Mohon tunggu...
Khurin Naili Izzah
Khurin Naili Izzah Mohon Tunggu... -

mahasiswi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Nirmala

23 Mei 2015   17:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:41 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Siang ini terasa sangat panas, matahari seakan membakar tubuh, berharap hujan segera turun, perjalanan dengan keadaan macet semakin menguji kesabaran, beberapa supir angkutan umum misuh-misuh karena hal ini membuat pendapatan mereka menjadi sedikit. Pengendara motor dan mobil saling berlomba membunyikan klaksonnya seakan tidak mau kalah.
“ada apa pak?” tanyaku pada supir angkot
“ada kecelakaan rupanya mbak, kayaknya menghalangi dua arah jalan, sampai macet sepeti ini” jawab supir angkot
“ya udah saya turun disini saja pak,,,”
Aku sudah tidak sabar ingin pulang kerumah karena menempuh perjalanan pulang dari jakarta ke rumah selama berhari-hari. Namun di tengah perjalanan itu tiba-tiba aku merasa iba dengan seorang ibu yang berpakaian compang-camping duduk dipinggir jalan dengan menjual air minum dingin ala kadarnya.
“ibu, beli minuman ini satu,,,,”
“oh iya mbak,,,,” kata ibu tersebut
“dari kuliah ya mbak?” ibu itu menyapa
“enggak bu,,saya sudah bekerja,,,” aku tersenyum tipis, mungkin ibu ini menilai dari penampilanku dan bisa dibilang wajahku memang masih terlihat muda dari umurku.
“bekerja dimana mbak?” tanyanya lagi
“di Jakarta bu,,,” jawabku pendek.
Aku merasa trenyuh ketika melihat anak kecil duduk disampingnya.
“itu anaknya ya bu?” tanyaku
“iya mbak, Nirmala namanya,,,”
“Umur berapa bu?”
“Umur 3 tahun mbak,,,”
“sini dek, mbak punya permen,,,” gemas melihatnya, wajahnya imut. Nirmala menghampiriku dengan malu-malu.
“saya pulang dulu ya bu,,,” aku berpamitan
“iya mbak,, terimakasih,,”
Melihat pengorbanan ibu dan anaknya Nirmala mengingatkanku dengan pengorbanan ibuku. Aku memutuskan untuk berhenti bekerja di Jakarta dan merawat ibuku yang sedang sakit. Bersyukur aku dengan keadaanku yang sekarang karena masih banyak orang yang lebih susah hidupnya tetapi mereka tidak pernah mengeluh.
***
Setiap sore setelah lelah mencari pekerjaan aku selalu mampir ke ibu penjual es itu, ibu Siti namanya, bercerita-cerita dan selalu membawa buku dongeng untuk nirmala. aku menggantikan ibu Siti berjualan ketika ia akan sholat ashar. Setiap hari aku membawa buku dongeng bermacam-macam namun Nirmala hanya ingin diceritakan satu dongeng dan tak mau dongeng yang lain. “Nirmala anak yang cerdas ibu, masak dia bisa menceritakan dongeng ini persis seperti yang saya katakan “ aku antusias
“hmmmm....” ibu siti tersenyum
“iya ibu, di masa 2-7 tahun anak akan mengalami perkembangan yang sangat pesat, seperti perkembangan bahasa, buktinya Nirmala dia bisa bercerita panjang lebar seperti itu,,,,”
“iya,,, alhamdulillah,, semoga Nirmala nanti menjadi anak yang pintar seperti sampeyan mbak,,,”
“amiiiiinnnn”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun