Dewasa ini, orangtua mana yang tidak tahu istilah introvert dan ekstrovert? Hampir mayoritas orangtua, terlebih pada orangtua milenial yang memiliki anak pada rentang usia balita dan remaja, pasti "akrab" dengan istilah ini. Ilmu parenting tentang tipe kepribadian ini pun juga bersliweran dibahas di berbagai ruang informasi baik digital maupun konvensional.
Hal demikian mengonfirmasi bahwa persentase keingintahuan para orangtua terhadap tipe kepribadian anak-anaknya cenderung tinggi. Mengingat tipe kepribadian ini dapat diketahui salah satunya melalui tingkah laku atau perilaku anak sehari-hari.
Adapun definisi yang beredar luas dan juga dipahami sebagian orang selama ini bahwa seorang anak yang introvert adalah anak yang pemalu. Sedangkan, seorang anak yang ekstrovert adalah anak yang mudah bergaul dan aktif.
Seorang anak yang introvert dianggap tidak pintar, sedangkan anak ekstrovert dianggap memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi. Sehingga, anak introvert kurang mendapat dukungan di lingkungan yang didominasi anak ekstrovert.
Yang perlu ditekankan di sini adalah pentingnya orangtua untuk tidak serta merta mengklaim bahwa anak introvert tidak lebih baik dari anak ekstrovert. Demikian pula, orangtua perlu senantiasa menaruh perhatian penuh pada anak ekstrovert yang notabene sering dikaitkan pada keadaan mudah bosan pada situasi yang hening atau "serius".
Contoh lainnya, fenomena perundungan di kalangan pelajar bukan hanya terjadi pada anak yang memiliki tipe kepribadian introvert. Anak dengan tipe kepribadian ekstrovert pun tidak luput menjadi sasaran empuk para oknum pembully. Dampaknya, anak-anak ekstrovert tiba-tiba menjadi introvert akibat luka batin dan trauma yang membekas hingga mengubah kepribadiannya.
Begitu pula pada anak dari keluarga broken home. Anak berubah menjadi pendiam, pemurung, dan kurang percaya diri. Bahkan, ada yang memiliki dua kepribadian (ambivert) bergantung pada situasi, kondisi, dan suasana hatinya.
Inilah yang perlu orangtua garis bawahi bahwa mengenal tipe kepribadian anak bukan sekadar mengklaim "yang ini tidak baik" dan "yang itu baik". Memanglah introvert merupakan kebalikan dari ekstrovert. Akan tetapi, tidak semua hal yang berkebalikan itu mendefinisikan yang satu baik dan yang satu tidak baik. Terlebih pada istilah kedua tipe kepribadian tersebut.
Pentingnya orangtua memahaminya secara menyeluruh karena tumbuh kembang anak tidak hanya cukup dari kelihaiannya dalam berinteraksi sosial. Akan tetapi juga meliputi ranah fisik dan mental atau psikisnya. Bagaimana cara anak mengelola emosi, pikiran, dan sebagainya.
Memahami Tipe Kepribadian Anak
Adapun terdapat dua macam tipe kepribadian pada anak yang sudah penulis sampaikan di awal tadi, yaitu introvert dan ekstrovert.
Pertama, introvert. Anak yang memiliki tipe kepribadian introvert kecenderungan memiliki ciri-ciri seperti (1) butuh banyak ruang pribadi, sendirian, tenang, dan jauh dari keramaian, (2) tertarik pada hal yang bersifat audio dan visual, (3) interaksi yang disukai yakni dengan buku, (4) memiliki fokus yang tinggi dalam rentang waktu yang lama, (5) enggan menjadi pusat perhatian, dan (6) privilege-nya adalah kesendirian.
Kedua, ekstrovert. Anak yang memiliki tipe kepribadian ekstrovert kecenderungan memiliki ciri-ciri seperti (1) mudah bergaul, suka bersosialisasi, punya banyak teman dan ramah, (2) tertarik pada hal yang bersifat kinestetik dan pembelajaran interaktif, (3) mudah bosan dengan materi yang terlalu berbelit dan mendalam, (4) membutuhkan suasana yang tidak terlalu sunyi sehingga butuh pemantik kecil di telinganya seperti musik untuk fokus belajar, (5) sikap percaya diri yang tinggi secara sosial dan blak-blakan atau out spoken (ceplas-ceplos), dan (6) privilege-nya adalah keramaian.
Pada anak introvert membutuhkan ruang yang tenang dan jauh dari sosial untuk mengisi energinya. Sedangkan, pada anak ekstrovert mengisi energi ketika bersosialisasi, berbicara dengan teman, dan suasana yang ramai.
Adapun beberapa faktor yang memengaruhi tipe kepribadian anak, antara lain :
1. Faktor genetik atau keturunan. Posisi seorang anak dalam skala introvert atau ekstrovert adalah bagian bawaan dari dalam diri anak. Terdapat potensi sejak lahir dari kombinasi unik gen yang berkontribusi pada kepribadian yakni gen yang diwariskan dari orangtua kepada anak.
2. Pola asuh orangtua. Kontribusi pola asuh yang meliputi gaya pengasuhan orangtua dan lingkungan keluarga berperan penting dalam pembentukan watak anak. Sebagai contoh, pola asuh otoriter cenderung membentuk watak introvert, pola asuh permisif cenderung membentuk watak ekstrovert, dan pola asuh demokratis cenderung  membentuk watak seimbang atau keduanya (ambivert).
3. Jenis pendidikan yang diterima. Adapun ranah pendidikan yang dimaksud bisa meliputi guru, orangtua, dan praktisi pendidikan sebagai fasilitator anak. Bagaimana metode pembelajaran yang digunakan selama ini yang dihadapkan pada gaya belajar anak yang berbeda-beda pula.
4. Lingkungan sosial. Pergaulan anak dengan teman-teman atau orang-orang dan lingkungan luas turut andil membentuk kepribadian anak. Dimana intensitas bertemu yang dilakukan secara rutin dan sering dapat mempengaruhi watak anak.
5. Pengalaman hayati (riwayat) terutama pada masa kecil. Adapun anak-anak memiliki kisah yang berbeda pada masa kecilnya. Baik pengalaman manis maupun pahit dapat mempengaruhi pola pikir anak yang kemudian tertuang pada sikapnya dalam menghadapi situasi.
Sikap Orangtua
Jika orangtua merasa terdorong ingin mengubah sifat introvert atau ekstrovert pada anak, maka sebaiknya tinjau kembali penyebabnya.
Adakah yang belum optimal pada capaian tumbuh kembangnya?
Atau berharap sesuatu yang lebih baik pada anak.
Dengan demikian orangtua mampu mengambil sikap terhadap anak dengan perbedaan tipe kepribadian tersebut. Oleh sebab itu, adapun cara orangtua untuk menyikapinya, antara lain :
1. Keluar dari stigma bahwa anak introvert itu "aneh" karena memiliki sifat menjauh dari sosial. Sedangkan, anak ekstrovert dianggap yang lebih cerdas dibandingkan anak introvert karena keaktifannya.
Maka, pentingnya orangtua mengidentifikasi tipe kepribadian anak yang mencakup sifat-sifat seperti kemandirian, kepatuhan, ketenangan, kepercayaan diri, semangat dan sebagainya.
2. Bantu anak keluar dari masalah. Cermati kebiasaan masing-masing anak dalam menghabiskan waktu sehari-hari yang diisi oleh aktivitas apa saja. Jika anak ekstrovert sering merasa sulit tidur siang karena waktunya habis untuk kegiatan yang tiada henti (saking aktifnya), maka sudah sepatutnya orangtua membuat jadwal. Agar aktivitas tetap berjalan tanpa melupakan waktu istirahat.
Demikian pula pada anak introvert yang lebih senang menghabiskan waktunya sendirian. Maka orangtua bisa mengajak anak bermain di playground atau taman bermain dengan intensitas sering. Agar anak bisa belajar menemukan "titik kebahagiaan" ketika bermain bersama banyak teman.
3. Menjadi fasilitator anak. Hal demikian berkaitan dengan peran orangtua yang bekerja sama atau berkoordinasi dengan guru atau praktisi pendidikan yang berhubungan dengan gaya belajar anak. Anak introvert adalah pengamat yang baik, namun mudah terganggu saat terlalu banyak stimulasi.
Sedangkan, anak ekstrovert lebih senang belajar sambil memainkan pulpen di tangannya, sesekali ngobrol dengan temannya.
Dengan adanya keragaman tipe belajar anak, maka diharapkan metode belajar yang sesuai, baik di rumah maupun di sekolah bisa menjadi jembatan pemahaman anak untuk menyerap ilmu.
Demikian pula agar memunculkan potensi-potensi anak sesuai tipe kepribadian. Tidak memaksa tetapi mengarahkan untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya.
4. Memilah dan memilih lingkungan sosial yang tepat bagi anak. Tentunya didukung oleh lingkungan sehat dan stimulasi yang tepat. Pastikan pula anak aman dan bebas perundungan dari lingkungan sosialnya. Karena yang dikhawatirkan adalah anak cenderung menyimpan perasaan sendiri tanpa mau berbagi cerita sehingga berpengaruh pada psikologisnya.
5. Mengajarkan anak teknik menenangkan diri (relaksasi) pada situasi dan kondisi yang membuatnya tidak nyaman. Hargai keputusan dan pilihannya tanpa paksaan. Selanjutnya, beri dorongan semangat untuk mengubah "cara atau perilaku" pada kesempatan berikutnya. Yang terakhir adalah apresiasi pada anak, bisa berupa hadiah atau pujian.
*****
Perlunya kesadaran penuh orangtua bahwa tipe kepribadian anak memiliki keunikan masing-masing, tidak ada yang lebih baik atau lebih unggul. Keduanya sama-sama baik dan tidak bisa dibandingkan karena setiap anak memiliki cara berbeda dalam menghadapi situasi dan kondisi. Karena anak juga memungkinkan memiliki tipe kepribadian keduanya (ambivert) sekaligus dalam situasi dan kondisi yang berbeda pula.
Lihatlah capaian belajar anak baik dari sisi kognitif, emosional, sosial, psikologi, motorik, sensorik, dan sebagainya. Lihat pula minat dan bakat tanpa mengklaim bahwa sebaiknya ini dan itu karena anak itu unik memiliki watak khas versi masing-masing.
Jangan terlalu berkutat pada istilah introvert dan ekstrovert. Sebaiknya fokus pada upaya atau sikap orangtua dalam proses pengasuhan untuk keluar dari segala permasalahan yang tidak sejalan dengan milestone tumbuh kembang anak.
Selain itu, dengan memahami gaya belajar setiap anak akan memberi dampak positif bagi jiwa dan karakter bawaannya. Bagaimana cara anak bisa berteman tanpa saling menyakiti, tingkat kepercayaan diri dan fokus yang baik, cara berbicara yang sopan dan baik, cara berprestasi versi dirinya dan sebagainya.
Pentingnya orangtua memahami anak introvert dan ekstrovert agar anak juga memahami dirinya sendiri dan orang lain di sekitarnya dengan lebih baik.
"Pengembangan kepribadian seseorang di masa mendatang sangat erat kaitannya dengan pengalaman individu tersebut di masa kecil" (Carl Gustav Jung - Psikolog Swiss, Pencetus kelompok tipe kepribadian Introvert dan Ekstrovert).
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H