Mohon tunggu...
Khusnul Zaini
Khusnul Zaini Mohon Tunggu... Pengacara - Libero Zona Mista

Menulis Semata Mencerahkan dan Melawan ....!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Nasionalisme Melawan Praktik Demokrasi Cacat

27 Oktober 2023   16:09 Diperbarui: 9 Mei 2024   04:22 1078
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Issue, praduga hingga prediksi para buzer, pengamat politik, hingga politisi yang sedang ramai mencurigai scenario politik melalui praktik kebijakan rezim penguasa "akan/telah menggadaikan bahkan menjual negara" kepada pihak asing, setidaknya menjadi bola liar hingga pada saatnya menjelma seperti bola salju.

Cilakanya, jika benar dan terbuktikan dengan perspektif geo-politik dan kajian ilmiah sekalipun, bisa dipastikan bahwa semuanya dijalankan sesuai koridor peraturan perundangan hasil kinerja para legislator DPR.RI yang dinisbatkan merepresentasikan warga bangsa Indonesia sesuai sistem demokrasi yang telah disepakati bersama.

Adakah yang salah? dan siapa yang salah? serta mengapa setiap upaya hukum untuk mencegahnya selalu kalah? dan mengapa baru sekarang mengkritisinya secara massif setelah semuanya dijalankan sesuai scenario politik pihak eksekutif dan yudikatif dengan persetujuan pihak legislatif yang berwenang mengontrol dan mengawasi kinerja eksekutif?

Jika benar soal Issue, praduga hingga prediksi soal "terjadinya tindakan secara konstitusional menggadaikan bahkan menjual negara" kepada pihak asing dikemudian hari, maka fenomena ini merupakan "kesalahan kolektif warga bangsa" karena telah menitipkan hak politisnya pada organ-organ kelembagaan negara sesuai sistem demokrasi.

Nasionalisme

Situasi saat ini relative sulit membedakan secara nalar dengan pikiran jernih, antara "semangat nasionalisme" atau justru "meruntuhkan harkat dan martabat bangsanya sendiri" yang dilakukan untuk kepentingan individu atau kelompoknya, tanpa menghiraukan kepentingan individu/kelompok lainnya demi kepuasan target politik sesaat.

Saling mempertontonkan sikap dan prilaku social dengan cara saling merendahkan, saling melecehkan, menuliskan narasi-narasi negative bersifat subyektif melalui media social, yang diduga secara sadar sudah disiapkan secara khusus sebelumnya.

Sikap saling menghujat, memframming antar individu/kelompok semata karena tidak sejalan pikiran kemudian dianggap lawan itu, sejatinya tidak merepresentasikan budaya bangsa Indonesia yang dikenal santun, ramah dan beradab, bergotong royong dengan semangat kebhinekaan.

Anggapan seolah tidak ada lagi harapan berkehidupan menjadi lebih baik dan bahagia, aman dan damai, sejahtera dan berkeadilan social, karena merasa kecewa dan frustasi dengan penerapan kebijakan/kebijaksanaan politik pemerintah penguasa.

Sementara, untuk menghadapi masalah perubahan iklim dan tantangan ancaman global yang mengkrucut pada soal ketahanan pangan dan krisis pemenuhan energi listrik, sesungguhnya saat ini bangsa Indonesia sedang membutuhkan solidaritas sosial warga bangsa untuk saling mendukung dan menguatkan dengan semangat nasionalisme tanpa syarat.

Semangat nasionalisme warga bangsa yang dibangun melalui solidaritas social itu, sesungguhnya dari para leluhur bangsa Indonesia telah mewariskan nilai-nilai Pancasila sebagai landasan berkehidupan, yang sejatinya relevan-universal untuk menuju bangsa Indonesia yang berdaulat-mandiri-bermartabat, dan mampu membendung invasi budaya asing dengan scenario globalnya mengarah pola hidup instan, individualis dan pragmatis.

Friedrich Hertz (1944), seorang tokoh sosiolog, ekonom, dan sejarawan Inggris asal Austria, menegaskan bahwa nasionalisme adalah hasrat untuk mencapai kesatuan, hasrat untuk merdeka, hasrat untuk mencapai keaslian dan hasrat untuk memiliki cita-cita bersama.

Setidaknya ada empat unsur aspirasi bangsa yang dikutip dari Nationalism, Ethnicity, and the State: Making and Breaking Nations tulisan John Coakley, yaitu (1) Kesatuan bangsa dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan kultural, (2) Kemerdekaan bangsa dari pengaruh luar, (3) Kekhasan dalam hubungannya dengan orang lain, dan (4) Kekhasan dari negara lain dengan memperkenalkan martabat/kewibawaan nasional.

Berpijak dari basis teori dan simpulan artikel tulisan di atas, pertanyaan kritisnya adalah, masih adakah "nilai-nilai dan semangat nasionalisme warga-bangsa Indonesia" dalam era digital tanpa sekat batas hingga cara pemenuhan tuntutan kebutuhan dilakukan secara instan dengan situasi prilaku massif pragmatis-oportunis disetiap sisi kehidupan saat ini?

Sementara tuntutan sangat mendesak warga bangsa yang mulai resah dan khawatir untuk masa depan Republik ini yang sedang berupaya "mewujudkan keadilan sosial-ekologis melalui reforma agraria sejati dan pengelolaan SDA yang berkeadilan", meskipun pada sisi lainnya juga sedang menghadapi situasi perang terbuka antara kelompok oligarkhi dengan warga kaum miskin struktural dan tertindas ditataran akar rumput.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun