Mohon tunggu...
Khusnul Zaini
Khusnul Zaini Mohon Tunggu... Pengacara - Libero Zona Mista

Menulis Semata Mencerahkan dan Melawan ....!!!

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

"Rekening Tagihan Jokowi" Kepada "Leaders Summit on Climate"

1 Mei 2021   00:45 Diperbarui: 1 Mei 2021   00:48 956
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sedangkan aliran pemikiran post modernis berbasis kewahyuan, juga meyakini kebenaran atas bangunan narasi argumentasinya yang mendasarkan soal "keniscayaan akan kehancuran bumi pada saatnya".

Masing-masing kelompok membangun narasi pembenarnya dengan pendekatan ilmu dan pengetahuan, maupun data dan fakta subyektif yang meski masih terbuka penafsirannya. Untuk menyatukan perbedaan cara pandang itu, butuh pola pendekatan secara kompromi.

"Menterjemahkah niatan baik dari berbagai kebijakan pemerintah itu praktiknya tidak gampang ditingkat tapak. Dibutuhkan "seorang Tan Malaka milenial" yang mau melakukan bunuh diri kelas sebagai pendamping masyarakat secara utuh"

Kedua, Presiden Jokowi mengajak para pemimpin dunia memajukan pembangunan hijau untuk dunia yang lebih baik. Penggunaan kata "mengajak" ini menjadi "symbol keteladanan negara-bangsa Indonesia", karena sebelumnya memang melakukan sesuatu secara nyata.

Walau bersifat himbauan, tetapi material pidato politik Jokowi sangat responsif terkait rencana "penyelenggaraan Konvensi Kerangka Perubahan Iklim ke-26 di Inggris untuk hasil yang implementatif dan seimbang".

Material pidato Jokowi itu, bisa ditafsirkan sebagai "diplomasi politik bermuatan tuntutan komitmen dan keseriusan" yang secara khusus ditujukan kepada para pemimpin dunia, agar tidak melakukan basa-basi politik seperti yang sedang berlangsung saat ini.

Dalam konteks ini, pemerintah Indonesia seakan mendeklarasikan sekaligus memberi keteladanan kepada para pemimpin dunia, soal keseriusan berkomitmen merealisasikan statemen politik yang sudah dibungkus menjadi dokumen konvensi internasional.

Meskipun, dokumen konvensi tersebut secara politik tidak bersifat mandatori bagi negara yang setuju dan menandatangani dokumen konvensi, beserta konsekwensi hukum-politik ikutannya.

Bahkan lebih konkritnya, Christiana Figueres sebagai mantan Sekretaris Eksekutif UNFCCC secara tegas menyebut bahwa "kesepakatan internasional tidak akan terjadi sebelum cukup diatur secara domestik oleh Negara-negara peserta".

Intinya, negara-negara peserta harus benar-benar mewujudkan komitmen untuk meredam dampak perubahan iklim dalam kebijakan nasional terlebih dahulu, baru dapat dibawa ke forum internasional.

Sebagai wujud keseriusan dan keteladanan pemerintah Indonesia, ditunjukkan dengan kebijakan "menuju net zero emission tahun 2050" melalui pemberdayaan masyarakat, penegakkan hukum, berupaya menurunkan laju deforestasi hingga turun terendah dalam 20 tahun terakhir.

"Negara berkembang akan melakukan ambisi serupa jika komitmen negara maju kredibel disertai dukungan riil. Dukungan dan pemenuhan komitmen negara-negara maju sangat diperlukan"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun