Jembatan timbang sebagai salah satu titik korupsi bukanlah sesuatu yang baru. Jembatan timbang kembali menjadi bahan perbincangan karena sidak Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Semua stasiun TV memutar berulang-ulang video amatir tersebut setelah diunggah di Youtube.
Pungutan liar di jembatan timbang terjadi karena adanya kesalahan di dua pihak yaitu di pihak jembatan timbang dan sopir angkutan/pengusaha angkutan. Sopir dan pengusaha angkutan berkepentingan untuk membawa muatan melebihi kapasitas jalan, sedangkan petugas jembatan timbang berkepentingan agar bisa menumpuk kekayaan dan hidup mewah, yang tak mungkin bisa mereka nikmati jika hanya mengandalkan gaji sekali sebulan.
Kejadian yang saya ceritakan disini mengambil setting di sebuah jembatan timbang di Gebang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Waktunya sekitar 37 tahun lalu. Tempat itu sangat strategis karena merupakan jalan lintas Aceh dan Medan, yang pada waktu itu cukup ramai dilalui truk angkutan barang.
Seorang teman, yang kebetulan tinggal tak jauh dari jembatan timbang itu, pada malam hari sering bertugas sebagai petugas jembatan timbang menggantikan tugas petugas resmi. Tugasnya tak sulit. Cukup mengenakan jaket dan topi layaknya petugas resmi serta membawa senter panjang yang mengeluarkan cahaya merah.
Dia cukup berdiri di jalan masuk jembatan timbang. Ketika melihat dari kejauhann ada truk, dia mengarahkan senternya kea rah truk. Sopir dan kernet truk sudah tahu. Mereka sudah siap untuk itu. Cukup melemparkan kotak korek api yang di dalamnya telah terselip uang kea rah petugas gadungan itu. Tanpa perlu masuk ke jembatan timbang, bahkan tanpa perlu mengurangi kecepatan.
Uang itu bukan untuknya sendiri. Pagi hari uang yang terkumpul dihitung. Masing-masing mendapat bagian. Satu bagian untuk petugas resmi (tergantung berapa orang yang bertugas), satu bagian untuk petugas gadungan dan satu bagian lagi dimasukkan ke dalam brankas.
Disimpan di brankas? Ya, itu uang untuk pejabat-pejabat Dinas Perhubungan yang secara berkala akan datang ke jembatan timbang di waktu-waktu tertentu. Biasanya pada saat bulan tua.
Dari kegiatan itu, sang teman bisa hidup cukup mewah. Di antara teman-teman lainnya, dia termasuk yang sering mentraktir kami untuk makan atau menonton film. Dia juga bisa membeli kamera SLR yang pada saat itu jarang orang yang memilikinya
Jadi, pungutan liar di jembatan timbang bukan hal baru. Bukan juga hanya untuk petugas jembatan timbang, tapi juga atasan mereka di Dinas Perhubungan. Itu juga dulu, ketika korupsi masih dilakukan malu-malu. Apalagi sekarang, ketika korupsi sudah dilakukan terang-terangan bahkan berjamaah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H