[caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="image from topnews.in"][/caption]
Percikan air dari langit menerobos jendela yang belum sempat tertutup. Melewati jeruji yang mulai berkarat. Udara dingin mengusik lelapnya sang bocah yang berpeluk sepi. Seperti biasa, telah hampir empat ramadhan sang bocah haus dekapan yang ibunda. Dia menggeliat pelan merasakan sunyinya ruangan itu. Pelan dia membuka mata dan duduk di atas pembaringan sambil termangu memandang langit yang memutih mencurahkan tangis-tangis yang tertahan. Dulu bundanya selalu bercerita tentang kodok yang bernyanyi di sawah belakang rumah. Bercerita tentang burung yang berlenggok indah di pepohonan di depan rumahnya. Tapi sekarang jangankan bercerita, dia hanya dihadiahi segepok cd upin ipin, tom and jerry serta teletubbies yang telah lelah dia putar.
Sang bocah bangkit dari duduknya, turun dari ranjangnya dan berjalan ke kamar kedua orang yang dicintainya. Kepala mungilnya melongok di samping pintu, tiada sesiapapun di sana. Ayahnya juga tak tampak. Dia tertegun, membayangkan ayahnya meraihnya tiap kali dia menyembulkan kepala di balik pintu. Sekarang sang ayah jarang di rumah, yang dia tahu ayah kerja cari uang hingga petang menjelang. Padahal ayah Rangga sebelah rumah sudah keliatan bercengkrama kala ashar tiba. Terkadang dia turut sholat berjamaah bersama Rangga dan keluarga.
Si bocah kecil melangkah masuk ke kamar. Komputer di sudut ruang dekat jendela masih menyala. Lampu modem di samping printer keliatan berkedip-kedip. Walau masih belum terbuka sempurna, tapi matanya bisa menangkap ada jendela-jendela terbuka. Dia menggerakkan mouse dan mencari game kesukaannya. Seperti biasa, hanya itu temannya. Dia bisa tertawa terkekeh-kekeh tatkala berhasil menghancurkan lawan-lawannya di alien shooter. Tapi kali ini dia merasa terganggu. Sering kali saat asyik dengan keyboardnya, muncul jendela-jendela dengan gambar-gambar lucu. Dia sering melihat itu saat bermain-main di dekat bundanya yang asyik dengan komputernya. Terkadang bundanya sering bertelepon berlama-lama seakan tanpa peduli dia di sampingnya.
Gambar-gambar kecil dan huruf-huruf berjajar di layar di depannya. Dia tidak mengenali itu. Belum bisa menyusun huruf-huruf menjadi rangkaian kata. Walau dia sudah mengenal mana huruf a ataupun b. Si bocah mulai bosan. Dia berteriak memecah senja.
Tidak berapa lama muncul sang ayah yang terlihat lelah. Sambil melepas sepatu sang ayah tersenyum padanya dan menghampiri. Sang ayah terpaku, melihat jendela messenger yang belum sempat tertutup. Banyak dialog yang tidak pernah disangkanya. Entah mengapa tiba-tiba dia merasa sunyi. Didekapnya sang bocah untuk meredam remuk hati. Dia akan bertahan, walau apa pun terjadi. Diciumnya sang bocah yang memandang keheranan kepada sang ayah. Ayah yang entah mengapa mengeluarkan air mata.
#bersambung
09052011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H