Sama halnya dengan Ella, program deepfake mencitrakan wajah para tokoh publik tersebut melalui cuplikan seperti gambar, suara, atau video dan menempatkannya pada objek lain hingga hasilnya teramat menyerupai aslinya.
Deepfake menjadi bagian dari teknologi manipulasi citra publik yang sebenarnya memiliki kegunaan yang tepat misalnya pada industri hiburan dan sarana edukasi. Selain itu pula, teknologi deepfake dapat membantu pelaku usaha untuk membuat kampanye video tanpa memerlukan aktor fisik.
Sebaliknya, mereka dapat membeli lisensi identitas aktor dan menggunakan rekaman digital sebelumnya dari aktor tersebut untuk membuat video produk baru.
Akan tetapi, seiring dengan perkembangannya yang masif, deepfake juga tentu merugikan objek di dalamnya karena dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan ruang digital.
Belajar dari “pesan” yang disampaikan oleh Ella, ancaman bukan hanya kepada tokoh publik, melainkan pada masyarakat biasa atau awam seperti kita yang hanya dengan satu foto atau video kita.
Oleh sebab itu, pentingnya mengedukasi dan melindungi privasi diri dan keluarga dalam ruang digital. Berhati-hati dalam bersosialisasi di media sosial dengan mengurangi postingan dalam bentuk jejak digital seperti gambar, audio, dan video.
Bahkan mulailah memprivasi akun sebagai upaya membatasi diri dengan mengenali lebih jeli siapa saja yang bisa mengakses informasi kita di media sosial.
Sangatlah dibutuhkan detektor canggih deepfake yang juga masif seiring perkembangannya pula yang semakin masif.
Dibutuhkan pula regulasi yang tepat sebagai sarana mitigasi risiko terkait etika pemanfaatan AI oleh pemangku kepentingan mengingat data kita, anak-anak, dan keluarga kita membutuhkan perlindungan khusus.
Hal demikian juga dibarengi dengan edukasi secara komprehensif kepada masyarakat misalnya mengenai pendeteksian deepfake dan keamanan ruang digital yang notabene juga harus dimulai dari diri kita sendiri.
Pada akhirnya, kerja sama seluruh elemen sangat dibutuhkan untuk memerangi “editan menyesatkan” ini.