Isyu Global Warming sudah marak sejak lama. Namun fokus media untuk memberitakan kerusakan lingkungan tak segencar dulu. Tertutup oleh masalah kemanusiaan seperti perang, hubungan antar negara dan sebagainya. Akibatnya masih banyak orang yang malas menanam pohon dikarenakan kesibukkan atau merasa bahwa tidak perlu. Oleh karena itu saya ingin menceritakan kebun kecil keluarga saya.
Seyogianya aktivitas untuk melindungi bumi harus dimulai sejak dini sehingga kelak terbentuklah kebiasaan yang bisa kita salurkan pada orang lain ataupun generasi selanjutnya. Beruntung, orangtua saya menyukai tanaman. Sejak kecil saya tinggal di rumah berhalaman cukup luas yang ditanami beberapa jenis tanaman dan beberapa ukuran.
Di kebun, kami memiliki 3 buah pot besar yang ditanami pohon bambu. Ibu saya percaya bahwa pohon bambu menghalau datangnya bala. Pohon bambu kami adalah bambu kuning. Tumbuh cukup tinggi dan daunnya cepat kering dan layu bila tidak disiram dalam kurun waktu 2-3 hari atau lebih. Pohon besar selanjutnya adalah pohon jambu merah. Pohon ini mempunyai warna daun yang unik. Warna daunya hijau sangat gelap, seperti bercampur dengan warna coklat dan hitam. Jambu merah ini berbuah sepanjang tahun walau terkadang burung-burung dan kelelawar pemakan buah keburu ‘mengutil’ buah-buahnya pada malam hari. Di sekitar pohon jambu merah tanpa pot tersebut, ditanami oleh beberapa tanaman untuk memasak/bumbu dapur. Mulai dari daun bawang, kunyit, kencur sampai jahe.
Sisanya adalah rerumputan yang dibiarkan liar dan pohon-pohon yang diletakkan dalam pot kecil. Ada kuping gajah, bonsai, kamboja jepang, antorium, dan yang lainnya. Orangtua saya memutuskan untuk merawat tanaman-tanaman hias di atas seperti tanaman yang lainnya, sehingga mereka tidak menanam tanaman hias yang butuh perawatan sangat ekstra seperti pohon anggrek. Keluarga kami memang tidak mengincar tanaman hias yang berharga tinggi karena tujuan kami hanya untuk merasakan hawa yang segar dari produksi oksigen oleh klorofil daun.
Perjalanan kami untuk mempertahankan kebun kecil ini tidak mudah. Beberapa tetangga mendorong untuk meratakan halaman dengan semen dan membuang pohon-pohon yang mereka tidak anggap sebagai ‘mewah’. Belum lagi rumput kami yang terkadang terlihat sangat berantakkan. Sekarang kami berusaha untuk terus menambah jumlah tumbuhan yang ditanam. Mulai dari cangkokkan tumbuhan lama, pemberian dari tetangga dan sanak saudara, dan membelinya dari penjual pohon keliling. Saya menulis ini dengan maksud untuk membagi sedikit cerita keluarga saya yang menanam pohon dengan alasan yang sangat sederhana pada awalnya. Hanya ingin kesejukkan untuk anggota keluarga atau teman yang mampir ke rumah. Namun ternyata kesejukkan tersebut dapat dirasakan juga oleh orang lain walaupun tak secara langsung dan dapat juga membantu bumi pertiwi untuk terus hidup.
Penyediaan lahan untuk kebun di rumah juga dilakukan oleh calon gubernur DKI Jakarta yaitu Basuki Tjahaja Purnama. Dalam wawancaranya bersama SCTV, ia menunjukkan kebun kecilnya yang berada di lantai atas rumahnya. Di lahan tak beratap tersebut, ia menanam banyak pohon. Sebagian besar adalah pohon buah, buah sawo, sirsak, rambutan, jeruk, mangga, rambutan, jambu air dan yang lainnya. Ia meluangkan waktunya setiap sabtu pagi, minggu atau hari kosongnya untuk mengurus tanaman. Selain menyirami, ia ternyata suka mencangkok pohon mangga. Dalam satu pot ia menanam 3 jenis mangga seperti mangga manalagi dan mangga golek. Ia mengaku, menanam pohon adalah hobinya yang dibawa sejak kecil saat tinggal di Belitung.
Sumber wawancara dengan SCTV : http://www.youtube.com/watch?v=9J_Q_s1_myE
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H