Teknologi yang berkembang pesat memudahkan masyarakat untuk mengakses segala informas dalam segala aspek. Kemudahan tersebut bisa dimanfaatkan oleh masyarakat Namun pemanfaatannya ada yan ing mengarah kepada hal positif, misalnya dimanfaatkan untuk berjualan atau digunakan untuk mencari penghasilan dengan menjadi ojek online dan masih banyak lainnya. Tidak jarang pula kemajuan teknologi informasi yang semakin canggih ini dimanfaatkan oleh oknum-oknum jahat (cyber crime) yang tidak bertanggungjawab.Â
crime atau kejahatan siber adalah kejahatan melalui jaringan internet dengan tujuan kriminal. Kejahatan siber yang marak saal ini adalah penipuan penipuan dengan dengan mo modus pengiriman file APK (Android Package Kit).Â
Dimana file APK tersebut dikirim melalui seluler aplikasi WhatsApp dengan format nama file yang bermacam-macam, misalnya dengan nama undangan pernikahas, tilang elektronik, oek resi, tagihan listrik bulanan dan masih banyak penamaan lainnya yang membuat orang menerima file tersebut penasaran untuk membukanya karena berpikir bahwa file tersebut penting. Ketika file APK dibuka berakibat pada kebocoran informasi pribadi si pembuka file tersebut. Kebocoran data tersebut diantaranya OTP (On Time Password), pin atau password e wallet atau mobile banking. Setelah data tersebut bocor ketangan penjahat, maka dengan mudah merampas seluruh isi rekening korban.
Penipuan online melalui aplikasi whatsapp kembali memakan korban, terjadi pada 1 Desember 2023 Pukul 19.30. Mencapai kerugian sebesar Rp. 1.500.000,00.
Az-Zahra (24), seorang mahasantri di Kota Malang, Jawa timur. Kehilangan uang sebesar 1.500.000 usai membuka link APK di whatsapp. Az-Zahra selaku korban menjelaskan  bahwa link palsu berupa APK berukuran 6,6 MB dikirim melalui nomor whatsapp, pada Jumat pukul 19.30. Setelah membuka link berisi aplikasi APK. Pelaku penipuan meminta korban untuk mendownload aplikasi yang ada didalam file tersebut dengan modus akun yang telah hilang akan kembali, korban pun melakukan hal tersebut. Tidak lama kemudian uang terkuras di m-banking sebesar 1.500.000.Â
Saat dicek di aplikasi, nomor telepon yang digunakan untuk mendaftar mobile banking juga bukan milik dan tak dikenali korban. Korban menduga penipu mendaftar dengan nomornya sendiri yang bukan milik korban, setelah memiliki akses ke rekening korban. Az- Zahra merasa sedih, takut, dan kaget akan kejadian penipuan yang menguras uang tabungannya. Sementara saat ini, korban mengadukan penipuan ini kepada orang-orang terdekat dan kepada pihak pihak yang dapat membantu menyelesaikan permasalahan tersebut untuk menutup semua akses aplikasi yang berbau materi dan menghubungi call center beberapa aplikasi dan admin bank guna menutup sementara akunnya.
Mungkin saja sudah banyak korban berjatuhan, gara-gara kecerobohan dan ketidakmengertian. Maka sebelum semakin banyak yang tertipu pihak-pihak yang berwenang harus melakukan sesuatu untuk melindungi warga dari praktik-praktik semacam ini. Modus penipuan ini mengingatkan kita akan pentingnya pemahaman dan kewaspadaan dalam berinteraksi dengan teknologi, guna melindungi diri dari ancaman cyber.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI