Mohon tunggu...
RIKA KURNIAWATI
RIKA KURNIAWATI Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mencoba membiasakan menulis

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Goyah

4 Agustus 2014   05:57 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:29 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Mengapa kamu goyah ketika engkau tetap tersenyum dikala
makhluk-makhluk berdosa lainnya menatapmu penuh
praduga?

Mengapa kamu goyah ketika engkau bertopang dagu saat
makhluk-makhluk berdosa lainnya sibuk dengan artefak
tak berjiwa?

Mengapa kamu goyah ketika engkau menelan tempe untuk
masa depan dikala makhluk-makhluk berdosa lainnya
menyantap steak untuk reputasi?

Mengapa kamu goyah ketika engkau tertawa terbahak-bahak
bersama seekor anjing saat makhluk-makhluk berdosa lainnya
menertawakan kekurangan orang lain?

Mengapa kamu goyah ketika engkau berjalan kaki dikala makhluk-
makhluk berdosa lainnya menunggangi mesin beroda hasil
jerih payah orangtua mereka?

Mengapa kamu goyah ketika engkau menilai ide saat makhluk-
makhluk berdosa lainnya menatap liukan tubuh dengan penuh
birahi?

Mengapa kamu goyah ketika engkau mengeluarkan kata-kata tak
bernoda dikala makhluk-makhluk berdosa lainnya
mempercantik lidah mereka?

Mimpiku dan kamu sama. Tak aneh-aneh.

Hanya mimpi manusia biasa.

Kekhawatiran orangtua akan keadaan finansial seorang jurnalis sudah tak menjadi pikiran.

Dosen Pengantar Jurnalistik di tahun pertama yang tak yakin akan potensiku juga bukan suatu halangan.

Kegoyahan atas mimpiku datang dari diriku sendiri.

Kesimpulan yang mungkin menyebabkan kesesatan pikiran.

Bahwa para jurnalis terlihat lebih dekil dan tak menarik daripada para public relation.

Para jurnalis tak begitu peduli akan penampilan.

Mereka tak mencintai berbagai brand pakaian ternama.

Mereka.......jatuh hati pada fakta dan kebenaran.

Kelak, aku tak peduli menjadi dekil dan tak disenangi banyak orang.

Karena kebenaran...... memang terlihat kusam bagi orang-orang yang tak benar-benar mengerti apa makna hidup sebenarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun