Perubahan iklim serta dampak terhadap lingkungan menjadi salah satu isu global yang harus segera diatasi. Perubahan iklim ini merujuk pada perubahan jangka panjang suhu dan pola cuaca yang biasanya disebabkan oleh kegiatan manusia terutama pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam.
Bahan bakar fosil tersebut memproduksi karbon dioksida. Pembakarannya yang berlebih memengaruhi perubahan iklim hingga mengurangi kualitas lingkungan. Dikutip dari kompas.id, per 2023, Indonesia memasuki 10 besar emiten karbon tertinggi di dunia. Dua per tiga dari bauran energi kita berasal dari batu bara, sumber paling kotor dari segi emisi karbon.
Alhasil, kondisi tersebut meningkatkan potensi bencana seperti kekeringan, berkurangnya sumber air bersih, krisis pangan, cuaca ekstrem, banjir, badai, tenggelamnya pemukiman tepi pantai, perubahan rantai makanan, hingga kerusakan alam.
Sudah menjadi hal yang sering kita dijumpai manakala pada suatu wilayah di Indonesia terjadi hujan lebih deras sedangkan di beberapa wilayah lain berada pada pusaran iklim yang lebih kering. Hal demikian merupakan salah satu efek dari gas rumah kaca yang menyebabkan siklus hidrologi berputar lebih cepat.
Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi (BRIN) Didi Satiadi dalam Bincang Sains "Waspada Cuaca Ekstrem" pada 2022 menyampaikan bahwa cuaca ekstrem sebenarnya adalah fenomena yang normal. Akan tetapi, fenomena ini cenderung meningkat intensitasnya akibat perbuatan manusia.
Transisi Energi Berkelanjutan Menuju Net Zero Emission (NZE) 2060
Adapun Energi Baru Terbarukan (EBT) atau Renewable Energy merupakan sumber energi yang dihasilkan dari sumber-sumber alam yang dapat terus menerus diperbaharui tanpa merusak lingkungan. EBT dapat berasal dari (1) tenaga air, (2) energi matahari, (3) tenaga angin, (4) energi panas bumi, (5) biomassa, dan (6) energi ombak.
Sumber EBT sebagai energi berkelanjutan berasal dari sumber daya alami yang memiliki ketersediaan tergolong melimpah di Indonesia. EBT yang ramah lingkungan tidak menghasilkan emisi karbon atau polusi. Tidak bergantung pada bahan bakar fosil yang terbatas dan menimbulkan pencemaran.
Diperlukan berbagai strategi meliputi penggunaan EBT dalam mewujudkan NZE atau Emisi Nol Bersih pada tahun 2060 di Indonesia. Target ini mengacu pada pencapaian keseimbangan keseluruhan antara emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dan emisi gas rumah kaca yang dikeluarkan dari atmosfer. Hal demikian berarti menunjukkan kondisi di mana emisi karbon yang dihasilkan tidak melebihi kapasitas penyerapan bumi.
Pemerintah Indonesia menerapkan lima prinsip utama untuk mengurangi jejak karbon dan mencapai NZE meliputi (1) peningkatan pemanfaatan EBT, (2) pengurangan energi fosil, (3) penggunaan energi listrik di sektor transportasi, (4) peningkatan pemanfaatan listrik di rumah tangga dan industri, dan (5) pemanfaatan Carbon Capture and Storage (CCS).