“Saya tidak ada masalah dengan agama” – Bima Arya pada kuliah umum di salah satu Universitas di Tangerang, Kamis, 18 Desember 2014.
Perannya sebagai pemangku kekuasaan tidak membuat dirinya mabuk kepayang. Politik yang identik dengan kekuasaan dan kepemimpinan ia rangkum menjadi kesenian tersendiri. Pendiri Paguyuban Bogor dan mantan ketua DPP Partai Amanat Nasional ini mengemukakan pendapatnya tentang kepemimpinan, resepnya dalam menjadi pemimpin muda yang berintegritas.
Poin pertama tentang kepemimpinan menurutnya adalah seni mengelola harapan. Harapan warga Kota Bogor yang menurutnya berhasil ia kelola adalahharapan warga mengenai underpass di Jalan Padjajaran. Kini suasana underpass dinilai sudah tidak mencekam karena telah direvitalisasi dengan pemasangan lampu dan penempatan karya-karya seni di dinding.
Seni memecah kebuntuan adalah definisi kepemimpinan versi Bima Arya. Kebuntuan yang berhasil ia lakukan menurutnya adalah pemberantasan mafia penerimaan murid baru dan pengaturan kendaraan umum sehingga tidak menimbulkan kepadatan lalu lintas.
Selanjutnya ada seni menjaga keseimbangan yang didukung oleh kegiatan yang berhubungan dengan lahan hijau. Setelah itu ada seni membangun kultur, seni melatih kesabaran, seni merawat idealise, dan seni membangun keluarga.
Mengapa melatih kesabaran? Ia mengaku suatu waktu pernah ada kumpulan demonstran yang meminta bertemu dengannya. Ia bersiap keluar tetapi kemudian salah satu demonstran meminta waktu untuk berorasi terlebih dahulu. Kenyataan teryata tidak dilihat oleh media. Salah satu media ‘menuduh’ bahwa Bima Arya ngumpet dari para demonstran.
Bagaimana dengan seni membangun keluarga? Penjelasan ini saya kira cocok dengan pertanyaan yang diajukan oleh salah satu peserta kuliah umum yang menanyakan tentang konflik GKI Yasmin Bogor yang masih bergulir. Bima menuturkan bahwa pihaknya masih meneliti kasus GKI Yasmin. “Saya tidak ada masalah dengan agama. Istri saya bahkan ada keturunan Tionghoanya, keluarganya masih ada yang beragama Khonghucu dan menjadi umat Kristiani,” ungkapnya.Dengan itu, saya pikir ia mengakui kemajemukan warganya sebagai satu keluarga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H