Kebijakan-kebijakan baru yang dibuat Ali mengakibatkan perlawanan dari beberapa pihak antara lain Gubernur Damaskus Mu’awiyah bun Abi Sufyan dan Siti Aisyah kelurga dekatnya sendiri. Mereka menuduh Ali turut campur dalam pembunuhan Ustman, selain itu mereka tidak mengakui kekhalifahan Ali.
Keadaan kota Damaskus saat itu memperlihatkan bahwa mereka tidak menyukai khalifah Ali dan dia bertanggung jawab atas pembunuhan Utsman. Mereka menggantung jubah Utsman yang berlumuran darah di mimbar masjid, bersama dengan jari-jari mayat, menciptakan tontonan bagi sekelompok pengunjung. Pada 657 M, Khalifah Ali pergi ke Suriah utara dengan pasukan koalisi.Â
Dalam perjalanan mereka mengikuti Sungai Efrat, namun aliran sungai tersebut telah dikuasai oleh Muawiyah dan tidak mengizinkan pihak Ali menggunakan air sungai tersebut. Kemudian, Khalifah Ali mengirim delegasi ke Muawiyah untuk menyediakan aliran sungai bagi kedua belah pihak, tetapi Muawiyah menolak.Â
Akhirnya Khalifah Ali mengirim pasukan yang dipimpin oleh Panglima Ashtar al-Naki dan dia berhasil merebut arus sungai. Meskipun sungai itu dikuasai dari pihak Ali, namun tetap memungkinkan pasukan Muawiyah untuk mensuplai air yang mereka butuhkan.
Setelah konflik berakhir, pihak Ali membentuk garis pertahanan di dataran Siffin, dan Khalifah Ali masih berharap untuk mencapai penyelesaian dengan damai, mengirim delegasi yang dipimpin oleh Jenderal Bashir bin Amr. Namun, Mua’wiyah menolak untuk mengangkat bai’at Ali dan menutut Ali mengangkat bai’at terhadap dirinya.
Ali selalu berusaha menawarkan perdamaian dan memikat rakyat Suriah untuk setia. Namun, mereka tidak mau berdamai, sehingga Ali akhirnya harus memutuskan untuk melancarkan serangan terhadap musuh yang kemudian dikenal dengan Perang Siffin.
Dalam perang tesebut, pihak Mu’awiyah memakan banyak korban. Hal itu membuat pihak Mu’awiyah terdesak dan Amru Ibn Ash mengusulkan untuk bertahkim pada Kitabullah. Kitabullah menjadi tombak tahkim dalam peleraian kedua belah pihak.Â
Kemudian pasukan Ali berhenti berperang dan menyetujui untuk bertahkim pada Kitabullah. Kedua belah pihak mengadakan diplomasi dan perundingan. Peperangan ini berakhir dengan adanya arbitrase, namun hal itu tidak dapat menuntaskan masalah dan menyebabkan terpecahnya umat Islam menjadi 3 golongan yaitu golongan Ali, Mu’awiyah dan Khawarij (orang-orang yang keluar dai golongan Ali.
Referensi
Zubaidah, Siti. 2016. Sejarah Peradaban Islam. Medan: Perdana Publishing
Iqbal, Afzal. 2000. Diplomasi Islam. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar