdeka (secara fisik dan pikiran) yang mempunyai tingkat intelegensia dan empati yang tinggi sehingga dapat memberi pengaruh positif terhadap negara dan dunia. TVRI harus jadi penyaring. Mencegah pengaruh beberapa televisi swasta yang maunya untung sendiri. Maunya menaikkan rating dan share setinggi mungkin, menyuguhkan kenikmatan tanpa henti yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan hidup penontonya. Demi menghindari hedonisme di kalangan masyarakat luas dan mendukung revolusi mental yang digembar-gemborkan calon Presiden Indonesia periode berikutnya. Saya percaya TVRI masih kuat berlari.
![140767529563139108](https://assets.kompasiana.com/statics/files/140767529563139108.jpg?t=o&v=300?t=o&v=770)