Mohon tunggu...
Khusnul Kholifah
Khusnul Kholifah Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu dan Pendidik

Pencinta literasi sains, parenting, dan kesehatan

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Peran Perempuan Menuju Net Zero Emission 2060, Dimulai dari Level Rumah Tangga

20 Juni 2024   18:11 Diperbarui: 20 Juni 2024   18:42 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kolaborasi tradisi dan teknologi | sumber : dokpri

Perubahan iklim serta dampak terhadap lingkungan menjadi salah satu isu global yang harus segera diatasi. Perubahan iklim ini merujuk pada perubahan jangka panjang suhu dan pola cuaca yang biasanya disebabkan oleh kegiatan manusia terutama pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam.

Bahan bakar fosil tersebut memproduksi karbon dioksida. Pembakarannya yang berlebih memengaruhi perubahan iklim hingga mengurangi kualitas lingkungan. Dikutip dari kompas.id, per 2023, Indonesia memasuki 10 besar emiten karbon tertinggi di dunia. Dua per tiga dari bauran energi kita berasal dari batu bara, sumber paling kotor dari segi emisi karbon.

Alhasil, kondisi tersebut meningkatkan potensi bencana seperti kekeringan, berkurangnya sumber air bersih, krisis pangan, cuaca ekstrem, banjir, badai, tenggelamnya pemukiman tepi pantai, perubahan rantai makanan, hingga kerusakan alam.

Sudah menjadi hal yang sering kita dijumpai manakala pada suatu wilayah di Indonesia terjadi hujan lebih deras sedangkan di beberapa wilayah lain berada pada pusaran iklim yang lebih kering. Hal demikian merupakan salah satu efek dari gas rumah kaca yang menyebabkan siklus hidrologi berputar lebih cepat.

Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi (BRIN) Didi Satiadi dalam Bincang Sains "Waspada Cuaca Ekstrem" pada 2022 menyampaikan bahwa cuaca ekstrem sebenarnya adalah fenomena yang normal. Akan tetapi, fenomena ini cenderung meningkat intensitasnya akibat perbuatan manusia.

Transisi Energi Berkelanjutan Menuju Net Zero Emission (NZE) 2060

Adapun Energi Baru Terbarukan (EBT) atau Renewable Energy merupakan sumber energi yang dihasilkan dari sumber-sumber alam yang dapat terus menerus diperbaharui tanpa merusak lingkungan. EBT dapat berasal dari (1) tenaga air, (2) energi matahari, (3) tenaga angin, (4) energi panas bumi, (5) biomassa, dan (6) energi ombak.

Sumber EBT sebagai energi berkelanjutan berasal dari sumber daya alami yang memiliki ketersediaan tergolong melimpah di Indonesia. EBT yang ramah lingkungan tidak menghasilkan emisi karbon atau polusi. Tidak bergantung pada bahan bakar fosil yang terbatas dan menimbulkan pencemaran.

Diperlukan berbagai strategi meliputi penggunaan EBT dalam mewujudkan NZE atau Emisi Nol Bersih pada tahun 2060 di Indonesia. Target ini mengacu pada pencapaian keseimbangan keseluruhan antara emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dan emisi gas rumah kaca yang dikeluarkan dari atmosfer. Hal demikian berarti menunjukkan kondisi di mana emisi karbon yang dihasilkan tidak melebihi kapasitas penyerapan bumi.

Pemerintah Indonesia menerapkan lima prinsip utama untuk mengurangi jejak karbon dan mencapai NZE meliputi (1) peningkatan pemanfaatan EBT, (2) pengurangan energi fosil, (3) penggunaan energi listrik di sektor transportasi, (4) peningkatan pemanfaatan listrik di rumah tangga dan industri, dan (5) pemanfaatan Carbon Capture and Storage (CCS).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun