Cinta... cinta itu bukan usaha untuk membuat orang yang ingin kita cintai tersenyum.
Cinta itu usaha untuk memberikan yang terbaik bagi orang yang ingin kita cintai. Meski senyuman kemungkinan hadir di kemudian hari.
“Wah harus hemat pake mobil nih. Premium 8.500,” tulis teman saya di sebuah media sosial. Saya sendiri bukan pengguna kendaraan pribadi, saya pelanggan setia mikrolet. Tarif mikrolet untuk sekali jalan berjarak dekat biasanya Rp3.000,00. Saya perkirakan tarif angkot akan naik Rp1.000,00 esok hari. Biasanya saya sibuk mencari uang kertas Rp1.000,00 yg sudah cukup jarang ditemukan dibandingkan uang koin Rp1.000,00. Pilihan saya jatuh kepada uang kertas Rp1.000,00 dan Rp2.000,00 agar mudah membayar mikrolet yang kadang tidak sabaran bila menurunkan penumpang.
Semua ada hikmahnya, ungkapan klise yang muncul di pikiran saya. Kenaikan ini sepertinya akan memudahkan saya karena saya tidak perlu repot mencari uang kertas Rp1.000.
Secercah kegembiraan yang saya rasakan sepertinya tidak dirasakan sebagian besar masyarakat Indonesia. Tidak seperti perkataan teman saya tadi, mereka mungkin terpaksa mengobrak-abrik rencana belanja bahan pokok harian mereka. Mungkin sekarang lauk mereka hanya kerupuk tanpa sambal. Sambal yang katanya bisa menambah nafsu makan walau makanan yang kita makan kurang kita sukai rasanya atau bosan merasakan yang itu-itu saja.
Jokowi mengungkapkan bahwa ia tak peduli bila popularitasnya menurun. Seperti Pasar Bebas ASEAN 2015 yang mendatangkan tantangan dan peluang, pengurangan subsidi BBM ini akan mendatangkan tantangan dan peluang juga. Tentu saja para eksekutif negara tahu konsekuensinya. Mereka manusia berkompeten atau dengan kata-kata sederhananya “mereka manusia pintar.” Manusia pintar tidak mencintai dengan nafsu. Tidak tergesa-gesa, mereka menggunakan logika dan perasaan secara beriringan.
Lebih dari setengah warga negara Indonesia memilih Jokowi-JK secara langsung. Mereka, atau yang harus saya sebut “kita” telah memberikan kepercayaan kepada pasangan bernomor urut 2 saat pilpres itu. Kepercayaan yang kita berikan mendorong Jokowi-JK untuk melakukan yang terbaik. Bila dukungan yang lahir atas kepercayaan akan mereka turun, pastilah ada perubahan di kinerja mereka. Kelesuan ekonomi nasional dampak inflasi akibat kenaikan harga BBM bisa diperbaiki perlahan-lahan. Kelesuan hidup masyarakat Indonesia sulit diperbaiki, makanya sampai-sampai Jokowi mengusung revolusi mental. Oleh karena itu mari kita tetap bersemangat membalas cinta Jokowi-JK dan pemerintahannya. Hidup penuh dedikasi pada sesama dan negara. Mengkritisi tetapi juga mendukung pemerintah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H