Puti Febrina Niko,M.Psi,Psikolog, Khusnul Wahyu Tiningsih(230802084), Nadya Defitri(230802037), Monica Aprilia(230802005)
   Kecemasan pada mahasiswa tingkat akhir masa akhir perkuliahan merupakan fase transisi penting bagi mahasiswa.Pada satu sisi, mereka dihadapkan pada penyelesaian tugas akhir, mencari pekerjaan, dan mempersiapkan diri untuk dunia pasca kampus. Di sisi lain mereka juga mengalami berbagai perubahan emosional, salah satunya adalah kecemasan. Kecemasan merupakan suatu keadaan yang normal dan wajar bahkan memiliki nilai positif karena dapat berperan sebagai sistem peringatan diri dari berbagai ancaman dari luar. Hal ini sejalan dengan penjelasan Canadian Mental Health Association (2015) yang menyatakan bahwa kecemasan sebagai reaksi normal terhadap berbagai peristiwa yang dialami dalam kehidupan sehari-hari. Namun, kecemasan yang tidak dapat dikendalikan akan mengakibatkan gangguan kecemasan (Anxiety Disorder). Berdasarkan DSM-5 (American Psychiatric Association, 2013) bahwa gangguan kecemasan memiliki ciri yakni adanya gangguan ketakutan dan gangguan perilaku yang berlebihan. Dalam proses mengerjakan skripsi, mahasiswa dibebani oleh standar standar tertentu dari lingkungan, seperti keluarga dan dosen pembimbing, yang memunculkan rasa perfeksionis maladaptif. Perfeksionis maladaptif merupakan keadaan ketika individu berusaha ingin memenuhi standar yang didapatkan dari dirinya sendiri ataupun dari lingkungannya. Namun, diiringi rasa takut, gagal, dan selalu merasa tidak puas atas pencapaiannya. Hal ini yang Kemudian memicu kecemasan dan reaksi negatif secara fisik seperti sakit kepala, diare, maag, inflamasi pada kulit, hingga tidak lancarnya siklus haid pada mahasiswi, maupun secara psikis seperti cemas, gelisah, sedih, tertekan, sering menangis, overthinking, hingga menunda pengerjaan skripsi (Diah et al., 2020).Â
    Menurut teori psikoanalisis, Sigmund Freud menjelaskan kecemasan sebagai energi yang berasal dari konflik batin. Pada mahasiswa, konflik ini bisa muncul dari rasa tidak mampu, takut gagal, atau dilemma antara keinginan dan ekspetasi orang tua. Performa manusia akan meningkat seiring dengan peningkatan tingkat kecemasan, namun hanya sampai pada titik tertentu. Setelah melewati titik tersebut, performa akan menurun drastis karena kecemasan yang berlebihan. Teori lain, "Cognitive Appraisal Theory" menjelaskan bahwa kecemasan muncul dari penilaian individu terhadap situasi yang dihadapi. Jika individu menilai situasi sebagai berbahaya atau mengancam, maka kecemasan akan muncul. Faktor yang mempengaruhi rendahnya kecemasan dalam menghadapi dunia kerja pada mahasiswa tingkat akhir adalah pengalaman magang/kerja praktek/praktek kerja lapangan yang diadakan oleh fakultas masingmasing serta diperolehnya informasi-informasi baik dari berbagai media mengenai dunia kerja yang dapat mempengaruhi kesiapan seseorang untuk menghadapi dunia kerja. Masa kini menghadirkan beberapa isu yang memperparah kecemasan pada mahasiswa tingkat akhir, yaitu:
* Ketatnya persaingan kerja: Pasar kerja yang kompetitif menimbulkan kekhawatiran mahasiswa dalam mendapatkan perkerjaan yang sesuai.
* Tekanan media sosial: Media sosial seringkal menampilkan gambaran kehidupan yang sempurna, yang dapat membuat mahasiswa merasa tidak puas dengan pencapaian mereka sendiri.
* Ketidakpastian ekonomi: Prospek pekerjaan yang suram dan persaingan yang ketat di pasar kerja dapat menimbulkan kekhawatiran tentang masa depan.
* Beban akademik: Beban tugas akhir dan tuntutan akademik lainnya dapat membuat mahasiswa merasa tertekan dan cemas.
Namun, terdapat juga beberapa faktor yang mempengaruhi kecemasan. AdlerÂ
menyatakan terdapat dua Faktor yang dapat menimbulkan kecemasan, yaitu:Â
1. Pengalaman Negatif Pada MasalaluÂ
Penyebab utama munculnya kecemasan yaitu adanya pengalaman traumatis yangÂ